Selayang Pandang Racana Institut Teknologi Telkom [1]


Pramuka di IT Telkom merupakan suatu hal yang terletak di antara hal baru dengan hal lama. Dalam sejarahnya tercatat beberapa kali muncul beberapa forum yang hendak merintis gugus depan di kampus berlogo globe ini namun belum terealisasi. Barulah pada pertengahan 2009 upaya untuk bergerak nyata diinisiasi kembali. Dimotori para jebolan Pramuka di SMA-nya masing-masing muncullah forum Pramuka sebagai perintis kepramukaan di IT Telkom yang dimotori Dian Ridwan Wijaya, Arfive Gandhi, Triyoga Adi Perdana, Eka Fitriani, Seviani Pratami, Dimas Agung W., Prima, Firdauska Darya Satria. Pertemuan pertama 17 Mei 2009 menjadi tonggak bersejarah kepramukaan di IT Telkom. Kesepakat untuk bergerak nyata terus dijalankan walau berbagai problema melanda, baik dari internal forum walaupuneksternal.
Forum itu sendiri yang dipimpin oleh Dian Ridwan W. telah mencanangkan target untuk menjadi pangkalan resmi sekaligus Unit Kegiatan Mahasiswa(UKM) di IT Telkom. Akhirnya terbentuklah Racana Tarumanegara sebagai nama pertama dari kepramukaan IT Telkom dengan filosofi sebagai perintis sebagaimana Kerajaan Tarumanegara sebagai kerajaan pertama di Pulau Jawa. Pada perkembangannya racana ini selain menghadapi berbagai gejolak juga berhasil mencapai progresivitas yang memuaskan dengan diresmikannya sebagai UKM pada 22 Februari 2010, mendapatkan nomor Gugus Depan 27.139 dan 27.140, serta terus dilibatkan dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Kwarcab Bandung, baik sebagai panitia(seperti Jambore Cabang 2009, LT III 2010) maupun sebagai partisipan bersama(seperti Kemas Tunas Nasional 2010).Pada perkembangannya, dilakukan perubahan nama racana menjadi Racana Tumenggung Wira Angunangun untuk putra (mengambil nama Bupati pertama Kabupaten Bandung) sereta Racana Nyai Prabu untuk putri (mengambil nama samara Cut Nyak Dien saat diasingkan ke Jawa Barat, dimana beliau bnayak berjasa dalam pendidikan masyarakat saat itu) Ketua forum saat itu Dian Ridwan W. juga dipilih sebagai Ketua Dewan Racana pertama.
Pada awal 2011 dilakukan regenerasi kepengurusan Racana yang ditandai dengan terpilihnya Triyoga Adi Perdana sebagai Ketua Dewan Racana periode 2011/2012 pada 5 Maret 2011 lalu. Meskipun telah mencapai banyak eprkembangan tetap saja peningkatan kualitas dan kuantitas terus dilakukan di kepemimpinan KDR baru ini dengan berbagai program kerja. Salah satu program kerja yang telah dirintis pada akhir tahun 2010 pada era Dian Ridwan W. dan dilanjutkan di era Triyoga Adi P. adalah IT Telkom Scout Championship.
IT Telkom Scout Championship(ITSC) 2011 merupakan sebuah pertemuan para penegak se-Bandung Raya (Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat) yang diselenggarakan oleh Racana IT Telkom dengan basis utama sebagai perkemahan yang tidak hanya menonjolkan sisi teknik kepramukaan, tapi juga menampilkan pentingnya kecakapan berteknologi bagi pramuka. Acara di ITSC 2011 terdiri dari giat umum, giat wawasan, serta giat prestasi yang memperebutkan trofi juara umum dan piala bergilir. Tentunya target utama bukanlah mencari siapa yang terhebat, tapi sebagai ajang untuk saling mengenal sesama Pramuka di Bandung Raya serta bersama-sama memahami pentingnya teknologi di era saat ini.

Pemekaran... Solusi Pemerataan Potensi Indonesiakah?? [2]

Melanjutkan post sebelumnya, kali saya akan mengulas perkembangan di sekitar tahun 2011 hingga awal 2014 seputar isu-isu pemekaran wilayah administrasi di Indonesia.

Dari berbagai isu provinsi yang ada, setidaknya satu provinsi secara resmi terbentuk, yaitu Kalimantan Utara. Tenang, kita tidak mengklaim wilayah Malaysia dan Brunei Darussalam, melainkan memekarkan wilayah Kalimantan Timur di bagian utara menjadi provinsi tersendiri. Secara hukum telah resmi dan secara kepustakaan pun, berbagai bacaan di dunia pendidikan seperti RPUL, atlas dll telah menyertakan Kalimantan Utara sebagai provinsi tersendiri dengna Tanjung Selor sebagai ibukotanya.

Menariknya pengesahan Kalimantan Utara sebagai provinsi ke-34 tidak menjadi pertanda berakhirnya request alias permintaan akan adanya provinsi ke-35, ke-36, dan entah yang keberapa. Masih banyak isu pembentukan provinsi baru di Indonesia. Mereka tidka menargetkan diri sebagai provinsi ke-35, ke-36, atau berapapun. Yang ditargetkan ialah mereka dimekarkan menjadi provinsi baru.

Salah satu bakal calon provinsi baru yang patut diperhitungkan ialah Cirebon. Faktor kultur dianggap jadi alasan yang layak untuk menjadikannya wilayah yang terpisah dari Jawa Barat. Jawa Barat dianggap identik sebagai Sunda, sedangkan kawasan Cirebon disebut sebagai representasi Ciayumajakuning. Alasan ini memang mirip dengan tinjauan berdirinya Provinsi Banten, sebuah provinsi yang menjadikan Jawa Barat tidak lagi menjadi provinsi yang paling Barat di Pulau Jawa. Isu nama provinsi Jawa Barat diganti menjadi Provinsi Pasundan jelas makin menguatkan isu perbedaan kultur diantara wilayah Jawa Barat. Namun maka bukan hal yang mudah mengingat syarat minimal 5 kabupaten/kota sebagai cakupan daerah tingkat II di provinsi terbaru belum bisa dipenuhi bakal calon provinsi Cirebon. Baru Indramayu, Kota Cirebon, dan Kabupaten Cirebon yang sepakat memisahkan diri, sedangkan Majalengka dan Kuningan masih "setia" dengan Jawa Barat (sumber). Menarik memang mengingat isu Provinsi Cirebon menjadi komoditas saling menjatuhkan antarkandidat calon gubernur Jawa Barat pada Pilgub 2013 lalu. Hampir semua kandidat "ngambang" dalam memberi pandangan tentang isu tersebut. Bahasa yang diplomatis serentak dilontarkan oleh semuanya. Dan lebih menarik ketika muncul isu pemekaran wilayah daerah tingkat II baru, yaitu Indramayu Barat dan Cirebon Timur. Nah lho... Motif pembentukan kedua wilayah ini pun dipertanyakan, apakah memang inisiatif untuk memajukan potensi daerah plus kesejahteraan masyarakatnya ataukah sebagai solusi yang "formal" atas macetnya syarat administrasi pembentukan Provinsi Cirebon?

Isu menarik juga ditemui di Nusa Tenggara Barat alias NTB. Dua pulau yang relatif besar di NTB, yaitu Sumbawa dan Lombok kabarnya akan di-split sebagai "pewaris" provinsi NTB. Faktor perbedaan kultur ditengarai sebagai pangkal keinginan tersebut. Lebih lanjut lagi, sarana transportasi yang belum sekonektif provinsi-provinsi lain seperti di Jawa dan Sumatera disebut-sebut sebagai "pemulus" hasrat tersebut. Umar Ali, Ketum Perhimpunan Rakyat Nusantara sendiri melalui website resmi Kab. Bima menyatakan analisisnya mengenai pembentukan Provinsi Sumbawa (sumber). Menariknya, dalam analisisnya, beliau mengakui bahwa kepentingan politik menjadi pertimbangan yang penuh dengan tarik-ulur. Pertimbangan administrasi memang sifatnya kuantitatif, ada batas jelas antara terpenuhi/lolos dengan tidak. Namun ketika menyerempet ke ranah politik, maka garuk-garuk kepala jadi hal yang wajar.

Memekarkan wilayah, apalagi sampai ke level menjadi provinsi tersendiri tentu bukan perkara yang gampang. Masyarakat Indonesia mempunyai tipikal sensitif terhadap perbedaan, sekecil apapun. Maka tak heran ketika ada secuil pihak yang mempunyai keinginan tertentu, termasuk di dalamnya mendirikan provinsi tersendiri, maka isu yang digulirkan adalah "adanya perbedaan (identitas) dengan provinsi asalnya saat ini. Entah itu, kebudayaan, isu primordalias, hingga kesenjangan ekonomi. Jika melihat sejarah panjang pemekaran, tiga hal ini kerap mewarnai berbagai perubahan struktur administrasi kepemerintihan daerah di Indonesia.

