Tren e-Government 2017 Retribusi Online dan sejenisnya

Tahun 2017 nanti rasa-rasanya tren e-government bakal membidik prses bisnis pembayran retribusi pajak, maupun penerimaan negara lainnya secara online. Alasannya sederhana, pada tahun 2016 masih terjadi insiden korupsi yang terkait pembayaran dari masyarakat ke negara. Acapkali terjadi 'kelebihan' uang yang disengaja sebagai 'produk' dari perilaku korupsi.

Contoh yang mulai diterapkan adalah sistem e-Tilang. Sudah bukan rahasia umum jika tilang identik dengan korupsi yang mencederai wibawa Polisi. Tahun 2017 tentu menjadi 'ajang percobaan' apakah SI/TI bisa menjadi penangkal adanya perilaku korupsi yang menjangkiti aparat dan masyarakat. Tentu bukan perkara mudah karena pengguna aplikasi ini adalah se-Indonesia yang artinya sangat banyak plus kemahiran menggunakan aplikasi SI-nya pun beragam. Jelas tantangan yang unik.

Apabila aplikasi ini sukses, bukan tidak mungkin pemerintah berinisiatif untuk membangun aplikasi serupa dengan lingkup lebih luas. Saya berharap ada aplikasi personal untuk tiap WNI dimana salah satu fiturnya mirip e-banking, yaitu monitoring pembayaran pajak, denda tilang, dll. Dengan demikian informasi apa saja yang harus dibayar oleh seseorang kepada negara dapat diketahui dengan transparan.

Tren Bisnis Digital 2017 User Generated Contents

UGC alias User Generated Content sebetulnya bukan barang baru di Indonesia. Sejak masuknya berbagai brand social media, macam Facebook, Twitter, dsj, praktis masyarakat Indonesia sudah menjadi pengguna UGC. Indonesia terhitung sebagai negara papan atas jika ditijau dari statistik pengguna social media, baik Instagram, hingga Facebook. Beberapa kegiatan, termasuk yang non-formal malah menjadikan trending topic sebagai bagian dari strategi pemasaran sekaligus indikasi kesuksesan publikasinya. Selain social media, sejumlah web portal juga mengadopsi skema UGC. Fenomena itu tidak hanya media yang sifatnya multinasional seperti Tripadvisor, World Economy Forum, media di Indonesia pun pede menjalankan UGC sebagai strateginya. Sebagai contoh, lihatlah Good News from Indonesia, Selasar, Kaskus, Kompasiana, mereka praktis mengandalkan kepiawaian masyarakat untuk memproduksi konten. Sisi positif bagi finansial mereka adalah menekan ongkos mengirimkan wartawan mereka. Citra si media tentu akan tertimpali efek positif karena 'dianggap' mengakomodasi atau pro terhadap suara masyarakat.

Kini semua orang bisa menulis, inilah dampak masif penerapan UGC. Apakah hal ini positif, hehee tergantung sudut pandang serta kasus tiap konten yang dihasilkan. Sebagai contoh, penerapan UGC untuk artikel kepariwisataan barangkali tidak memancing kontroversi. Tapi bagaimana jadinya jika penerapan UGC ini di ranah sektor politik bahkan SARA, pemerintah sudah kewalahan. Jika yang menulis terafiliasi secara profesional sebagai wartawan, barangkali pemerintah bisa melacak sekaligus menenetukan regulasi yang tepat untuk mengantisipasi konten yang debatable. Namun dengan UGC ini terbuka masyarakat, selama ybs mematuhi persyaratan di media tersebut, maka pemerintah Indonesia di tahun 2017 ini harus bekerja lebih keras. Jika dari aspek finansial dan citra ada manfaat positif bagi pengelola media, maka ada pula manfaat positif bagi masyarakat. Manfaat pertama adalah kebebesan berekspresi di era keterbukaan informasi publik. Manfaat kedua tentu akses karir yang lebih terbuka. Dulu menjadi wartawan di media massa adalah karir yang panjang, sedangkan kini semua orang bisa menjadi wartawan 'amatir'. Tentu manfaat ini dibayar mahal dengan beragamnya kualitas informasi yang kita peroleh. Sangat mudah artikel yang diproduksi oleh netizen bergelar doktor dikeroyok oleh artikel dari netizen yang identitasnya fiktif. Who will confirm their validity...

Baik sekarang kita lihat dari sisi bisnis, apakah penerapan UGC ini masih menjadi alternatif yang menggiurkan di industri/bisnis digital, khususnya di tahun 2017

Menengok manfaat bagi si pengelola media, penerapan UGC sebetulnya sudah terang-terangan menjadi alternatif untuk menekan ongkos produksi. Cara megnapresiasi wartawan profesional yang terjadi di era 1960-an  s.d. 1990-an sudah dikonversi menjadi berbagai apresiasi yang 'kreatif' bagi para wartawan 'amatir'-nya. Beberapa media masih megganjar kontributor di sistem UGC-nya dengan sesuatu yang berwujud dan bernilai finansial. Namun beberapa media malah melumuri kontributornya dengan sesuatu yang imajinatif. Sebagai contoh, salah satu web ulasan pariwisata yang menganugerahkan metatag virtual berupa badge  kepada kontributornya sesuai level konten yang disetorkan. Silakan hitung berapa dolar yang dikeluarkan untuk meminta programmer  menambahkan fitur tersebut, hehee.

Dari sisi konten, jelas konsep UGC merupakan alternatif untuk mengumpulkan sumber daya intelektualitas yang tidak bisa diukur dengan skala apapun. Bayangkan saja sebuah website fotografi yang tidak punya kamera tapi kontennya terus tumbuh tiap detik, itulah Instagram. Bayangkan Kaskus yang terus lestari sebagai pemasok berita gaul tiap hari.

Tren Bisnis Digital 2017: e-MICE,e-Tourism, dan e-Ticketing

Bisnis digital tampaknya masih mendominasi berita dinamisnya industri TI di Indonesia. Pertumbuhan pengguna serta kesadaran mengepakkan sayap bisnis di lingkungan 'virtual' menjadi pelecut bisnis digital eksis di tahun 2017. Bahkan, tidak sekedar eksis namun juga menggelora. Dan salah satu bisnis digital yang akan semakin berkembang adalah e-MICE. Terus terang, awalnya saya hanya memilih terminologi e-MICE. Namun seiring literatur tentang lingkupnya, saya rasa dua terminlogi berikut perlu disertakan, yaitu e-tourim dan e-ticketing.

e-MICE secara umum mengacu pada penerapan bisnis digital di bidang sosial-humaniora terkait MICE alias Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitons. Keempatnya tidak tersekat sempurna, artinya ada irisan. Nah, saya tidak ada membahas maksud ataupun lingkup keempatnya, melainkan bagaimana penerapan e-MICE ini. Kegiatan-kegiatan yang melibatkan empat hal ini sudah dari 2015, bahkan 2013 lalu sudah jamak di-IT-an dengan mengonversi sebagian proses bisnis ke ranah digital. Beberapa proses bisnis yang dikonversi ini antara lain publikasi serta mekanisme partisipasi. Sebagai contoh, silakan simak bagaimana bagaimana banyak kegiatan yang menerapkan regitrasi atau reservasi secara daring, mulai dari konsep L'arc en Ciel hingga Piala AFF. Atau bagi akademisi yang aktif mengikuti acara seminasi dimana proses registrasi serta pengiriman dokumen partisipasi yang memafaatkan platform, baik yang sudah terintegrasi maupun yang masih berjalan silo. Jika pernah menggunakan Eventbrite, artinya Kawan sudah pernah menggunakan produk dari e-MICE. Di Indonesia bisnis e-MICE agaknya belum semenjamur bisnis digital lainnya macam marketplace. Alasannya sederhana, model bisnis ini membutuhkan koneksi yang luas serta proses bisnis tiap kegiatan yang kompleks. Khusus untuk urusan kompleksitas, bisa jadi akan ada beberapa startup di tahun 2017 yang membidik e-MICE dengan lingkup hanya sebagian proses bisnis. Peluang berkembangnya sangat lebar lantaran kompetitor yang tidak sebanyak marketplace. Soal konten, jangan khawatir. Ini era global dimana bisnis e-MICE di Indonesia tidak berarti harus kegiatannya di Indonesia. Bisa jadi bisnis yang dibangun menghubungkan Indonesia ke luar negeri. Ya walaupun Indonesia tidak pernah sepi agenda kegiatan MICE sih hehee. Ada banyak konser, ada banyak seminar, ada banyak pameran, dan lain-lain.