Ada beberapa "oknum" yang gagal memaknai arti dari pemekaran wilayah sebagai cerminan dari otonomi daerah. Narcisme daerah dianggap sebagai tujuan, padahal bukan itu tentunya tujuan otonomi daerah. Mungkin narcisme daerah masih mending (menurut saya hehee), namun parahnya yang kerap muncul adalah penguatan dominasi golongan politik tertentu di daerah baru tersebut. Alhasil pasca dibentuknya daerah baru, perhatian ditujukan untuk mempertahankan dominasi, bukan bagaimana caranya mengembangkan wilayah tersebut agar berdaya saing.

Kenapa harus berdaya saing? Ya iyalah, secara usia tentunya sudah tertinggal jauh dari daerah lain, pengalaman juga minim, plus infrastruktur mulai dari nol. Jika tidak berdaya saing, apa bedanya ketika masih menjadi bagian dari daerah sebelumnya? Secara investasi gagal, secara moral nihil tanggung jawab.
Maka otonomi daerah bukanlah tujuan, melainkan gerbang untuk mengembangkan potensi daerah. Jika hanya membagi "potongan pizza", maka tinggal menanti akumulasi kehancuran struktur pemerintah se-Indonesia :)

Flesch/Flesch–Kincaid readability tests

Dalam sebuah review traffic artikel, muncul sebuah istilah yang pertama kali saya dengar, yaitu Flesch/Flesch–Kincaid readability tests. Agak bingung malah mengira ini istilah biologi. Eh eh eh, ternyata ini terkait tentang pengukuran kemudahan user mencerna konten sebuah tulisan. Konsepnya sederhana, yaitu mengkalkulasi isi tulisan berdasarkan suku kata, kata, dan kalimat di dalamnya. Pemakaiannya di dalam implementasi SEO diuraikan sebagai berikut, Google dalam memberikan layanannya tentu akan mengarahkan user ke dalam tulisan yang secara pembahasaan lebih mudah dicerna. Dengan pengarahan kepada tulisan yang lebih mudah dicerna, maka kredibilitas Google di mata user akan lebih terjaga karena user merasa diuntungkan dengan rujukan Google.

Menariknya, ada statement " The Flesch/Flesch–Kincaid readability tests are readability tests designed to indicate comprehension difficulty when reading a passage of contemporary academic English."
Jadi, apakah hasil tes ini untuk Bahasa Indonesia valid? Sejauh ini belum ada klaim resmi yang mengiyakan.

Awalnya konsep ini diterapkan di dalam lingkungan tentara USA (jadi inget sejarah internet hehee) "The Flesch–Kincaid" (F–K) Reading grade level was developed under contract to the United States Navy in 1975 by J. Peter Kincaid and his team.[A]


Berikut ini formula perhitungannya (paham nggak? saya sih nggak hehee)



206.835 - 1.015 \left( \frac{\text{total words}}{\text{total sentences}} \right) - 84.6 \left( \frac{\text{total syllables}}{\text{total words}} \right).
[B]
Scores can be interpreted as shown in the table below.
ScoreNotes
90.0–100.0easily understood by an average 11-year-old student
60.0–70.0easily understood by 13- to 15-year-old students
0.0–30.0best understood by university graduates

Malah jadi mbayangin ini dijadikan topik riset dalam bidang komputasi -_-"

Sumber :
[A] Kincaid, J.P., Fishburne, R.P., Rogers, R.L., & Chissom, B.S. (1975). Derivation of New Readability Formulas (Automated Readability Index, Fog Count, and Flesch Reading Ease formula) for Navy Enlisted Personnel. Research Branch Report 8-75. Chief of Naval Technical Training: Naval Air Station Memphis.
[B] http://www.editcentral.com/gwt1/EditCentral.html

tentang seorang pemimpin

Pemimpin itu seperti lokomotif, ketika dia berangkat maka seluruh gerbongnya akan berangkat (khotib Sholat Jumat kemarin)

Dan memang begitu adanya. Kedisiplinan lokomotif akan menentukan kedisiplinan gerbong-gerbongnya. Memang, masih mungkin gerbong berjalan tanpa lokomotif, misalnya dengna didorong orang-orang sedangkan lokomotif sedang asyik isirahat *masinisnya sedang nonton bola, contohnya. Tapi bagaimana hasilnya?

Maka, ketika dirimu menjadi seorang pemimpin, tanamkan kedisiplinan yang dimulai dari diri sendiri

Masih seputar transportasi, bila kita belajar dari sebuah bus yang berisi sopir dan penumpang, maka ada pelajaran yang berharga. Bus tentunya mempunyai trayek alias jalur alias jurusan. Sopir merupakan pimpinan bus dimana dia mempunyai keinginan untuk membawa bus tersebut dari tempat asal menuju ke tujuan. Sedangkan penumpang punya kepentingan yang berbeda-beda. Jarang ada penumpang yang naik dari pool bus berangkat hingga tempat akhir bus tersebut. Kebanyakan naik di awal kemudian turun di tengah jalan, ada yang naik di tengah jalan dan turun di tengah jalan lainnya, ada pula yang naik di tengah jalan lalu berhenti di tempat tujuan yang sama dengan si bus. Untuk yang turun di tengah jalan pun mereka kadang berganti dengan bus lain. Begitulah rutinitasnya.

Sama dengan sebuah organisasi. Ketika seorang pemimpin mempunyai anggota yang berbeda tujuan akhir alias visi, maka yang terjadi adalah hengkangnya si anggota di tengah jalan. Anggota menjadikan organisasi tersebut hanya sebagai tempat numpang lewat ke tujuan mereka sebenarnya.

Maka ketika dirimua menjadi seorang pemimpin, arahkanlah anggotamu agar satu visi sehingga soliditas terjaga

Rekomendasi SEO dan Plug in

Rekomendasi plugin
Alkisah dalam sebuah proyek, dilakukan proses perbaikan traffic website yang entah mengapa mengalami kemerosotan drastis. Berbagai perkiraan disampaikan oleh masing-masing personel tim. Ibarat acara "Seconds to Disaster", maka satu per satu kemungkinan sebab diujikan terhadap berbagai argumentasi dengan kalkulasi *yang membuat saya termangu* :p

Dari sekian kemungkinan yang masih berpotensi sebagai "dalang" dari kemerosotan ini, salah satunya adalah kurangnya optimalisasi SEO. Padahal dalam pengerjaan website ini, plugin tentang SEO sudah dipasang, namun kenapa malah seperti ini hasilnya. Well, ternyata faktor pemasangan plugin tidak dibarengi dengan pemakaian rutin pada tiap artikel yang diterbitkan. OK, langsunglah dibahas pemakaian plugin tersebut.

Wah, ternyata plugin ini cadas juga ey. Tiap kali meng=update suatu artikel, maka akan muncul lampu indikator yang menggambarkan tingkat optimalnya parameter-parameter SEO yang dipergunakan. Dan ternyata memang *jengjrengggg*, banyak indikator yang masih bisa dieksplorasi untuk meningkatkan optimalisasi SEO ini.

Focus keyword, yaitu kata kunci yang jadi patokan Google dalam memberikan rekomendasi artikel kepada pembaca. Semakin kuat focus keyword, maka nilai rekomendasinya semakin tinggi. Sek sek, " kuat" dimananya? Kekuatan terletak pada focus keyword juga dimuat dalam article heading, page title, page URL, content, serta meta description. Untuk content, semakin banyak focus keyword ditemukan, maka kekuatannya semakin besar, sedangkan pada 4 elemen lainnya, bukan hal yang mudah untuk memunculkannya berkali-kali *apalagi di judul masa kata-katanya diulang-ulang terus*.

SEO Title, kalau menurut Yoast, definisinya begini "The SEO Title defaults to what is generated based on this sites title template for this posttype.". Kalau masih bingung, SEO Title itu yang akan muncul sebagai judul ketika muncul berbagai rekomendasi artikel. Misal kita nyari Telkom University, maka yang biru-biru itulah SEO Title


Meta description, merupakan penjelasan dari website ketika muncul di sebagai rekomendasi dalam temuan Google. Misal kita nyari artikel Telkom University, maka yang tulisan hitam di bawah URL, itulah meta description. Singkat kata, ketika muncul berbagai hasil rekomendasi Google, maka user tentunya akan membaca sekilas tentang aturan, nah sekilasnya itulah yang merupakan meta description sehingga menjadi patokan user untuk menentukan apakah artikel ini yang dicari atau bukan.

Meta keywords, ketika menyusun abstrak di sebuah skripsi kan ada tuh kata kunci, nah meta keyword sama dengan itu. Jumlahnya boleh lebih dari satu nih :)

Heading, baik h1, h2, h3 dkk, itu menjadi patokan Google untuk mendeteksi tingkat nyambung nggak-nya artikel dengan kata kunci yang telah diberikan sebelumnya

Image alt tag, ketika menyisipkan sebuah gambar, tentu akan sulit bagi Google untuk memberi penilaian seberapa kuat tingkat kenyambungan gambar dengan artikel (kan tujuan gambar untuk menguatkan konten artikel), maka Google akan menilainya dari Alt Text yang diberikan. Padahal, bagi sebagian penulis, pemberian Alt Text sering diabaikan. Sistem di kebanyakan website, termasuk WordPress adalah mengotomasi Alt Text dengan nama image, maka disarankan memberi nama image yang mengandung focus keyword *sehingga Alt Text-nya akan otomatis terisi focus keyword

Flesch Reading Ease test, yaitu sebuah formulasi yang menghitung tingkat kerumitan bahasa yang digunakan pada konten. Formula ini sederhananya menghitung keruwetan artikel berdasarkan rata-rata banyaknya suatu kata dalam satu kalimat serta banyaknya suku kata dalam satu kata. Konsekuensinya, kalimat majemuk tentu akan mempunyai keruwetan semakin tinggi. Kenapa ada penilaian seperti ini? Singkatnya, Google sebagai search engine tentu menjaga reputasi di mata user-nya dengan memberi rekomendasi artikel dan user pun tentu berharap disuguhi artikel yang tidak hanya sesuai kebutuhan, tapi juga mudah dicerna. Maka, parameter kemudahan mencerna itulah yang direpresentasikan dengan FRET ini.

Jumlah kata minimum dalam artikel. Lha, kok malah ada parameter ini? Buat apa? Well, percaya atau tidak, kita sebagai user dari layanan search engine tentu berharap memperoleh artikel yang komplet, bukan yang seiprit-iprit, maka Google akan menghitung banyaknya kata dalam sebuah konten artikel sebagai pertimbangannya, malah direkomendasikan jumlah minimalnya 300 kata. Dan oleh karena itu, pemberian shortcode pada konten artikel, perlu dikaji lebih dalam, memang, adanya shortcode memudahkan author dalam mengirimkan informasi, bahkan dapat dispesialkan CSS dan jQuery-nya, namun kalkulasi juga total kata yang dihitung oleh sistem di Google. Namun juga, kembali lagi pada strategi dan prioritas dalam mengelola konten. Baca ini dan ini

Outbound link alias hyperlink yang mengarah ke luar artikel

Nah, sebagai akhir dari artikel ini, saya mau mempromosikan plugin yang jadi "asisten" saya dalam mengolah tingkat optimalisasi SEO di artikel-artikel yang saya kelola, yaitu

Yoast WordPress SEO


Oke...selamat mencoba kawan :)

untuk tempat paling menyejukkan

Mau yang berlokasi dimanapun
Mau yang berwarna apapun
Mau yang berdekorasi apapun
Mau siapapun yang menjadi sesama jemaah dalam sholat
Masjid... tetaplah menjadi tempat yang menenangkan, mententramkan, dan memberi banyak pelajaran tentang betapa kecilnya kita di hadapan-Nya

Bismillakhirokhmannirakhim ^_^

The Four Stages of Learning

The learning process has often become more difficult than necessary because of the bad feelings people get when they make mistakes in learning. The bad feelings come from judgments like, "not doing it right," "not good enough," "can never learn this," etc.

Ironically, not doing it right and making mistakes are vital steps in the learning process. Yet too often our attention goes to trying to avoid the bad feelings, rather than to the learning at hand. Understanding the four stages of learning a skill can help keep the learning process focused on learning to do something, and not feeling bad about ourselves for not already knowing how. Here are the four stages of learning as uncovered by Abraham Maslow:

1. Unconscious Incompetence

"I don't know that I don't know how to do this." This is the stage of blissful ignorance before learning begins.

2. Conscious Incompetence

"I know that I don't know how to do this, yet." This is the most difficult stage, where learning begins, and where the most judgments against self are formed. This is also the stage that most people give up.

3. Conscious Competence
"I know that I know how to do this." This stage of learning is much easier than the second stage, but it is still a bit uncomfortable and self-conscious.

4. Unconscious Competence

"What, you say I did something well?" The final stage of learning a skill is when it has become a natural part of us; we don't have to think about it.

Using the example of learning to drive a car, as a child I first thought that all I needed to do was sit behind the wheel and steer and use the pedals. This was the happy stage of unconscious incompetence.

Sumber : http://processcoaching.com/fourstages.html

12 Elemen pada Homepage

Dua hari lalu, pasca-evaluasi tampilan website di sebuah proyek di PAJ, saya mencoba browsing tentang kajian mengenai panduan konten dalam homepage di sebuah website. Sepintas gampang, sejenak yang sering terpikir adalah suasana ramai. Opsss, ternyata perlu berpikir yang "dalam".

Salah satu artikel di hubspot.com memberi paparan tentang 12 elemen penting yang harus ada pada homepage sebuah website yang menawarkan layanan kepada pengguna internet,
Apa saja?

Sumber: hubspot.com


  1. Headline, singkat, deskriptif, dan menjawab pertanyaan "apa yang ditawarkan"
  2. Sub-headline, ringkasan penawaran, tampilkan secara unik dan menunjukkan nilai yang spesial. Persuasif namun tidak narcis
  3. Benefit, jelaskan kenapa harus memakai dan bagaimana bila mengabaikan tawaran ini, tentunya dengan bahasa yang menarik
  4. Primary Calls-to-Action (CTA), berisi alur yang akna dilalui oleh konsumen ketika memutuskan memakai layanan yang ditawarkan. Jangan membagi langkah-langkah tersebut ke dalam tahapan yang panjang karena memberi kesan bahwa user kurang "dimanjakan"
  5. Features, berisi item-item spesial yang akan diperoleh oleh user ketika mempergunakan layanan ini
  6. Customer Proof, pasang testimoni dari mereka yang pernah memakai layanan ini. Perhatikan kekuatan individu pemberi testimoni yang memberi rekomendasi, faktor "siapa dia?" tentu memberi kontribusi yang signifikan
  7. Success Indicators, sajikan bukti berupa statistik maupun pengharagaan yang menunjukkan kualitas yang telah dicapai oleh layanan ini.
  8. Navigation, sediakan navigasiyang jelas dengan memperhitungkan kebutuhan user, misalnya daftar harga, portofolio, daftar klien, profil perusahaan
  9. Supporting image, pengguna komputer didomminasi oleh orang yang sibuk dan efisien dalam memakai internet (sibuk kerja, pulsa terbatas dll). Kesan yang mudah melekat dengan kesempatan terbaca yang sempit tersebut adalah menampilkan visual yang mendukung, tidak harus perfeksionis, setidaknya sesuai konteks dan mengarahkan user untuk percaya bahwa produk kita merupakan jawaban dari kebutuhan user
  10. Content Offer, mengignat waktu pemakaian internet yang terbatas, sediakan beberapa file yang bisa disimpan oleh user, sehingga sifatnya accessable without internet, misalnya company profil. 
  11. Resources, menurut web ini, 96% visitor sebuah web dalam kondisi belum siap membeli, bisa dibilang sedang mencari rujukan/pembandingan layanan. Maka sediakan layanan informasi tambahan kepada user untuk berinteraksi lebih lanjut dalam mempelajari layanan yang ditawarkan.
  12. Secondary CTA, Ada tipikal user yang ingin membaca web hingga selesai barulah mengambil keputusan untuk memakai layanan tersebut atau tidak. TIpikal user yang demikian perlu diakomodasi dengan secondary CTA.

Nikah vs Minder

Usia kepala 2, dalam pergaulan sekitar maka yang sering dibahas adalah tentang pernikahan, entah itu bermotifkan bercanda ataupun serius. Sejenak ada perasaan lumrah, tapi, tak berarti topik itu seenaknya orang umbar sebagai bahan orbolan, seolah bumi yang luasnya berjuta-jut akm2 ini tidak ada topik lain yang dibahas. Sempat terbesit, kenapa ketika sesama anak muda yang ditanyakan adalah "kapan situ nikah?", wel... jarang dijumpai pertanyaannya "kapan situ naik haji?" "kapan situ lailatul qodr?"

Untuk dua pertanyaan terakhir, saya belum menemukan statistik yang memakarkan data kuantitatif usia rata-rata masyarakat Indonesia menunaikan ibadah haji serta usia rata-rata masyarakat di Indonesia meraih lailatul qodr. Berbeda dengan data tangiable yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia rata-ratanya menikah pada usia 24 (ini sumbernya). Maka dua pertanyaan terakhir pada paragraf sebelumnya memang sulit dibuktikan penyabab kenapa jarang ditanyakan dalam percakapan anak muda usia 20-an, sedangkan pertanyaan "kapan nikah" bisa dilumrahkan. Konsekuensinya suka tidak suka, lapangkan hati ketika pertanyaan itu muncul di saat yang tidak tepat. Anda punya kesempatan untuk marah, tapi Anda jug apunya kewajiban untuk memahami teman anda (yang barangkali tidak punya topik lain untuk diobrolkan, mungkin dia sudah terlalu sibuk agendanya sehingga berharap Anda mengabarinya juah-jauh hari hari pernikahan anda agar dia bisa datang).

Pernikahan...
Ah, ternyata ada yang lebih njelimet dibandingkan setumpuk coding-an website Indonesia Kreatif. Berada di tengah obrolan tentang itu memang serasa seerti mengasah pisau, bermanfaat tapi salah-salah malah ada yang menusuk di hati. Alhasil semua rupa prasangka buruk berdatangan layaknya banjir bandang. Kenapa? Dalam kenyataannya tidak semua orang mempunyai pengalaman yang manis tentang segala hal bertajuk "pernikahan". Sangat mungkin ada momen terkait hal itu yang bisa membuat orang menjadi penampar berdarah dingin apabila diledek tentang topik ini.