e-Tourism memang baru memanaskan persaingan bisnis digital di paruh kedua tahun 2016. Alasannya karena pariwisata di Indonesia memang sudah bukan rahasia bakal membludak di dua masa, kisaran Idul Fitri serta kisaran akhir tahun. Praktis beragam diskon diumbar menjelang dua momen tersebut, mulai dari diskon transportasi, diskon penginapan, hingga diskon paket wisatanya. Saya yakin bahwa gelontoran diskon ini masih terus meramaikan kotak masuk e-mail member-nya. Yang perlu dipertanyakan adalah sejauh mana pengelola objek wisata mau 'terjun' meramai bisnis digital ini. Selama ini urusan e-tourism memang masih didominasi oleh penyedia jasa penunjang pariwisatanya, mulai dari transportasi hingga penginapan plus biro wisatanya, tapi geliat pengelola objek wisatanya masih rendah. Sulit mengubah situasi ini di 2017 karena kebanyakan pengelolaan objek wisata menganut pola pikir 'tunggu perintah dari atas' seingga cenderung pasif dalam mengambil inisiatif, apalagi yang terkait isu SI/TI. Di Indonesia sendiri, saya melihat banyak startup yang sudah mengambil ancang-ancang untuk 'terjun' di e-tourism ini. Menariknya, mereka tidak menjual jasa langsung, melainkan 'menjajakan' informasi alias sebagai pusat informasi tentang informasi tertentu. Barangkali yang menjadi tolok ukur adalah Tripadvisor.

e-Ticketing barangkali yang paling ramai perangnya di tahun 2016. Dan saya yakin perangnya bakal semakin ramai di tahun 2017 nanti. Lihat saja tiket apa yang belum tersedia online/daring. Semua maskapai penerbangan sudah menyediakan layanan tiket secara daring. Pun dengan kereta api yang oleh si pemain monopolinya, yakni PT KAI, telah dieksplotasi proses bisnisnya dengan nuansa SI/TI. Malah sejumlah pemain bisnis digital di bidang transportasi sudah menunjukkan peranannya sebagai 'one stop solution' untuk urusan pesan tiket, mulai dari Traveloka, Pegipegi, Nusatrip, dll. Yang ingin saya simak di tahun 2017 adalah apakah ada perang di luar harga. Praktis persaingan e-ticketing memang berkutat di dua hal, yaitu akses mendapatkan tiket, termasuk kecepatan, serta harga tiket itu sendiri. Belum ada yang berani melakukan inovasi persaingan, termasuk di Indonesia. Apakah di tahu 2017 ini juga sama...

Menuju Gerbang S3

S3 itu  memang didominasi "intervensi" Allah. Dari observasi sejauh ini, S3 alias doktoral alias Ph.D. merupakan lajur yang sangat 'sakral' dengan nuansa yang menimbulkan pertanyaan, apakah saya bisa. Sebagai gambaran, di prodi S3 Ilmu Komputer UI belum genap 100 orang doktor yang mampu 'diproduksi'. Apakah ini pertanda ekosistemnya sangar. Pun dengan pesan kenalan doktor asal Malaysia yang berbisik, 'kata supervisor saya dulu, kuncinya PhD itu satu, tahajud'. Wallahualam atas subjektivitas penilaian tersebut. Sejauh ini saya hanya bisa mengobservasi bapak/ibu/kakak senior yang sedang menjalaninya. 

Jenjang S3 dari sudut pandang manapun tentu berbeda dengan S2, apalagi S3. Dari sisi usia, mahasiswa S3 didominasi Up-24, ingat itu 'Up', bukan 'U' sebagaimana U-19, U-23. Usia di atas 24 karena dengan usia lulus SMA 18 tahun, masa studi normal S1 4 tahun serta S2 2 tahun, artinya rata-rata seseorang paling cepat memulai studi S3 adalah saat menjelang 25 tahun. Tentu kasus seperti Emil Dardak relatif jarang. Usia 25 sudah jelas apa yang menjadi aktivitas rutinnya. Bekerja di instansi tertentu ataupun wiraswasta, bahkan mungkin mengelola rumah tangga. Artinya konsentrasinya tidak sekedar studi belaka. Di sini tapak jelas bahwa manajemen waktu merupakan modal yang berharga dalam memasuki gerbang serta mengarugi petualangan di belantara S3.

Saya sendiri memang mulai menjajaki kemungkinan yag lebih serius terkait per-S3-an. Faktor pendorong ada dua dan sungguh menghitung waktu tekanannya pada saya. Pertama jenjang S3 sudah mulai dijadikan syarat bagi yang ingin permanen di dunia perdosenan ataupun peneliti. Kedua adalah kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan diri dengan cara yang terpadu dan formal.

Untuk menuju gerbang S3, banyak yang perlu saya siapkan. 'menuju gerbang'-nya lho, belum mengarunginya hehee. Pertama untuk menjawab, 'mau dimana' karena pertanyaan ini ibarat nanya ke mantan 'kenapa kita dulu putus' alias bakal panjaaaaaang ulasan dan pertanyaan lanjutannya. Saya perlu mencari dan memilah kampus mana yang sesuai. Sesuai di sini pun kriterianya panjang, mulai dari program studi, topik riset, lokasi kampus, iklim dan budaya sosialnya, dan tidak lupa mekanisme pendanaannya bagaimana. Well, di balik poin pertama ini artinya banyak yang perlu saya siapkan. Belum lagi terkait cara saya dan keluarga saya bertahan hidup selama saya menjalani program doktoral. Jelas bukan perkara mudah, apalagi jika Allah menempatkan saya tidak di Indonesia. Inilah poin kedua yang tidak bisa disepelekan. Saya perlu berupaya agar istri dan anak saya tidak kelaparan selama saya mengerjakan penelitian doktoral saya. Opsi sebagai dosen luar biasa ataupun nge-proyek jelas tidak seleluasa saat ini. Ketiga, saya harus mematangkan rencana kehidupan saya jika saya, insyaAllah, lulus dari program S3. Terus terang kondisi ideal berbekal ijazah S1 dan S2 untuk berpuas diri mencari pekerjaan sambil wisuda tidak saya alami. Memang pada akhirnya Allah mengalokasikan takdir yang luar biasa pasca-lulus S1 dan S2, namun saya harus bisa meningkatkan upaya untuk mempersiapkannya lebih awal. Singkat cerita, saya harus punya gambaran matang, karir seperti apa yang saya bangun sebagai doktor nantinya.

Maka persiapkanlah sebaik dan sematang mungkin agar Allah menyuguhkan bingkisan terindah sebagai ganjaran atas kesungguhan kita.