Saya sendiri dengan tipikal introvert mempunyai cara tersendiri menyikapi topik tersebut. Selama pembahasan berujung pada kebermanfaatan dan saya berkesempatan membantu kawan saya yang menjadi lawan bicara (at least menjadi pendengar yang baik) maka it's fine. Tapi segera berinisiatiflah alihkan channel diskusi jika menanyakan tentang rencana saya terkait topik itu.

Sebab  detail apa, tidak akan pernah saya sampaikan di sini, intinya saya dalam kondisi larut dalam keminderan yang biasa dan terjebak dalam anggapan ketidaklayakan pada diri saya. Semua orang agaknya hobi mencibir opini saya, meremehkannya, dan memvonis saya tidak kapabel untuk berada di jalur itu. Entah standar mereka yang terlalu tinggi atau memang kapabilitas saya yang ecek-ecek bin abal-abal. Beberapa kejadian sekitar pun mengindikasikan aura negatif, satu per satu teman saya yang mempunyai rencana matang terkait hal itu malahan tumbang dengan berbagai alasan. Mengutip frase milik Hajime Saito "know that normal if you lost", maka memang normal bagi seorang manusia, terlebih laki-laki terpecundangi harga dirinya apabila mengalami kegagalan terkait topik itu, tapi siapa yang tidak merasa ikut sakit hati ketika teman sendiri yang dipecundangi? Terlalu banyak kasus negatif naas yang berserakan di sekitar saya terus terang mempengaruhi mental saya dalam berpikir jenih terkait topik itu. Rasa-rasanya sangat riskan untuk mengambil sikap. Pernah optimisme menjadi selimut untuk menatap segala macam tantangan. Tapi entah kenapa perlahan namun pasti pesimismelah yang berkuasa di benak. Segala ucapan yang mengucilkan optimisme pada diri ini, sungguh menyebalkan, membodohkan, dan menggilas saujanaku, tanapa mereka sadari orang yang mereka robohkan benar-benar kesulitan untuk bangkit dan tangan merekapun dikepalkan ke langit tanpa gembira, bukan dijulurkan untuk membantu.

Segala ilmu agama, diri ini terlalu minder dengan kecethekan ilmu ini.
Segala kalkulasi finansial, diri ini pun latah dengan tudingan ketidakmampuan oleh mereka.
Segala preparasi tentang jalur geografis agaknya bualan belaka.
Segala ide-ide yang sempat aku gulirkan pada wujud peta dan tulisan tentang masa depan, hmmm, entah ada di folder mana.
Apakah memang sudah kronis rasa minder ini? Mungkin

Fokus saat baru bisa pada 4 hal
- Meringankan beban orang tua
- Mencari beasiswa
- Menjaga adik
- Belajar mengurangi rasa minder, dan ini yang paling sulit tercapai

Diri ini tak pernah ingin menjadi seorang peminder, apalagi peminder sejati
Diri ini dari dahulu terus merangkak dan berganti berjalan walau tanpa teman yang peduli dan bantu memapah
Diri ini masih menggenggam secuil optimisme yang tersisa
Hanya dua yang masih aku percayai, perintah-Nya dan pertolongan-Nya

Pemekaran... Solusi Pemerataan Potensi Indonesiakah?? [1]

Sebuah tulisan lama yang dibuat saat masih di BEM KBM IT Telkom

Berikut cuplikan kilas balik pemekaran wilayah administratif di Indonesia dalam lingkup provinsi
  • 8 provinsi pada awal kemerdekaan Indonesia : Sumatra, Borneo(Kalimantan), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil.
  • Sela Orde lama terbentuk Sumatera Utara, Sumatera Tengah(yang pada 1957 dipartisi menjadi Jambi, Riau, sumatera Barat), Sumatera Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, DKI Jakarta, DI Aceh, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
  • Di Era Orde Baru hanya terjadi satu pemekaran yaitu pada 1967 Provinsi Bengkulu lahir dari sebagian Provinsi Sumatera Selatan.
  • Di orde reformasi diresmikan provinsi baru berikut:
-Maluku Utara, ibukota Ternate(4 Agustus 2010 pindah ke Sofifi) pada 4 Oktober 1999
-Banten, ibukota di Serang, dimekarkan dari Jawa Barat pada 17 Oktober 2000
-Kepulauan Bangka Belitung, ibukota di Pangkal Pinang pada 4 Desember 2000
-Gorontalo, ibukota di Kota Gorontalo dimekarkan dari Sulawesi Utara pada 22 Desember 2000
-Irian Jaya Barat, kemudian menjadi Papua Barat, ibukota di Manokwari di 11 November 2001
-Kepulauan Riau, ibukota di Tanjung Pinang pada 25 Oktober 2002
-Sulawesi Barat, ibukota di Mamuju pada 5 Oktober 2004

    Syarat pengajuan prvinsi baru ada pada 3 aspek sebagaimana PP Nomor 78 tahun 2008:
      • Syarat administrasi, yaitu kesepakatan masyarakat yang akan membentuk provinsi baru, berupa:
        -Keputusan tiap DPRD Kabupaten/Kota calon cakupan calon provinsi melalui rapat paripurna
        -Kepuputasn bersama bupati/wali kota cakupan calon provinsi
        -Keputusan DPRD provinsi induk melalui rapat paripurna
        -Rekomendasi menteri
            • Syarat teknis, berupa kemampuan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, sosial budaya, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintah daerah yang dikaji berupa indikator.
              • Syarat fisik meliputi cakupan wilayah(untuk provinsi minimal 5 kabupaten/kota), lokasi claon ibukota, sarana dan prasana pemerintahan.
                Sekedar informasi, pada Maret 2010 lalu ada 7 RUU pembentukan provinsi baru dimentalkan karena belum memenuhi syarat administrasi, yaitu Calon Provinsi(CP) kalimantan Utara, CP Papua Tengah, Sulawesi Timur, Aceh Leuser Antara, Aceh Barat Selatan, Papua Barat Daya, Papua Selatan. Entah apakah suatu saat status “calon” itu akan berganti menjadi “provinsi” remsi ataukah tidak hanya waktu yang akan menjawabnya. Di luar itu pun banyak sekali wacana pembentukan provinsi baru, diantaranya Sumatera Timur, Tapanuli, Nias, Cirebon, Surakarta, Muria Raya, Madura, Jawa Utara, Kapuas Raya, kalimantan Barat Daya, Barito Raya, Kotawaringin Raya, Luwu Raya, Flores, Papua Tengah, Pasundan(isu Jawa Barat berganti nama provinsi).

                Meng-goal-kan pembentukan provinsi baru memang (dan tentunya) tidak semudah membentuk kabupaten/kota baru. Persyaratan yang ketat ini direncanakan untuk lebih ditambah lagi mengingat pada kenyataannya banyak gejolak yang timbul yang erat kaitannya dengna politik dalam arti upaya saling memperebutkan dominasi atas ideologi kepartaian menjadi isu yang marak dalam pengajuan provinsi. Selain itu faktor budaya yang beraneka ragam tak jarang pula dijadikan alasan. Namun hal tersebut sebenarnya perlu dikaji dengan sangat dalam. Apalagi bila terjadi kegagalan maka penganulirannya bukan hal yang segampang menekan Ctrl+Z. Misalnya terbentuk provinsi A, maka sebuah sekolah pun harus mengganti stempelnya, anggap “hanya” Rp 40.000,00 kalikan dengan jumlah sekolah di provinsi itu, misalnya 2000, maka akan ada perputaran uang Rp80.000.000,00.

                Saat ini Kementerian Dalam Negeri terus menggodok aturan baru yang lebih ketat mengenai pemekaran provinsi agar lebih menghasilkan daerah baru yang lebih berkualifikasi serta prospeknya terbukti cerah. Wacana pembentukan provinsi baru, baik yang sudha berupa RUU maupun sekedar penggalangan massa di masyarakat, jangan sampai hanya menimbulkan fanatisme kedaerahan yang sempit. Karena pada dasar dan sudah sangat mendasar bahwa kita adalah Indonesia

                Hidup Indonesia

                Target pekan ini membuat artikel mengenai kondisi pemekaran wilayah dengan studi kasus realisasi lapangan vs ide-ide "khayangan". See u in next post, in syaa Allah

                Tentang Sekarung Memori

                Sekarung memori itu berisi berbagai kilogram sajian tentang persahabatan, rivalitas, romantisme, elegi, aksi heroik, kecerobohan, kebengalan, kecerdikan, ah entah apa lagi di muatan karung itu.

                Alkisah sekelompok bocah dari sebuah generasi (generasi ini yang kelak di suatu hari menjuluki diri mereka sebagai GANAS58). Tanpa jumlah yang pasti hingga laga akhir, mereka menikmati segala rupa interaksi sebagai sesama generasi. 