Mirai Sekai translation

Osanai koro yumemite ita
Uchū ryokō seigi no hīrō
Kowakatta kai butsu-tachi mo
Gingakei o nukedete andoromeda e to

Hitomi tokimeka senagara
Mitsumete ita ehon
Osanai koro yumemite ita
Mirai sekai ukabu kuruma

Kowakatta robotto sae
Sukoshi samishi-sou

Shinji tetara iketa no? Mirai sekai e to
Boku wa kana wa nakattakedo
Kimi nara ikeru kitto

Gingakei o nukedete andoromeda e to
Boku wa kana wa nakattakedo kimi ni aete jūbun
Yoi yumemite good night

=========================================

When I was younger I dreamt of
a hero of justice traveling to galaxies
and frightening monsters
jumping on to Andromeda's galaxy
While blinking rapidly
I read through the picture books

When I was younger I dreamt of
a future world with flying cars
and even frightening robots
Its a little lonely

If I believe will I go? But the future world
I dreamt of didn't come true
Surely if you go

jumping on to Andromeda's galaxy
I was unable to realize that dream but
meeting you was good enough
have sweet dreams, good night

:) vs :(

An-Naĥl 30-32
"Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab: "(Allah telah menurunkan) kebaikan". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa.
(yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa.
(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): 'Salaamun'alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan' "

Al-'An`ām 93
"Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: 'Telah diwahyukan kepada saya", padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah'. Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya."

Menimba lagi


Alhamdulillah Allah memudahkan jalankan menuju ke Pusdai di tengah lelah seharian berkelana bersama keluarga. Di sini suasana teduh, ya walau masih bercorak Bandung 'keterkinian' yang mendadak gerah. Rasanya sedih juga sih jarang hadir ke agenda semacam ini, semoga pertanda bahwa Allah masih memberi kesempatan insyaf.

Ilmu agama memang unik. Di dalam konteks agama, tidak ada istilahnya cakap secara lisan, namun juga pengalaman. Dan yang lebih menarik adalah sejauh mana dekatnya kita dengan Allah tercermin dari seberapa 'betah' dan 'fokus' kita di dalam majelis produktif seperti ini. Tampaknya saya perlu lebih konsisten dalam mengalokasikan waktu untuk menyehatkan nutrisi hati ini.

Tema yang digusung di agenda Muhasabah Akhir Tahun ini sebetulya relatif luas. Ada pemantik tentang peranan umat Islam oleh Pak Ahmad Heryawan. Ada pula renungan tentang akidah yang dipandu oleh K.H. Athian Ali Muhammad. Pun inspirasi untuk lebih membangun Islam oleh Prof. Hermawan K. Dipojono. Masing-masing menuangkan materi bernutrisi yang membantu kita menimba kembali saripati rohani dimana waktu yang bergulir bakal terus menguras energi kita.

Paraparaparappp

Kini si mungil makin eksploratif dalam menjelajahi rumah ini. Berbagai tingkahnya hanya bisa berhenti saat tidur, itu pun jeda yang tak lama. Padahal dari sisi asupan gizi standar anak usia 8 bulan. Tampak ini gen dari kedua orang tuanya

Ingat pula Target Spiritualmu

Bukan hal yang jelek tatkala kita mempunyai target ini itu terkait pergantian tahun syamsiyah.  Ada yag berekspektasi melejit di karirnya, akademiknya, maupun hal-hal yang sifatnya berwujud nyata. Sangat wajar, saya pun juga memiliki target pribadi untuk konteks-konteks tersebut. Selama kita mewujudkannya secara halal dan sesuai jalur yang ditetapkan-Nya, maka ii merupakan cerminan yang positif dalam mengawali ketawakalan kita.

Hanya saja, akan lebih baik bila kita pun memiliki target terkait aspek spiritual kita. Tentu konteksnya sangat luas. Bisa dari sisi ibadah ritual vertikal, misalnya sholat, umroh, tadarus, ataupun sisi ibadah yang sifatnya horizontal, misalnya sedekah. Memang dalam kenyataannya target spiritual kita, sebagaimana target yang cenderung duniawi, akan terjadi tantangan, atau bahkan target meleset hingga tidak terlaksana sepenuhnya. Itu juga wajar.

Hanya saja, dengan menetapkannya sebagai target, maka kita berarti telah siap dan setuju untuk mencapai target tersebut. Perkara ada kendala, itu bagian dari konsistensi yang 'haqul yakin' bakal terjadi. Nah, dengan menetapkannya, minimal dalam hati, kita sudah mantap untuk menyediakanw aktu mewujudkannya. Kita juga sudah berkomitmen akan ke sana. 

Harus Pramuka Garuda gitu?


Belakangan lagi ramai terkait syarat peserta Raimuna Nasional yang harus sudah menjadi Pramuka Garuda. Kontroversi memang sudah membumbung tinggi karena persyaratan Pramuka Garuda dianggap terlalu tinggi. Syarat elite, demikianlah kesimpulan dari berbagai keluhan yang ada, terutama di grup media sosial yang ada. Berbagai argumen telah dilontarkan, mulai dari yang sifatnya nalar-logika hingga menyinggung berbagai regulasi pasal demi pasal. Untuk model argumentasi yang terakhir, terus terang saya malah agak malah membacanya, karena terlalu bertele-tele hehee. Memang betul Pramuka harus taat regulasi, namun kalau aturannya di-copas dari hulu ampe hilir ya berasa gimana gitu.

Saya sendiri kurang sependapat karena kenyataan di daerah Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DI Yogyakara pun eksistensi Pramuka Garuda masih relatif langka. Malahan di daerah seperti DKI Jakarta dan Aceh, Pramuka tidak lagi populer lantaran statusnya yang tidak menjadi ekstra kurikuler wajib, apalagi jika menyinggung Pramuka Garuda. Ini baru 5 daerah, bagaimana dengan ke-29 lainnya. Jika ingin data yang lebih jelas, baiknya memang ada statistik berapa banyak Pramuka Garuda di seluruh Indonesia, termasuk seberapa masif pertumbuhannya. Di sisi lain, saya juga mempertanyakan apakah ada korelasi antara Raimuna Nasional dengan Pramuka Garuda. Kalau memang tidak ada relasi, mengapa sampai ada persyaratan tersebut. Jika syarat ini dimaksudkan agar jumlah Pramuka Garuda melonjak, maka saya tidak melihat hal tersebut sebagai hal yang baik. Alasannya sederhana, dapat terjadi Pramuka Garuda yang 'mendadak' yang spesial menyambut Raimuna Nasional. Segala yang berbau instan tentu risiko jangka panjangnya kurang baik.

Karate yang sedang Dibicarakan

Belakangan cabang olahraga ini dibicarakan oleh orang banyak. Ya, karate memang tengah menuai status sebagai topik nomor dua di Indonesia. Hehee, no.1 kan masih sepakbola gegara AFF. Kenapa sih dengan karate?

Insiden didiskualifikasinya salah seorang peserta turnamen Karate ditengarai sebagai penyebabnya lantaran yang bersangkuran tidak berkenan mengganti kerudungnya dengan yang sudah menjadi standarnya. Bukan isu yang baik lantaran muncul di saat isu SARA sedang sensitif untuk dibahas, apalagi jika dilempar di media sosial dimana 'yang dibaca setengah, yang dipahami seperempat, yang disebar dua kali lipat'. Kecaman terhadap panitia pun bermunculan hingga beberapa petinggi federasi pun ikut angkat bicara. Sebagai mantan anggota Karate, baik di SMP, SMA, maupun perguruan tinggi, saya merasa risih karena banyak pemelintiran mengenai kronologis serta kesan bahwa Karate diskriminasi.

Singkat cerita, Karate merupakan olahraga yang sifatnya 'impor' dari Jepang, sebagaimana sepakbola dari Eropa. Maka, adopsinya pun tentu menilik bagaimana budaya tradisional yang terjadi di Jepang. Karate sendiri sudah mendunia dengan banyak negara yang memiliki federasi resmi serta adanyak feredasi internasional resminya, yaitu World Karate Federation. Kondisi kedua ini tentu menyebabkan standar permainan Karate mengacu pada budaya yang berlaku di pergaulan internasional. Dalam hal ini, beberapa pertandingan Karate harus mereduksi beberapa aturan tradisionalnya, sebagai contoh penggunaan pengaman yang tidak ada pada Karate yang 'tradisional'. Jadi asal usul serta proses globalisasi Karate sendiri memang tidak memihak ke salah satu agama. Maka, wajar jika penerapannya pun memungkinkan adanya pertentangan dengan adab agama tertentu. Dalam hal ini, WKF sendiri sudah menyadari adanya protes dari sejumlah negara, terutama di Timur Tengah mengenai larangan memakai jilbab lantaran belum diakui di aturan seragam. Kini, WKF sudah mengizinkan hanya saja standar jilbab yang diizinkan memang masih memicu perdebatan.

Di Indonesia sendiri, aturan bersifat lebih longgar. Hal yang lumrah mengingat secara umum, masyarakat Indonesia memang berkarakter mudah bertoleransi. Lebih spesifik, Islam adalah mayoritas agama yang dianut. Maka, sejumlah dojo ataupun klub menerapkan kelonggaran terkait busana khusus untuk muslimah, termasuk pula dalam memilih lawan tanding yang gendernya harus sama-sama perempuan. Kelonggaran ini sendiri saya temui di dojo saat SMP, SMA, serta perguruan tinggi. Kebetulan memang di tiga institusi pendidikan tersebut kultur kesiswaan/kemahasiswaannya memang cenderung religi kuat, maka sangat wajar jika budaya tersebut memengaruhi kebijakan pengurus serta pelatih/senpai. Barangkali kasus demikian mungkin saja terjadi di dojo/klub lain, bisa jadi pula tidak. Pun dengan cabang olahraga lain, seperti penggunaan celana panjang saat futsal.

Saya sendiri berpendapat bahwa regulasi Karate, termasuk dalam konteks pertandingan perlu memahami dan menyesuaikan budaya lokal/setempat. Toh hal-hal yang sifatnya prinsip atau filosofis tidak hilang begitu saja saat adaptasi ini kan. Khusus jika bicara turnamen, jika memang tidak arah jenjang  ke nasional atau bahkan internasional, mengapa harus 'ngeyel' ke regulasi yang terlalu kaku namun mencederai situasi lokal, terlebih yang terkait keyakinan. Kaitannya dengan menyesuaikan pun juga harus mempertimbangkan faktor kesehatan karena Karate ini punya dimensi sebagai olahraga. Sebagai contoh, jilbab yang dipakai seorang karateka perempuan harus memungkinkan wasit dan juri mengetahui apakah ybs cedera di telinga atau tidak. Maka, umat Islam pun tidak bisa hanya pasif mengajukan pendapat. Umat Islam perlu turut andil dalam membentuk ekosistem Karate yang 'bersahabat' bagi agama apapun, termasuk Islam.

Jika saat ini regulasinya belum pas, terutama di konteks internasional, maka silakan pilih dennga bijak sesuai keyakinan. Pada hakikatnya, Karare tidak mengungguli prioritas agama.

Modal Apa Travelling? [1]


Jadwal
Bukan hal yang parah saat kita keluar dari bandara/dermaga/terminal/stasiun dengan otak kosong tanpa tahu mau kemana. Tentunya jika konteksnya adalah 'ngebolang'. Namun kita perlu ingat bahwa perjalanan kita dibatasi oleh waktu. Sebisa mungkin kita 'menghargai' waktu dengan meminimalkan waktu yang dipakai secara mubazir, misalnya pusing di terminal habis ini mau kemana serta debat sesama anggota perjalanan lantaran berbeda ide untuk mengisi waktu. Jelas kita perlu menyusun rencana. Namun jangan sampai rencana tersebut malah membuat kita tertekan lantaran terlalu ketat serta tidak memperkirakan kemungkinan seperti lelah, keinginan foto-foto hingga kesempatan mengobrol dengan orang sekitar. Susun jadwal sehingga kita bisa memperkirakan apa yang kita butuhkan, seperti baju yang cocok, transportasi yang memadai, dll.

Rencana Ibadah
Tentu sangat tidak bijak jika kita mengabaikan iman kita lantaran asyik di perjalanan. Kita wajib mengutamakan ibadah dalam perjalanan berkonteks apapun. Bagi umat Islam, jadwal sholat adalah yang perlu dicari tahu paling awal. Selanjutnya kita bisa mengestimasi bagaimana cara ber-wudhu, arah kiblat, hingga lokasi sholat yang layak. Saat kita mengunjungi negara mayoritas muslim seperti Brunei, Indonesia, Qatar, bahkan Arab Saudi, tentu tidak seribet saat yang dikunjungi adalah negara yang umat muslimnya cenderung minoritas. Pengalaman saat berkunjung ke Thailand lalu, sholat tidak sesusah yang dibayangkan. Memang idealnya kita bisa sholat di masjid, namun dengan keterbatasan waktu, tenaga, dan akses, kita perlu menyiasatinya seperti mencari tempat/ruangan/space yang cukup untuk sholat serta memastikan arah kiblat. Beruntungnya di Thailand kemarin, saat sholat dengan teknik seperti itu tidak ada terganggu, barangkali karena toleransinya tinggi. Namun, metode ini tentu agak rentan jika diterapkan di negara yang kurang 'bersahabat' dengan Islam.

Kata-Kata Penting
Kosakata macam 'maaf', 'permisi', 'terima kasih' perlu kita cari tahu bahasa lokalnya apa. Tujuannya sederhana, agar kita bisa pedekate secara ramah kepada warga setempat. Jangan sampai kita mencari turis, baik lokal maupun mancanegara, yang angkuh. Oh ya, bila perlu kita simpan gambar/foto yang kita rasa perlu digunakan untuk menjelaskan maksud kita. Sebagai contoh, bisa juga kita menyimpan foto ayam atau sapi, atau malah [maaf] babi, untuk menanyakan pada pelayan di tempat makan mengenai jenis daging yang disajikan.

Info Transportasi
Di balik foto di objek wisata yang elok, tersimpan cerita perjalanan yang [boleh jadi] di luar dugaan. Eksistensi transportasi umum di luar Pulau Jawa tidak semudah di Pulau Jawa, apalagi Jakarta. Kita perlu mencari tahu jenis transportasi apa saja yang tersedia, bahkan cari tahu juga berapa harga dan apakah 'rawan' calo atau sejenisnya. Saat kita keluar bandara, kita jangan sampai terburu-buru lalu mengiyakan tawaran naik taksi yang ternyata harganya sudah dilonjakkan. Kuncinya sekali lagi mempersiapkan informasi.

Manajemen Risiko
Risiko merupakan bayang-bayang yag sudah pasti melekat saat kita bepergian. Kita perlu membuat daftar risiko yang bisa saja terjadi saat kita melakukan perjalanan. Urusan sepele seperti stok baju habis hingga barang berharga hilang perlu kita susun bagaimana penanganannya. Mmenag tidak semua terjadi, malah kita tentu berharap perjalanan bisa berlangsung dengan 'normal', namun tetap saja antisipasi itu penting. Sebisa mungkin kita punya rencana untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terburuk, atau minimal mengurangi dampak yang terjadi.

Rencana Cadangan
Rencana itu indah, namun realitasnya kadang meleset. Ini juga sebetulnya terkait dengan manajemen risiko yang dibahas sebelunnya. Sebaiknya kita tetapkan apa-apa saja rencana yang bakal kita jalankan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti barang hilang, salah transportasi, atau bahkan tersesat di objek wisata.

Modal Apa Travelling? [2]

Berwisata ke luar daerah atau luar negeri merupakan hal yang sepintas mengasyikan. Namun, ada banyak yang patut dipersiapkan, baik yang bersifat benda konkret maupun abstrak. Di balik perjalanan yag menyenangkan ada persiapan yang matang. Hanya saja, kematangan ini sifatnya probabilistik, beeeeuh naon ieuu. Ya, maksudnya 'untung-untungan' gitu. Mungkin saja yang kita perkirakan berjalan persis dalam kenyataan sehingga persiapan kita memadai. Tapi tidak jarang yang terjadi sebaliknya. Berikut ini beberapa benda yang perlu disiapkan jika kita berwisata, baik domestik maupun antar-negara.