                Persahabatan, jika harus ditulis contohnya satu per satu, maka bisa jadi novel yang tebalnya melebihi KBBI. Mari mengulas sisi lain bernama 'rivalitas'. 'rivalitas' yang satuperdua bertajuk adu idealisme dan satuperdua lainnya bertajuk adu narcis. Adu idealisme menyikapi berbagai problema yang ada menjadi aku benar-benar tergoreng dalam konflik satu angkatan. Ada yang ngotot dengan idealisme X, ada yang keukeuh dengan idealisme anti-X, ada yang anti-konflik, ada yang hanya diam sok tampan di tengah konflik, ada juga yang masih sibuk pushup lantaran menjadi topscorer jatah pushup saat itu (that's me :)). 
                Rivalitas itu pula yang tak dipungkiri mendasari puas vs tidak puas serta layak vs tidak layak, baik yang bersifat kolektif maupun individu, well, keluh kesah tentang rivalitas itu kelak akan menjadi pelajaran untuk, terus memperbaiki diri :)
                Perbedaan instruksi juga tak lepas dari momen-momen itu, mungkin lebih tepat "instruksinya sama, yang ngomong juga sama, tapi ga tahu kenapa yang masuk telinga beda", itulah kocaknya perdebatan warna jambu yang harus dibawa di H-1. Ketika mayoritas mendengar merah dan minoritas (saya doank sih sebenarnya) merasa mendengar putih, maka faktor tahu diri (baca: ngerasa sering tidur saat pembacaan instruksi) menjadikan si minoritas akhirnya ngalah. 
                Entah adakah yang mengingat bahwa hampir semua cowo (sok) ganteng di generasi ini memilih masuk kelas 'pendobrak', hanya satu orang yang memilih masuk kelas 'penegas'. Agaknya diksi 'pendobrak' memang sangat mengesankan kegarangan dan kemachoan :p. Alhasil, seluruh cowo (sekali lagi diperjelas "sok") ganteng itu pun kena omelan karena dianggap tidak dewasa dalam menentukan pembagian kelas sehingga pembagian kelas pun dilakukan secara sepihak oleh kakak kelas.

                Romantisme, yummy, siapa sih tidak merasa diperlakukan spesial ketika segerombolan anak-anak yang terlunta dengan berbagai kekurangannya plus berbagai tantangan, justru saling memberi support, saling membangkitkan semangat, dan (ini nih yang bikin demen) saling membuatkan santapan pengusir lapar. Apa tidak romantis, berhujan-hujanan satu angkatan itu berlari-larian layaknya FTV (yang gagal tayang), malam-malam menyusuri rawa-rawa sambil membopong tas yang berat (namun tak seberat beban hidup). Siapa sih yang mengelak arti romantisme perkawanan ketika 3 orang menyusul jejak padahal di tempo hari mereka telah tertinggal. 
                Elegi, 7 hari yang membuat air mata menetes ketika harus menenteng "tas yang tidak biasa". 7 hari yang melelahkan ketika jam tidur harus dikurangi. 7 hari yang menguras emosi ketika harus menyaksikan sesama rekan beradu argumen (kecuali saya yang masih sibuk pushup :v). 7 hari yang menjepit kenaifan ketika bingung memilih melanjutkan perjuangan ataukah balik kanan bubar jalan. 7 hari yang apabila dianalogikan dengan masakan, maka sebagian dari kami harus kegosongan daya juang sehingga percaya diri jadi modal yang tersisa saat menatap berbagai lelikuan rumah tangga di keluarga ini (sori kalau bahasanya nggak nahan). Tapi dari elegi-elegi ini pula kami saling menjulurkan tangan, saling memapah, saling memberi logistik (jadi ketika ada tugas bawa ini itu, tentunya yang nggak bawa, nah di saat itulah, yang punya kelebihan stok mendonasikannya).

                Aksi heroik pun tak luput dari kisah hari-hari itu. Ketika sebuah pertanyaan tentang kelayakan oleh kakak kelas 2 dengan penuh gagah berani dijawab oleh dua orang dari kami. Melihat keberanian mereka, berbagai komentar garang pun terlontar ke arah mereka. Namun tanpa secuil pun gentar ataupun mundur (mungkin karena tidak semapt mengajukan pembatalan jawaban). Kebengalan layak direpresentasikan dengan kolaborasi menikmati kudapan di kantin dan hanya berdua. Sementara itu yang lain hanya bisa berbugam "dasar bocah bandel". Bengal itu juga diucapkan ketika salah satu diiantara kami mengakui memanjat pagar untuk berangkat sekolah. Aih, ngapain pula memanjat pagar (yang seingat saya tinggi mencapai 2 meter -___-". Bengal itu juga ketika walkout lantaran terkekang berbagai tekanan, entah mungkin identitas sebagai manusia membuat diri ini berpikir "kenapa harus di-pressure terus layaknya bandeng presto ?".
                Kecerobohan, wah bisa jadi komik puluhan jilid nih bila dikulik. Cerita tentang tidurnya seorang bocah saat perjalanan malam yang nyaris ditinggal di pinggir makam. Kecerobohan dalam mematuhi tata tertib wah tidak terhitung. Namun tatkala bercakap-cakap tentang kecerobhan maka akan sering terceloteh pula tentang segala wujud akal-akalan yang kita sebut kecerdikan. Tatkala sebuah game sore hari berupa pengumpulan peralatan makal jadi ajang berpikir nyleneh. Game tersebut berisikan instruksi mengumpulkan item utgas lalu lari, bila sesuai kriteria item tugasnya maka lari 4 kali, bila salah maka 5 -6 kali. Seorang bocah asal Margasari dengan ide briliannya malah selalu lari 5 kali, bukan karena fisiknya yang tangguh tapi karena hanya membawa sebagian item tugas, singkat kata si bocah Margasari ini mengulur waktu, dan itu sukses :). Bermodalkan kecerdikan pulalah, si bocah Margasari ini kebagian jatah makan malam 3 porsi.  

                Ternyata sudah hampir 8 tahun sejak 7 hari itu
                7 hari yang melegenda
                7 hari yang inspiratif 
                7 hari untuk dikenang
                7 hari tentang sekarung memori

                17 Januari 2013

                Tahun lalu ditemani setumpuk kertas dengan judul berkas kelengkapan sidang.
                Agaknya rasa lelah dalam menapaki tangga kelulusan itu masih tersisa. Segenap rasa syukur patut dikedepankan.

                Sidang skripsi bukan segalanya. Tapi di situ banyak pelajaran terpetik.

                Tentang cara berpikir ilmiah
                Tentang konsistensi atas sebuah pilihan
                Tentang dahsyatnya doa orang tua
                Dan tentang terbukanya mata bahwa hidup tidak tamat saat sidang rampung.

                Durasi sisa umur siapa yang tahu
                Tapi akan bagaimana diisinya, kitalah yang bertindak

                Tesis...
                Apakah terlalu dini memikirkannya
                Entah..

                Rotation is so ordinary

                Foto itu diambil 2 Jan 2014. Ceritanya makan-makan farewell-nya mba Intan, editor tim Portal IK. Tim IK malah itu full team, malah nyulik Kang Yuda dan Kang Ali.

                Tanpa terasa sudah lebih dari 2 pekan dari momen itu. Dan ternyata rotasi "pemain" belum selesai. Kang Toto direncanakan tampil di Parekraf dalam pengonsepan ekoni kreatif, kendati demikian, dia masih dilibatkan dalam pengembangan portal IK. Kang Irvan, rencananya dialihkan ke proyek branding dari Parekraf. Nandik, pun difungsikan utk proyek2 PAJ Group, sehingga sulit untuk fokus 100% di IK.

                Well, apapun alasannya dan efeknya, rotasi adalah hal yang normal bin biasa dalam sebuah proyek. Keluar masuk individu bisa dibilang wajar.

                Semoga Allah memberi yang terbaik dan kami pun berjuamg dengan kemampun teroptimal, dimanapun itu

                :)

                Sisi lain #BragaCulinaryNight

                Inspirasi ini datang saat ngobrol dengan seorang maestro bernama kang Afdan. Kurang lebih intinya gini:

                Saat dan pasca Braga Culinary Night muncul berbagai keluhan tentang berbagai kekurangan event tersebut, khususnya minimnya tempat sampah yang tersedia. Di satu ini ini jelas kekurangan panitia. Tapi di #SISILAIN bisa diambil simpul bahwa pengunjung (termasuk saya) yang notabene didominasi warga Kota Bandung cuma dan masih bisanya mengeluh tanpa ada yang berinisiatif memberi solusi.

                Well... Mungkin timbul pertanyaan "Lho kan kita pengunjung, masa musti ngurusin gituan? Buat apa gunanya panitia?"

                Jawabannya ringkas...
                Ini tentang tanggung jawab dan rasa peduli dan memiliki

                Jack in All Trade but Master in None

                Frase idiomatik itu saya dapat ketika baca blog-nya Shiddiq. Kalau diartikan kurang lebih maksudnya adalah karakter orang yang bisa (walau sekedarnya) di berbagai bidang, tapi tidak ada satupun yang dikuasai secara mahir. Kalau di dalam sepakbola, istilahnya ada pemain yang bisa jadi kiper, jadi bek, gelandang, hingga striker, namun di semua posisi tersebut, dia tidak bisa memainkannya di atas level rata-rata. Ambil conntoh lain, seorang lulusan DKV tidak mempunyai spesifikasi tertentu. Dia mengerti konsep desain website sedikit, sedikit mengerti pula desain media cetak, olah multi media pun sedikit-sedikit.

                Dalam kasus bidang studi saya, informatika, maka jamak ditemui karakter mahasiswa yang ngerti sedikit tentang database, ngerti sedikit tentang pemrograman multimedia, ngerti sedikit tentang jaringan, ngerti sedikit tentang proses dokumentasi. Kondisi berkebalikannya adalah ketika seorang mahasiswa informatika, dia sangat expert di bidang evolutionary and adaptive system (opoooo iki???), namun ketika ditanya tentang bidang selain itu, dia hanya garuk-garuk kepala.

                Dalam kasus "Jack in All Trade but Master in None", maka penentu positif atau negatifnya terletak pada bagaimana dia mengelola softskill-nya. Mengapa demikian?

                Ada seorang bocah, sebut saja dia "Zainal" (kenapa Zainal? karena sekarang sedang nonton Persepam vs Persija dan komentator tadi nyebut nama Zainal Arief). Zainal seorang alumni informatika dengan karakter Jack in All Trade but Master in None.

                Kondisi pertama, sebuah korporasi membutuhkan seorang programmer dengan spesifikasi menguasai dasar website, tidak perlu tingkat dewa19, cukup mengertai skema programming dan konfigrasi jaringan. Ke depannya, akan disediakan upgrrading kepada si programmer untuk meningkatkan kapabilitasnya. Selain itu proyek akan dimulai dua pekan lagi setelah orientasi kerja, dengan demikian masih ada waktu untuk training. Dalam kasus ini, Zainal mempunyai peluang besar untuk memenuhi rekruitasi ini.

                Kondisi kedua, korporasi di sebelahnya mencari ahli bidang database. Proyek sudah dimulai dan memasuki masa implementasi serta tidak ada sumber daya untuk dialokasikan training kepada karyawan baru yang berkarakter seperti Zainal. Dengan demikian peluang Zainal lolos rekruitasi kecil.

                Kondisi ketiga, Zainal diberi kepercayaan menjadi seorang PM (Project Manager, bukan Pembuat Masalah lho). Kriteria PM yang mempunyai pengetahuan luas walau tidak terlalu spesifik tentu menjadi celah bagi Zainal untuk cocok di posisi ini.


                Itu baru tiga contoh, sedangkan di dunia riil, contoh yang tersedia akan sangat beragam. Tidak ada rumusan yang eksak ataupun mutlak dalam memvonis seseorang di dunia kerja. Apakah karakter Jack in All Trade but Master in None berperan positif ataukahh tidak, sekali lagi tidak bisa dijustifikasi begitu saja. Penentu sukses karakter orang yang demikian akan ditentukan bagaimana kondisi tempat rekruitasi, ketersediaan kesempatan untuk meningkatkan kapabilitas di bidang yang pemahamannya hanya sebatas Jack. Dan yang lebih penting lagi adalah bagaimana nperan softskill untuk menempatkan kondisi diri agar berada di lingkungan yang tepat, mempromosikan diri, serta memotivasi diri untuk mau mempertinggi kapabilitas.

                Saran untuk yang berkarakter Jack in All Trade but Master in None

                Jangan minder, karena orang yang berkarakter Jack in All Trade but Master in None ternyata punya kelebihan yang jarang dimiliki oleh orang lain yang berkarakter "spesialis", yaitu mampu melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut.

                Asah softskill, khususnya yang berkaitan bidang yang harus dimatangkan. Softskill yang mutlak diperlukan untuk orang berkarakter Jack in All Trade but Master in None adalah komunikasi. Latih komunikasi sehingga kekurangan yang dimiliki tidak menjadi batu sandungan. Dengan komunikasi yang lincah, orang akan tetap mempercayakan suatu tugas kepada kalian. Tak hanya itu, dengan kejelian berkomunikasi, kesempatan menjadi entrepreneur justru akan lebih besar. Dengan bermodalkan komunikasi, kita dapat menjadi "promotor" karya orang-orang yang spesialis, bukankah itu artinya kita membuka lapangan kerja? :)

                Perluas pergaulan. Jangan mengurung diri di kamar, apalagi meratapi nasib di bawah pancuran/shower T_T. Bergaulah dengan orang-orang yang mempunyai kapabilitas lebih lanjut di bidang yang kalian tidak kuasai. Ketika menjadi seorang web developer, maka suatu saat akan terjadi berbagai permasalahan yang membutuhkan pengetahuan tentang server, desain grafis, hingga finansial. Nah, dengan memperluas pergaulan, kekurangan dapat diantisipasi.

                Pahami jalur karir. Sebagaimana diutarakan di kasus pertama, kedua, dan ketiga, maka seseorang harus tahu kecocokan rekruitasi yang diikutinya dengna karakter yang dimilikinya. Bagi yang berkarakter Jack in All Trade but Master in None, maka pastikan jalur karir yang akan dilalui mampu menerima kekurangan yang dimiliki dan cocok dengan kelebihan yang dipunyainya.

                Akhir kata, tak perlu risau jika kalian tipikal Jack in All Trade but Master in None. Rezeki sudah ada yang mengatur, tugas kita berikhtiar sebaik mungkin :) awali dengan mengenal karakter diri :)

                Braga Culinary Night

                Bandung, lagi-lagi menyuguhkan event kreatif yang sayang untuk dilewatkan di awal tahun 2014 ini. Nama acara yang jadi sorotan saya adalah Braga Culinary Night. OK tiga kata di nama hajatan ini sudah mendeskripsikan acara tersebut, where: Braga; what: Culinary; when: Night. Dengan menggaet social media sebagai sarana menghebohkan promosi, acara ini memang sukses menyedot atensi masyarakat Kota Bandung dan sekitarnya untuk hadir, bahkan kaum urban dari Jakarta pun ada yang sengaja mampir ke acara ini. Saya sendiri termasuk kategori kedua sekaligus ketiga dimana tugas meliput dari studio Indonesia Kreatif jadi alasan penguat untuk datang dan menikmati relaksasi otak setelah berhari-hari (harusnya) ngoding di studio. 

                Peliputan kali ini terdiri dari 3 orang, yaitu Ferri (kontributor asal Bandung), Sari (desainer tim IK yang jadi fotografer) dan saya sendiri. Event ini harusnya kick off pada 18.00 namun karena faktor cuaca terjadi keterlambatan. Kejadian penuh nostalgia sudah terasa ketika menginjakkan kaki di sini sejak jam 5 sore dimana ko berseliweran anak Telkom University dan alumninya, oh ternyata kawan-kawan di TOS juga berpartisipasi di acara ini :)

                Sore menjelang Maghrib (ya iyalah..masa sore menjelang Subuh :v)

                Suasana di Konferensi Pers

                Bada Maghrib, kami bertiga langsung meliput di press conference di La Braga dimana langsung dihadiri oleh Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil. Di kesempatan tersebut beberapa pesan beliau sampaikan. Pertama mengenai tujuan dari acara ini, yaitu untuk mewujudkan kebanggaan akan Kota Bandung. Hal ini memang betul, salah satu cara untuk meningkatkan pembangunan "lahir dan batin" adalah mengawalinya dengan membangkitkan rasa cinta dan bangga terhadap kota tersebut. Dan selama ini ancaman terbesar yang selama ini membayangi pembangunan di Kota Bandung adalah faktor kebanggaan. Tujuan lain penyelenggaraan acara ini tentunya menjaga kelestarian kuliner di Indonesia. Selain itu, alasan yang tak kalah pentingnya adalah menyajikan acara yang meningkatkan kegembiraan bagi masyarakat Kota Bandung (dan sektiarnya hehee). Intinya tidak usah terlalu serius dengan berbagai problema yang ada, bersenang-senanglah dan nikmatilah.

                Bahan dasar mi rebus dan bakso, tapi pengolahannya menarik pisan ey

                Pengen ngejus? Genjot sepeda heula mang

                 Sepanjang malam itu, jalanan Braga memang disulap jadi pasar malam dengan berbagai suguhan kuliner yang beraneka ragam. Ada yang murah, agak mahal, nyaris mahal, mahal, mahal banget (fuzzy pisan). Memang segmennya terbuka untuk berbagai kalangan, usia, jenis kelamin dll, termasuk anak kos (saya masih berkutat di kasta ini). Penampilan gerai-gerai makanannya pun variatif, ada yang memakai gerobak, ada yang truk, ada yang table booth, ada pula yang menyihir mobil Volksw*agen.