Listrik
Kita hidup di era yang kebutuhan pokoknya adalah sandang, pangan, papan, dan casan/charge-an. Artinya listrik sudah menjadi kebutuhan yang tidak terelakan keberadaannya, terutama bagi kaum urban yang tinggal di perkotaan sebagai pelaku utama dalam berwisata. Kabel charge, terutama handphone, perlu disiapkan dengan kondisi yang layak, bukan kabel yang 'kadang nyambung kadang nggak. Pun dengan powerbank yang perlu dipastikan kapasitasnya cukup tidak. Khusus powerbank, kita perlu memeriksa batas yang diperbolehkan oleh petugas bandara. Beberapa kawan saja yang kerepotan memindahkan powerbank dalam jumlah banyak ke layanan kargo di bandara lantaran tidak lolos untuk dibawa di bagasi maupun kabin. Kembali ke urusan listrik, kita juga perlu mengestimasi dimana saja kita 'nebeng' mencolokkan kabel listrik. Lokasi seperti tempat makan, terminal, hingga pombensin mungkin bisa dimanfaatkan, namun perhatikan baik-baik apakah lokasinya memang memungkinkan kita 'nebeng'. Tempat seperti masjid/mushola boleh jadi ada colokan listrik, tapi tidak bisa kita sembarangan nge-cas karena pasokan listriknya dibiayai infak jamaahnya, sehingga perlu pamit jika ingin nebeng. Pamit lho ya, bukan ngasih tahu. Belum lagi kalau lokasi yang akan dituju atau dilewati ini terhitung pedesaan, perlu sopan santun untu 'nebeng' ngecas lho. Sedikit info, model colokan listrik di Indonesia barangkali berbeda dengna di luar negeri yang konon ada yang menggunakan lubang lebih pipih.

Uang
Yang ini tidak perlu dibahas mengapa. Yang perlu ditekankan di sini adalah bagaimana kita menyimpan uang, berapa pecahan yang kita pegang, serta jenis mata uang apabila kita di luar negeri. Lokasi menyimpan uang harus diperhatikan. Sebaiknya bagi uang kita ke minimal 4 lokasi, yaitu 1 lokasi untuk pembayaran jangka pendek, misalnya beli minum, bayar bus; lalu 2 lokasi untuk menyimpan stok uang jangka panjang; dan 1 lokasi cadangan. Ketika stok di lokasi pembayaran jangka pendek sudah habis maka isi seperlunya dari stok jangka panjang. Kenapa loksinya minimal 2, sederhananya adalah mencegah kemungkinan hilang atau kecurian. Sementara itu 1 lokasi cadangan adalah antisipasi kemungkinan terburuk ketika kita kehabisan uang. Jangan lupa catat dan kumpulkan semua bukti pengeluaran. Kita perlu membuat rekap keuangan saat di seperempat atau separuh perjalanan kita sebagai momen evaluasi apakah strategi berbelanja kita sudah tepat dan apakah modal kita untuk 'survive' masih cukup. Cari informasi tentang ATM ataupun money changer. Sebagai contoh, saat saya ekspedisi ke Ternate, di sana ATM bukan barang yang lazim maka saya perlu memastikan stok uang sesuai rute perjalanan saya. Jika sudah bepergian antar-negara maka lokasi money changer pun harus kita ketahui. Lebih jauh lagi, kita perlu mengonversi Rupiah kita ke Dolar AS sebagai uang cadangan saat di luar negeri, terutama di luar ASEAN sebagai antisipasi jika money changer yang dituju tidak bisa menerima penukaran dari Rupiah. Sebetulnya ATM dengan logo VISA memugkinkan kita mengambil uang dari bank asal Indonesia yang berlogo VISA. Namun biaya administrasi yang dibebankan lumayan juga lho hehee.



Internet
Terus terang saya agak bingung apakah harus dijelaskan mengapa. Apa perlu pula saya menanyakan 'internet cepat buat apa', hehee. Internet punya banyak benefit untuk menunjang perjalanan kita. Sempit pikiran kita jika hanya berasumsi internet hanya untuk update foto di instagram. Internet punya kegunaan yang lebih luas, misalnya memeriksa lokasi yang akan dituju, menerjemahkan informasi yang kita temui di perjalanan, hingga menghubungi pihak berwajib saat ada kondisi darurat. Apabila lokasi yang dikunjungi adalah Indonesia, maka kita patut waspada jika ISP kita bukan si 'merah' karena [bukan promosi lho y] banyak ISP yang tidak bsia menjangkau daerah di luar Pulau Jawa-Sumatera-Bali-Madura-Kalimantan-Sulawesi. Pengalaman pribadi saya, saat berkunjung ke Ternate, ISP saya si biru sirna sinyalnya hehee. Bagaimana jika ke luar negeri. Jangan lupa cari informasi bagaimana caranya mengakses internet selama di luar negeri, baik untuk handphone maupun laptop. Lokasi seperti bandara dan hotel barangkali menyediakan internet publik, namun tidak jika kita berada di jalanan. Pengalaman saat ke Thailand serta Malaysia tahun lalu, terdapat penjual nomor seluler yang juga bisa dipakai untuk paket data internet. Oh ya

Alat Pengamanan Dokumen
Yang namanya tempat 'baru' tentu kita tidak bisa lepas dari ancaman keamanan. Kita perlu mawas diri dengan menyediakan beberapa peralatan keamanan. Untuk dokumen seperti paspor, boarding-pass, uang kartal, kita perlu amplop maupun stopmap. Gunakan beberapa amplop/stopmap yang kedap air agar kita bisa mengelola dokumen-dokumen tersebut dengan aman, setidaknya dari ancaman hujan/air. Untuk paspor ataupun dokumen lain yang sering dikeluarkan, gunakan amplop/stopmap yang lebih kecil dan mudah disisipkan di tas jinjing, sedangkan dokumen yang jarang dikeluarkan bisa ditempatkan di dalam tas. Bila perlu persiapkan gembok karena boleh jadi tempat kita singgah tidak seaman dibayangkan.

Alat Kebersihan
Sebagai muslim, nasehat yang bagus [terutama untuk saya] jangan sampai iman hilang sebagian lantaran tidak menjaga kebersihan selama bepergian. Tambahan bagi yang gemar berfoto ria, masa iya kucel pas dipotret gara-gara lupa bawa alat kebersihan hehee. Namun, liaht juga alat kebersihan kalian bisa lolos 'sensor' kabin pesawat atau tidak ya.

Jangan "Sudah Cukup Segini Saja"

Ilmu dan zaman, keduanya adalah paduan yang memiliki tautan, yaitu terus berkembangnya ilmu seiring waktu bergulir. Karena itu, sungguh merugi jika kita merasa "sudah cukup begini saja" atas ilmu yang kita miliki. Mungkin untuk konteks saat ini terasa cukup. Namun di masa mendatang era terus berkembang,tantangan senantiasa membesar, maka ilmu kita patut ditingkatkan. Dan cara sederhana untuk meningkatkan ilmu adalah dengan 'mengosongkan gelas' agar kita bisa lebih mendengar, lebih jeli mengamati, lebih memahami kekurangan, serta tentunya lebih bebas dan objektif dalam memperbaiki diri.

Dua dari tiga hobi utama saya adalah tentang menulis serta mendesain. Keduanya kebetulan sudah saya senangi dari era SMP. Cara menulis saya, cara mendesain saya, bahkan dasar pengetahuan saya harus terus diperbaiki.

Kita pantang memaksakan diri berpendapat bahwa cara kita bekerja, terutama menulis dan mendesain bagi saya, adalah yang paling benar. Boleh jadi untuk kasus-kasus kemarin bisa membuahkan hasil yang diinginkan. Namun kita harus berkembang. Boleh jadi ada potensi kita untuk menghasilkan karya yang jauh lebih baik dengan cara di luar kebiasaan kita selama ini. Boleh jadi ada kekurangan yang selama ini terpendam, terutama gegara terlena atas sanjungan orang, yang keselip dan solusi ke depannya adalah memperbaiki cara bekerja/berkarya kita. 