                Suasana malam itu memang berjubel berdesakan, alhasil kita sebagai reporter kesulitan mencari foto yang menarik maupun korespondensi, tapi.... bukankah itu tantangan yang mengasyikan bagi reporter ya? Yang pasti eksistensi Sari selaku fotografer dan Ferri selaku penulis sangat menyenangkan disambi dengna diskusi tentang seputar kreativitas di acaranya.
                Yang agak mengherankan, ternyata selain kawan-kawan TOS, masih banyak berserakan mahasiswa Telkom University di situ (termasuk alumninya). Ada Ihsan Himatel, ada Nastain IF01, ada Tegar BTS, Ega IF04, Bima TE, dan masih tak terhitung lagi. Mereka tampaknya menjadikan acara ini sebagai momen melepas penat pasca-UAS. Padahal di kawasan kampus, tiap Minggu ada ada event serupa, yaitu Dayeuhkolot Culinary Morning. Nah ini nih, udah mau pulang mendadak muncul gerombolan yang sangat familiar, they are AI Labz, bahhhhh ngapain jauh-jauh ke Braga kalau ketemu mereka wkwkwk. Alhasil pulangnya pun saya dibajak untuk bareng mereka (apa malah saya yang masang tampang mupeng y? hehe)

                Rame pisan

                Kekurangan ternyata harus dijumpai di event ini. Pengelolaan sampah sisa konsumsi belum terkelola baik. Begitu pula information center yang agak membingungkan tempatnya. Selain itu, eksistensi makanan lokal masih belum bisa beradu dengan makanan temporer, khususnya terkait jumlah gerainya. Well, dengan status penyelenggaraan pertama tentu segala kekurangan masih berseliweran, namun bukan orang kreatif tentunya bila tidak bisa menghadirkan solusi ayng kreatif. Ayo, siapa yang punya ide solutif? Ngacung !!!

                Well, event kreatif apa lagikah yang bakal memancing saya kembali ke Bandung? :)

                Merah Gundah

                Sore di Pasar Rebo kehujanan, namun malah dapat inspirasi bikin lagu. Cerita ada laki-laki yang berkunjung ke walimahan. Namun si mempelainya adalah perempuan yang didambanya. Dia tidak mutung/pundung. Dia hadir dan turut mendoakan kebaikan bagi mereka.

                Terjuluki pecundang
                Celoteh orang tentangku
                Yamg beraibkan gagal
                Kalah menggapai hatimu

                Dan bila hari itu tiba
                Momen yang ditulis pada undangan
                Sakral sucinya ikatan itu
                Mungkin takkan laysk bila aku yang dampingimu

                Maka tak perlu hiraukan hadirku
                Yang tak lebih dari kawan
                Pintaku sekedar bahagialah kau
                Dengan pilihanmu yang terbaik

                Sampailah aku pada titik berselisih hening
                Menghampirimu yang berbalut gaun anggun
                Salamku langsung pada paduan cemerlang ini
                Sadarku jemarimu terlingkari pada janji

                Tiada yang berantakan
                Tak satupun kataku yang menghujat
                Walau sayup sindiran mengejekku

                Ah bukankah hidup itu beragam wajah
                Sendu itu hanyalah halte
                Tanpa pelipur aku terus berjalan
                Bersandar pada prasangka baik pada-Nya

                Face the problem you made

                Poster itu muncul di TrollFootbal bulan lalu pasca pengundian perdelapanfinal UCL.
                Chelsea merupakan klub yang melambungkan nama Didier Drogba. Meskipun Marseille yang mengenalkan Drogba, namun Chelsea-lah yang menjadi Drogba sebagai "monster" yang ditakuti se-Eropa. Kebangkitan CheaHengkang dari Chelsea, Drogba sempat berpetualang di Tiongkok sebelum akhirnya membela Galatasaray, klub yang jadi rival Chelsea di perdelapan UCL nanti. Walaupun sudah berganti kostum, Drogba masih identitas dengan Chelsea. Chelsea sudah banyak memasang bintang di langit persepakbolaan Eropa, tapi Drogba dia sudah bertahun-tahun jadi simbol kebangkitan Chelsea.


                Kalau dalam keseharian, kita sering berhadapan dengan masalah yang di masa lalu kita perbuat. Di masa lalu kita asyik mengerjakan berbagai proyek yang menurut kita mengasyikan, namun suatu saat nanti akan tiba masa dimana kita berhadapan dengan kondisi yang disebabkan apa yang kita buat tersebut.

                Internet itu Menggoda



                ANY COMMENT?? ^_^

                Berkenalan dengan Sodium

                Dapat dari website Moveondiet tentang analisis kebutuhan nutrisi berupa natrium alias sodium. Dengan perilaku makan yang konsumtif, ternyata kecenderungna yang terjadi saat ini bukanlah kekurangan sodium, melainkan kelebihan sodium. Berikut selengkapnya

                Cukupkah Batasi Makanan Asin?

                Penyakit darah tinggi sering dikaitkan dengan pembatasan makanan yang memiliki rasa asin. Namun tak hanya makanan asin saja yang perlu dibatasi. yang terpenting adalah kandungan natrium atau sodium dari makanan atau minuman yang dikonsumsi.
                Natrium atau Sodium memiliki peran penting dalam tubuh. Natrium merupakan zat esensial bagi kesimbangan cairan, kekuatan otot, dan fungsi saraf. Namun sebagian besar dari kita mengonsumsinya dalam jumlah yang berlebihan. Kebutuhan minimal tubuh manusia akan garam sebetulnya hanyalah 69 miligram per hari. Petunjuk diet rendah garam dari Amerika menyarankan untuk orang normal membatasi jumlah konsumsi garam per hari tidak melebihi 2.300 miligram per hari. Sedangkan untuk usia 51 tahun keatas atau mempunyai penyakit seperti tekanan darah tinggi, penyakit ginjal, atau diabetes, maka dibatasi tidak melebihi 1.500 miligram per hari. Bagi orang sehatyang rajin berolahraga berat sampai sedang, maka diijinkan mengonsumsi garam sampai 3.000 miligram per hari. Untuk sebagai gambaran, 1 sendok teh garamdapur setara  dengan 2.300 miligram natrium.
                Rumusan kimia dari garam adalah NaCl. Komponen utama yang dihindari pada garam sebetulnya adalah elemen Natrium (Sodium) itu sendiri. Pasalnya, sodium tidak hanya terdapat pada garam saja, namun juga dapat ditemukan pada banyak makanan lainnya yang tidak harus dalam bentuk asin. Minuman kola, penyedap rasa, baking soda, kecap, dan saus adalah beberapa contohnya.
                Mungkin akan membutuhkan waktu agar anda terbiasa menjalankan diet rendah garam, namun usaha ini akan terbayar nantinya. Dengan diet ini, resiko serta perjalanan penyakit seperti tekanan darah tinggi, gagal jantung, gagal ginjal kronis, diabetes dapat dicegah menjadi lebih buruk.
                Berikut ini adalah daftar makanan yang termasuk memiliki kandungan natrium yang tinggi.

                • Garam dapur: 1 sendok teh garam dapur mengandung 2300 mg natrium, yaitu jumlah maksimal yang disarankan untuk dikonsumsi.
                • Kaldu bubuk atau kaldu blok: 5 gram atau 1 blok kaldu mengandung 1200 mg natrium. Setengah dari batas asupan natrium yang direkomendasikan
                • Baking soda: salah satu bahan dalam pembuatan kue ini mengandung 1300 mg natrium dalam setiap 1 sendok teh
                • Daging dalam kemasan: Garam sudah sejak dahulu digunakan dalam pengawetan daging. Dalam 1 lembar daging burger mengandung 416 mg natrium
                • Pretzel: 15 keping pretzel mengandung 1715 mg natrium
                • Keju: ternyata keju juga merupakan makanan yang memiliki kadar natrium yang tinggi. Dalam 100 gram keju, terkandung 1705 mg natrium.
                • Saus: Saus teriyaki sebanyak 1 sendok makan mengansung 690 mg natrium, sedangkan 1 sendok makan kecap asin mengandung hingga 1024 mg natrium.
                • Mie instan: Mie instan juga merupakan makanan yang tinggi natrium. Dalam 1 bungkus mie instan terdapat 1140 mg natrium.
                • Sayuran kaleng: Jangung dengan krim dalam kaleng mengandung 730 mg natrium

                Dalam memilih makanan, jangan lupa selalu memperhatikan label Informasi Nilai Gizi yang tertera pada kemasan. Bacalah kandungan Natrium per saji untuk mengetahi seberapa banyak natrium yang dikonsumsi. Jangan cepat percaya dengan makanan yang menyatakan rendah natrium. Makanan bebas natrium adalah makanan dengan kadar natrium kurang dari 5 mg per saji. Kadar natrium sangat rendah bila kurang dari 35 mg natrium per saji, sedangkan rendah natrium berarti makanan tersebut mengandung natrium kurang dari 140 mg per saji.
                Selamat memilih makanan sehat untuk Anda!

                Referensi:
                Salt Dhocker Slideshow: High Sodium Surprises.http://www.webmd.com/diet/ss/slideshow-salt-shockers


                Bandung Kreatif

                Hampir tiap hari membaca berita tentang fenomenalnya Kota Bandung, terutama dari rekan-rekan yang masih berkeliaran di Bandung Raya. Harus diakui beberapa ide yang dimunculkan oleh Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil. Pencapaian di 2013 dirangkum di alamat berikut >> http://issuu.com/ridwankamil/docs/kaleidoskop_2013_megatron

                Go Online, beuh.. Ini jadi pendobrak birokrasi :)

                Kreatif banget bikin program yang mencerdaskan intelektual dan finansial. Dikemas dalam kreativitas dengan tujuan yang jelas

                Tadinya penasaran "ko Selasa nggak ada? eh langsung nemu jawabannya"



                Dua kalimat ini muncul di akhir slide. Entah kenapa saya tersentuh dengan kalimat-kalimat persuasif tersebut.

                Memang ada yang berpikir antipatik menganggap ini hanya pencitraan ditambah media yang lebay. Namun harus disadari bahwa kasus yang terjadi adalah Kota Bandung. Lha ada apa dengan Kota Bandung?

                Kota Bandung memang unik. Ketika Yogyakarta dikenal dengan kreativitas budaya, maka Bandung menerjemahkan kreativitas lebih ke arah kontemporer. Sikap narcis (dalam arti positif) dan gaul ber-IT merupakan salah satu khas karakter Kota Bandung. Dengan demikian program kerja yang "gaul", berkarakter IT, dan juga "narcis" (sekali lagi dalam konteks positif). Faktor kebanggaan akan apa yang dilakukan tentunya menjadi karakter yang menjadikan program kreatif yang diselenggarakan akan secara cepat disebar.

                Semangat berkreatif Kota Bandung

                Call For Paper and Conference: 2nd ICOICT 2014

                Further info: http://www.icoict.org/

                Eksklusif vs Inklusif ??

                seringkali kita mendapati komentar orang mengenai organisasi kita, diantara komentar tersebut yang kadang agak kurang enak didengar dan selalu terus ingin dibantah adalah sebuah opini "organisasi loe eksklusif". Eksklusif, ya entah parameter apa yang mereka gunakan untuk mebnggelari organisasi kita eksklusif.

                Organisasi lahir/dibentuk dari sebuah identitas, entah itu formal ataupun non-formal. IDentitas ini bagi organisasi formal tentunya dimuat dalam sebuah produk hukum, entah itu undang-undang, anggaran dasar, anggaran rumah tangga, maupun produk hukum lainnya. Kesamaan identitas ini pun didudkung adanya kesamaan secara psikologis tentang identitas mereka. Bagi organisasi non-formal yang tidak punya produk hukum,  secara batin mereka merrasa punya suatu kebersamaan. FC Barcelona, tentunya punya sebuah identitas yang sama. Bahkan gank anak remaja yang (sebut saja) AGSKS (Anak Gahol Super Kece Sukabirus) pun walau tidak ada AD ART, mereka telah menetapkan sebuah lingkaran yang membedakan mereka dengan orang di luar lingkaran tersebut.

                Identitas merupakan sebuah keunikan yang pada awalnya telah dijadikan sebuah patokan untuk mengeksklusifkan diri dari mereka yang tidak memenuhi identitas ini. Apapun bentuk organisasinya, selama dia mempunyai identitas maka organisasi tersebut bersifat eksklusif. Titik.

                Ah nggak kok, organisasi saya nggak eksklusif kok, kita siap kerja sama dengan siapapun.
                Antiteori ini sering kita dengar, namun ada perbedaan definisi yang menjadi panutan. Lha terus bener nggak berarti klaim tersebut?

                Dengan adanya identitas, maka organisasi akan bersifat eksklusif. Namun belum tentu dengan interaksinya.

                Interaksi suatu organisasi bersifat sosial dimana dia pastinya akan berinteraksi dengan individu maupun organisasi lain di luar "lingkaran"-nya. Interaksi tersebut dapat berupa kerja sama, saling mendiamkan, atau bahkan saling menyerang. Dengan demikian, ketika orang mengklaim organisasinya tidak eksklusif, maka ketidakeksklusifannya terletak pada interaksinya dan pada kenyataannya, interaksi organisasi dengan entitas di luarnya pasti bersifat inklusif (lawan dari eksklusif).

                Yang jadi permasalahan adalah bagaimana pengelolaan interaksi dengan entitas di luar organisasi agar sikap inklusifnya ini membawa dampak positif. KEeksklusivitas suatu organisasi berumber dari identitasnya, maka identitasnya inilah yang jadi parameter bagaimana organisasi tersebut "memilih cara berinteraksi" dengan organisasi/individu lain, apakah dengna hubungan yang baik atau buruk ataukah acuh tak acuh. Ketika hubungan yang terjalin baik, maka orang akan mengecapnya organisasi yang tidak eksklusif, walaupun sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa eksklusivitasnya sudah mutlak.

                Ada lagi sebuah antiteori berupa "organisasi kita sifatnya terbuka ko". Memang pendapat ini tidak salah karena memang banyak komunitas yang memilih wujud keanggotaan yang super sukarela, intinya gini "kalau situ mau gabung silahkan, akalu udah nggak mau di sini nggak kita susahin ko". Well, sikap itu pun sebenarnya cerminan dari eksklusif dengan pembahasaan yang lebih "jinak". Ketika identitas yang jadi alasan kebersamaan dikedepankan maka orang di luar organisasi dapat bergabung, dan ketika identitas tersebut dirasa tidak lagi sama ataupun tidak membuat nyaman maka dia keluar. Intinya teuteup eksklusif kan?

                Kesimpulannya, daripada memikirkan "eksklusif ga sih organisasi gue", mending sibukkan organisasimu dengan kegiatan yang bermanfaat bagi orang lain

                Graphics Standard Manual, apaan tuh?

                Bah.....
                Istilah apa pula ini?
                Semacam istilah bidang apa ya?

                Saya sendiri baru mendengar istilah ini menjelang PPKI 2013 Indonesia Creative Power. Ketika itu, tim IK di studio Indonesia Kreatif sedang riweuh membawas GSM (graphic standard manual) untuk logo Indonesia Kreatif. Awalnya saya hanya mengira sekedar membuat sebuah pernyataan logo resmi yang dipakai. Ternyata tidak begitu doank pemirsa o_O. Banyak hal yang diulas di GSM. Sempat berpikir, "yaelah ngapain sih? Berasa sakral banget". Namun setelah menelaah *ceilah bahasanya* ternyata GSM merupakan suatu langkah untuk mengelola sebuah produk seni agar dapat digunakan dengan sesuai di berbagai media, baik cetak maupun massa. 

                Proses pembuatan massal sebuah logo akan menimbulkan berbagai risiko, misalnya salah warna, kurang terbaca dll, sehingga pemakaiannya menjadi kurang optimal. Dan, GSM sebagai acuan/standar memegang peranan untuk meminimalisasi kekurangoptimal pemakaian logo. 

                Nah, terus isi dari GSM itu apa sajakah?

                • Visual logo asli

                Tebak logo IT yang benar yang mana? Atas (sumber) atau Bawah (sumber)?

                • Makna logo, tentunya akan aneh ketika sebuah logo ditafsirkan dengan banyak maksud oleh pemakainya. Solusinya, tetapkan filosofi logo secara resmi dan cantumkan di GSM-nya.
                Contoh: Arti kiasan logo Gerakan Pramuka, yaitu tunas kelapa (sumber : PramukaNet)


                • Proporsi ukuran, lazimnya perbandingan lebar dengan tingginya. Ada pula yang menambahkan ukuran minimalnya. Ukuran di sini, baiknya dijelaskan dalam pixel serta meter(at least centimeter).



                • Warna yang dipilih (RGB dan CMYK-nya). Terkait pewarnaan, tentukan pula mekanisme pewarnaan dalam kondisi penayangan logo dalam versi monokrom, contohnya dalam grayscale. Ada kalanya logo dimuat di kaos yang mempunyai keterbatasan warna yang dipakai, maka perlu ada acuan bagaimana menjaga kualitas di tengah keterbatasan tsb (biasanya warna sablonnya cuma satu :p)

                Sumber : MCTC


                • Jenis huruf yang dipergunakan untuk logo yang mengandung unsur tulisan

                • Margin tulisan, tujuan adanya margin ini sebagai patokan memberi jarak logo dengan elemen visual lainnya dalam sebuah publikasi

                Sumber : Twitter.com

                • Modifikasi layout/susunan logo ketika ditayangkan dalam wujud portrait maupun landscape
                Sumber: Kitchener

                • Detail-detail modifikasi logo yang tidak diperkenankan alias yang dilarang. Di bagian ini, jangan terlalu aneh-aneh membuat aturan, pastikan larangan yang dibuat mempunyai dasar yang jelas.

                Sumber : Deca

                • Implementasi logo pada sejumlah media cetak atau elektronik, misalnya sebagai kop surat, stempel

                Contoh implementasi logo Creighton University pada kartu nama sumber : creighton.edu

                • Turunan logo, dipakai untuk mengatur pemakaian logo dari instansi di bawahnya yang mempunyai korelasi dengan pemilik utamanya. Misalnya sebuah pada Universitas Indonesia yang logo makaranya pada tiap fakultas berbeda.

                Sumber : Acakadul

                • Logo terdahulu, tujuannya tidak hanya untuk menghargai sejarah, namun juga sebagai penjelasan mengenai keterkaitan dengan logo terdahulu dan masa berlakunya.

                  Perkembangan teknologi saat ini sangat pesat, baik komputer maupun percetakan. Sangat mudah meng-copy-paste sebuah gambar logo dan juga membawanya ke konveksi. Di titik itulah kualitas menjadi taruhan atas kemudahan itu

                  Semoga bermanfaat kawan ^_^