Misalnya dalam konteks menulis, kita bisa menghasilkan tulisan untuk paper yang cepat. Namun ternyata cara kita menulis masih rawan 'dianggap' plagiat lantaran bahasanya terlalu banyak kemiripan dengan sumber aslinya. Boleh jadi tulisan kita banyak memakai kalimat majemuk yang oleh pembaca sekarang masih gmapang dipahami, tapiii apakah pembaca di 5-10 tahun mendatang nyaman dengan cara menulis kita. Pun dengan desain, sangat mungkin idealisme kita sudah kurang menjual 3-5 tahun mendatang.




Jalan-Jalan Bandung (lagi)

Antara Puisi dan juga Alam


Salah satu sudut yang agak 'nyempil' diantara Alun-Alun Kota Bandung serta Jalan Asia-Afrika
Puisi yang menarik untuk saya cermati di kemudian waktu, tentu saja karena 3 baris pertamanya sudah cukup memikat atensi saya.

Ngingetin Pajak

Entah apa maksudnya meletakkan sosialisasi visual tentang pajak di Alun-Alun yang notabene lebih banyak diisi oleh kegiatan per kelompok/keluarga masing-masing ini. Barangkali ini strategi baru untuk lebih memasyarakatkan informasi tentang pajak. Ya, kemasan desainnya memang tidak mengumbar keindahan mencolok, namun ukuran dan pemilihan warnanya sudah cukup memantik orang untuk mendekat dan membacanya. Bahasa yang digusung sebagai konten pun ringan, barangkali memang ini tren menjelaskan pajak kepada warga Kota Bandung.

Like a Flash

i think her movement is more than our sight

Mengajar Apa Nanti

Kurang lebih dua pekan lagi akan dimulai semester baru di Universitas Telkom. Dengan jeda yang singkat, saya rasa wajar jika aroma distribusi dosen belum terlalu ramai, baik di Fakultas Informatika maupun fakultas lainnya. Apalagi di FI sendiri semester ini belum selesai dengan sempurna lantaran agenda remedial dalam rangka transisi penerapan CLO. Singkat cerita, apa yang menjadi amanat saya sebagai pengajar di semester mendatang masih belum pasti.

Semester lalu, saya berkesempatan mengajar Literasi TIK di Prodi Sistem Informasi. Oleh Bu Murahartawaty, kaprodi saat itu, saya memiliki pengalaman di industri TIK praktis sehingga cocok untuk menangani mata kuliah ini yang kebetulan adalah mata kuliah yang baru. Dalam kenyataannya, alasan beliau memang tepat karena banyak ulasan di dalam bahan ajar yang sesuai dengan pengalaman kerja saya di industri TIK, baik saat menjadi programmer maupun konsultan. Pengalaman-pengalaman tersebut berkontribusi 5 persen selama mengajar. Tambahan juga 5 persen saya peroleh dari pengalaman kuliah di jenjang S2 yang selalu dijejali berbagai studi kasus karena memang kultur di MTI UI yang mengedepankan penerapan. Nah yang 90 persen terkait modal mengajar adalah sabar. Ya, musti banyak sabar karena yang namanya mengajar itu banyak kemungkinan rencana tidak berjalan lancar, banyak kemungkinan risiko yang tidak terduga, banyak pula hal-hal yang menguras kesabaran hehee.

Selain Literasi TIK, saya juga diamanati mengajar Teori dan Bahasa Automata di S1 Teknik Informatika. Nah, yang ini sebetulnya di luar dugaan karena sekitar seminggu sebelum plotting saya ditawari oleh senior untuk direkomendasikan mengajar antara Pemprograman Komputer atau Algoritma dan Struktur Data. Keduanya adalah makhluk yang sukar saya pahami, namun untuk konteks mengajar, saya insyaAllah bisa. Namun, begitu membaca hasil penempatan, lhaa kok Teori dan Bahasa Automata. Macam apa pula ini mata kuliah. Begitu saya cek di kurikulum IF, ternyata ini adalah mata kuliah hasil evolusi dari Teori Komputasi. Singkat cerita, akhirnya saya mengiyakan 'tantangan' ini. Mengajar mata kuliah TBA ini sebetulnya membuat orang wajar bertanya 'bukankah skripsi tentang sistem informasi, S2 teknologi informasi, kerja bidang keamanan informasi, kenapa ngajarnya di ranah intelejensi/komputasi'. Well, saya tidak mau pusing menjawabnya selain berujar 'Jalan yang disajikan Allah unik memang'.

Semester depan saya berharap apa yang menjadi amanat 'kembali ke khitah' saya. Memang saya punya pengalaman di lab Artificial Intelligence, hanya saja kemahiran di bidang itu terlalu resesif dibandingkan area sistem informasi. Di ruang IF, saya berharap diberi kesempatan mengajar mata kuliah yang berbasis SIDE, seperti Audit Sistem Informasi, Perencanaan Sistem Informasi, Interaksi Manusia dan Komputer, e-Government, Konsep Pengembangan e-Learning, Sistem Informasi Korporat, Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan, hingga Visualisasi Data. Ataupun bisa juga yang sifatnya mata kuliah TIK general ataupun bernafaskan bisnis, misalnya Pengantar Teknik Informatika, Model Bisnis Digital, Inovasi Bidang TIK, atau juga Manajemen Proyek TIK. Rasa-rasanya saya lebih percaya diri mengupas hal tersebut.

Hanya saja, amanat mengajar bukan ditentukan minat si dosen saja, apalagi jika ybs dosen luar biasa. Apa yang diamanatkan dipengaruhi ketersediaan SDM yang lebih prioritas, yakni dosen tetap, lalu dosen profesional. Itu pun faktor pengalaman juga turut dipertimbangkan. Barangkali ada pula stok dosen yang sudah lebih mapan pengalamannya mengajar mata kuliah tadi sehingga debutan macam saya lbih berperan 'menyesuaikan keadaan' hehee. Selain itu, ketika seorang dosen ditautkan dengan salah satu kelompok keahlian, maka relatif sulit untuk move on ke kelompok keahlian lainnya. Dalam hal ini, saya belum tahu persis seberapa mudah saya move on dari ICM ke SIDE, hehee...

Wallahualam apakah nantinya ada kesempatan mengajar di prodi lainnya. Namun dengan status sebagai dosen luar biasa di FIF, amanat yang diprioritaskan adalah slot di FIF. Secara umum, saya hanya berupaya menjadi orang baik dengan melakukan hal yang baik bagi orang lain, sederhana seperti itu sajalah konsep umumnya. Biarlah yang repot teknisnya hohoo

U-19 Menuju Myanmar2017

Tahun depan Timnas Junior Indonesia bakal sibuk, baik jenjang U-23 maupun U-19. Pasalnya di dua jenjang tersebut ada hajatan yang bakal menguras waktu untuk persiapan serta tentunya pelaksanaannya. Jenjang U-23 bakal melakoni SEA Games, sedangkan U-19 bakal berjibaku di AFF Youth Championship yang juga kerap disingkat AFF Cup U-19. Yuk kita tengok kiprah Indonesia di ajang AFF Cup U-19 yang ternyata sangat unik.

Kenapa disebut unik ya, hmmm. Alasannya sederhana, Indonesia tercatat hanya pernah sekali masuk babak 4-besar, yaitu di tahun 2013. Kiprah di tahun tersebut sangat spesial karena Indonesia diganjar gelar juara yang hingga saat ini menjadi kisah yang legendaris. Saking legendarisnya, atau tepatnya ternyata agak miris, adalah di luar kiprah tahun 2013 tersebut, Indonesia tidak pernah masuk 4-besar dengan beragam faktor, mulai dari kalah bersaing di penyisihan grup maupun memutuskan tidak tampil.

sumber kompasiana.com


Faktor kalah bersaing sudah mulai melanda di penyisihan grup terjadi pada gelaran AFF Cup U-19 yang pertama tahun 2002 serta yang kedua di tahun 2005. Malah di tahun 2005 Indonesia bertindak selaku tuan rumah, tepatnya Kota Palembang. Penyelenggaraan selanjutnya malah lebih gokil karena Indonesia tidak berpartisipasi pada AFF Cup U-19 tahun 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, 2012, dan 2015.  Tahun 2009 Indonesia sempat mendaftarkan diri sebagai peserta, hanya saja bersama dengan Brunei, Filipina, dan Laos mengundurkan diri karena wabah swine flu. Yang paling lucu tentu gelaran tahun 2008 yang hanya diikuti satu negara 'asli' ASEAN, yaitu Thailand. Tiga peserta lainnya adalah Australia yang baru dinaturalisasi sebagai bagian dari AFF serta duo undangan Korea Selatan dan Tiongkok. Kejadian ini terulang di tahun 2012 saat Vietnam menjadi satu-satunya negara 'asli' ASEAN yang menjamu Australia serta duo undangan Iran dan Uzbekistan. Ironisnya, Vietnam babak belur sebagai juru kunci sedangkan Iran menggondol trofi.

Kembali ke kiprah Indonesia yang sempat kembali berpetualang di ajang ini pada tahun 2011. Lagi-lagi Indonesia gagal lolos dari lubang jarum lantaran hanya menghuni peringkat 3 di putaran grup. Alhasil Indonesia hingga tahun 2011, dan kemudian hingga 2012, belum pernah masuk 4-besar. Selanjutnya kita tahu dan ingat kisah heroik Evan Dimas Darmono dkk di tahun 2013. Heroisme yang ternyata tidak berlanjut di 2014 lantaran permainan Indonesia jeblok dan kembali di penyakit lama, yaitu peringkat 3 sekaligus menjabat selaku juru kunci alias gagal lolos ke 4-besar. Jebloknya permainan Indonesia ternyata berlanjut di tahun 2016 yang mana Indonesia malah tampil labil sehingga kalah bersaing dengan Australia dan Myanmar. Di tahun ini Indonesia hanya mampu bercokol di peringkat 4 di atas Kamboja dan Laos.

Bagaimana dengan Myanmar 2017
Hmmm, sulit menerka sejauh mana Indonesia bisa melangkah. Namun kita patut menabur optimisme. Bukan karena pengalaman 'gila' Timnas Senior yang persiapannya singkat tapi bisa meraup runner up, bukan itu. Optimisme ini adalah kepengurusan PSSI yang relatif menjanjikan. Apalagi gelaran Piala Suratin U-17 juga mulai menggeliat. Artinya ada kompetisi untuk memantik bibit-bibit potensial. Hanya saja yang jadi pertanyaan sederhana, siapa peramu/peracik tim ini nantinya. Sejarah bicara bahwa heroisme tahun 2013 ini didukung komitmen tim pelatih yang dikomandoi Indra Syafri hingga 'blusukan' di tengah keterbatasan biaya dan minimnya perhatian PSSI. Apa bisa PSSI menyusun ulang tim pelatih yang demikian. Semoga

Negara Asia yang Terpisah dari Dataran Benua

Asia merupakan benua yang terbesar di dunia. Bahkan, di benua ini pula terdapat lebih dari 2/3 wilayah Rusia yang dikenal sebagai Siberia. Ada pula Tiongkok serta India yang wilayahnya sangat luas. Namun, di balik luasnya dataran benua, ada beberapa negara yang secara geografis terpisah sepenuhnya dari dataran benua Asia. Walau terpisah secara geografis oleh lautan, namun secara administrasi mereka merupakan bagian dari keluarga 'besar' Asia.


Indonesia
Negeri dengan jumlah pulau yang tidak diketahui secara eksakta, namun diakui sebagai negara dengan jumlah pulau terbanyak di dunia, jika ingin menentang pengakuan ini maka hitung sendirilah. Indonesia merupakan negara Asia yang di luar dataran Asia dengan wilayah paling luas. Selain itu, negara ini juga memiliki keragaman alam dan budaya paling majemuk, minimal di lingkup Asia.

Singapura
Negara dengan wilayah yang sangat sempit, bahkan tidak melebihi Jawa Tengah. Namun Singapura harus diakui merupakan Singa Perekonomian Dunia karena kemampuan mereka mengembangkan sumber daya manusianya. Negara yang dulunya adalah bagian dari Malaysia ini berlokasi di tengah kepungan Kepulauan Riau milik Indonesia serta semenangjung Malaya milik Malaysia.

Brunei Darussalam
Tidak banyak sebuah pulau dimiliki oleh lebih dari satu negara. Jika pulau Irlandia dibagi oleh Britania Raya dan Irlandia, sedangkan Pulau Timor dibagi Indonesia dengan Timor Leste, pun Pulau Papua dibagi Indonesia dengan Papua Nugini, maka Pulau Kalimantan/Borneo justru merupakan pulau yang dimiliki oleh tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia, serta Brunei Darussalam. Ya, Brunei Darussalam merupakan negara yang secara wilayah sebetulnya sangat sempit di ujung Utara Pulau Kalimantan. Namun mereka menyandang sebagai salah satu negara paling makmur di dunia.

Filipina
Salah satu negara dengan corak budaya paling unik, yaitu gabungan dari Hispanik karena eks-jajahan Spanyol, Anglo-Saxon karena eks-jajahan USA, serta Tiongkok karena karena geografis yang dekat. Filipina juga memiliki kemiripan dengan Indonesia dari sisi jumlah pulau yang entah ada berapa.

Jepang
Satu-satunya negara yang berani menyerang Amerika Serikat di kandang lawan. Jika Indonesia pernah 'menghajar' Belanda, Inggris, hingga Jepang di wilayah Indonesia, pun Vietnam yang melumat Amerika Serikat di kawasan Vietnam, maka tidak demikian dengan Jepang, mereka mampu menantang Amerika dengan mengagresinya di pangkalan militer Amerika Serikat. Pun degan politik Asia Raya mereka yang sangat mercusuar di era 1940-an. Saat ini mereka berani memproklamasikan diri sebagai pemimpin Asia walaupun negara mereka tidak secara langsung berada di benua Asia. Kini Jepang menjelma sebagai pilar penting ekonomi global.

Sri Lanka
Sebetulnya negara ini memiliki peranan strategis bagi bangsa-bangsa di Asia-Afrika lantaran peranannya sebagai salah satu sponsor utama Konferensi Asia Afrika. Hanya saja kini negara ini meredup popularitas dan peranannya. Negara ini terletak di Tenggara negara India dengan 'kepungan' Samudera Hindia. Bahkan, dalam epos Ramayana, negara ini disebut sebagai salah satu wilayah yang diseberangi oleh Anoman saat ini mencari Dewi Shinta.

Maladewa
Frase 'dewa' di bagian belakang diduga berasal dari 'dvipa' yang dalam Bahasa Sansekerta berarti 'pulau'. Negara ini dikenal sebagai salah satu destinasi wisata yang romantis. Sebetulnya keberadaan Maladewa agak sulit dilacak di globe, bahkan perlu beberapa kali 'scroll' saat mengaksesnya via Google Maps. Barangkali itulah mengapa negara ini terancam tenggelam jika es di Antartika cair.

Bahrain
Nama negara ini kebetulan disebut dalam Al Qur'an, yaitu Surat Ar Rahman, hanya saja frase 'bahrain' di situ bermakna 'dua laut'. Ya, secara harfiah, Bahrain memang bermakna 'dua laut' dan menjadi satu-satunya negara di jazirah Arab yang dipisahkan oleh laut. Walau tidak segerlap Uni Emirat Arab dan Qatar, namun Bahrain juga mulai memperlihatkan kapabilitas perekonomian yang stabil, khususnya dari sektor perdagangan.

Timor Leste
Ya, negara ini memang statusnya mirip Turki, secara geografis termasuk Asia namun dari sisi kultur malah lebih terkait dengan luar Asia. Negara ii memang lebih dekat hubungan diplomatiknya dengan negara-negara di kawasan Pasifik. Walau demikian, histori sebagai negara yang dulunya adalah wilayah NKRI menjadikan negara ini kerap dikategorikan sebagai bagian dari Asia.

Catatan, Republik Tiongkok, Hongkong, Makau status kenegaraannya masih diperdebatkan

Bergeraklah walau 1mm

Selaku spesies dengan nama latin Homo sapiens, manusia memiliki karakteristis bergerak. Kelumrahan yang sudah menjadi hakiki sebagai makhluk hidup. Itulah mengapa ada ada manusia yang mampu berjelajah di segala sisi lapangan berebut bola selama 90 menit. Ada pula manusia yang menyusuri antarnegara dala rangka mencari nafkah. Bahkan, putri saya yang baru 8 bula pun keaktifannya dalam bergerak luar biasa. Namun itu konteks bergerak dari sisi fisik. Bagaimana dari sisi mimpi...

Mimpi, ya, terminologi yang bisa disinonimkan dengan obsesi, target, rencana, gagasan, dan sejenisnya. Manusia punya mimpi, akan naif rasanya jika menyebut hidup itu mengalir begitu saja jika tidak punya mimpi. Lantas bagaimana mimpi itu bisa dicapai bila kita hanya berpangku kaki. Kita harus berlari mengejar mimpi tersebut.

Tapi aku tidak bisa berlari...
Maka berjalanlah ikuti irama yang sesuai dengan ritme sekitar. Karena pada hakikatnya mimpi itu juga perlu menimbang bagaimana waktu terwujudnya. Boleh jadi kita memang perlu sedikit memperlambat terwujudnya mimpi karena ada prioritas lain. Berjalanlah, namun ingatlah bahwa mimpi itu dinamis. Bisa jadi sebuah mimpi keburu kadaluarsa, maka atur sendiri bagaiamana cara berjalanmu, termasuk irama dan juga arahnya secara keseluruhan.

Tapi aku tidak bisa berjalan...
Maka merangkaklah walau itu hanya 1 milimeter saja. Karena dari rangkakan yang secuil itulah seribu langkah ke depannya mulai terlihat nyata. Karena dari rangkakan yang secuil itulah mimpi itu tetap bisa bernafas di kamar batinmua. Karena dari rangkakan yang secuil itulah ibadah bisa muncul seiring konsistensi dan kesadaranmu bahwa ada Allah Yang Maha Berkehendak.

tentang CLO di Semester ini

CLO merupakan konsep penilaian kuantitatif yang menekankan pencapaian kompetensi. Pencapaian ini ditinjau dari seberapa banyak kompetensi-kompetensi mampu dikuasai. Sebagai contoh, misalnya seorang calon pemain bola wajib memiliki kompetensi [1] dribling, [2] tackling, [3] bola mati, ini hanya contoh lho ya. Pada kurikulum lama, si calon pemain bola akan dinilai berdasarkan latihan yang tidak membeda-bedakan kompetensi secara detail, beberapa tugas/penilaian mencampurkan beberapa kompetensi. Nah, dalam sistem kurikulum yang menganut konsep CLO, kelulusan si calon pemain bola dihitung berdasarkan sejauh mana ybs mampu menguasai masing-masing kompetensi.

OK, secara konsep saya setuju karena pada dasarnya Informatika/Ilmu Komputer merupakan mata kuliah yang didominasi penerapan praktik. Suatu mata kuliah kelulusannya harus bisa dibuktikan dengan kompetensi yang dimiliki oleh si mahasiswa. Hanya saja, saya terus terang menerapkan CLO di tengah jalannya semester ini merupakan hal yang, menurut pendapat saya, kurang tepat. Alasannya sederhana, menyela sistem yang sedang berjalan merupakan kebijakan yang sangat berisiko. Dan hal tersebut pada kenyataannya menimbulkan banyak pemangku kepentingan yang harus bergerak cepat untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.

Yang paling repot, sulit menentukan siapa yang paling repot karena semuanya 'panik' dengan perubahan drastis ini. Kaprodi serta Sekprodi perlu merumuskan konsep kebijakan yang mengakomodasi rencana penerapan CLO ini namun juga mengakomodasi realitas yang sudah terjadi sepanjang bergulirnya semester ini. Dosen pengajar, khususnya koordinator, tentu pusing karena harus menentukan formula terbaru terkait penentuan kelulusan mata kuliah. Mahasiswa, beban mental sudah sangat besar karena mereka sendiri 'keburu' panik dengan nilai mereka, bukan pada esensi CLO itu sendiri.

Sebagai bagian dari pelaksana kebijakan, saya tetap harus patuh dengan apa diinstruksikan. Saya mesti mengesampingkan pendapat pribadi saya tatkala bertugas menerapkan skema CLO di mata kuliah yang saya ampu. Orientasi saya haruslah bertugas sebaik-baiknya menjaga integritas prodi dengan mengupayakan penerapan CLO yang sesuai dengan arahan prodi serta koordinator matkul.

Ke depannya, saya berharap penerapan kebijakan baru/pengubahan kebijakan di tengah jalan dihindari.

Barokallah Dita-Adit


Alhamdulillah satu personel SCPDKT2012 memasuki jenjang baru dalam periode kehidupannya, yaitu menikah. Kali ini adalah SC ADT asal Kota Depok, yaitu Mediterasanti Anindita, yang telah melangsungkan akad pada 24 Desember 2016. Jodohnya ternyata kawan sejawat di salah satu organisasi/lab kampus IT Telkom, yaitu kang Aditya Putra. Well, secara statistik berarti SC yang sudah menikah sejauh ini istri/suaminya adalah alumi IT Telkom juga, kecuali mba Friska hehee.

Sebagaimana fungsi walimahan sebagai ungkapan syukur dari keluarga mempelai, resepsi juga menjadi media silaturahim para insan manusia yang lama tak bersua. Termasuk diantaranya para SC yang kebetulan sebagian sudah berputra/i. Wah, dulu mah eranya rebutan space foto bareng zaman kepanitiaan, eh sekarang udah ada yang digendong. Hehee. Semoga penuh berkah di lajur masing-masing.

Gugaman Batin tentang Pattaya

Pattaya, kota yang punya keunikan tersendiri. Naif jika menyebut tidak ada kesan apapun. Belantara yang penuh daya pikat hal-hal duniawi, barangkali itu asosiasi yang kerap melekat. Tapi, Pattaya juga menyimpan harta karun berupa kebaikan orang-orang, termasuk kesungguhan umat muslim menjaga kehormatannya dan agamanya.

Ada pengemis, sama seperti di Indonesia, yang mengais belas kasihan di pinggir jalan. Apakah mereka lebih terhormat ketimbang menjajakan nafsu duniawi. Allah tentu punya otoritas paling tinggi untuk menilainya. Ada pedagang yang jujur, ada juga yang kurang jujur, ah agaknya di belahan bumi manapun idem. Ada orang yang tetap menjunjung religinya, walau bukan Islam. Saya salut dengan bagaimana derasnya dekadesi tidak serta merta merosotkan loyalitasnya pada apa yang dipeluknya.
.............terpotong keberangkatna pesawat menuju Malaysia.....

Terkait dagangan yang diantaranya mengandung bahan makanan haram, rasa-rasanya itu faktor paradigma keyakinan, tidak bisa disalahkan juga, yang pasti saya berterima kasih karena beberapa pedagang menyatakan jelas ini daging apa ataupn mengandung apa, kalau meminjam istilahnya kaskus 'Nice inpoh gan'.

Terus terang Pattaya merupakan kunjungan berkesan yang memberi pelajaran tersendiri.

Selanjutnya

3rd ICISS sudah usai pentasnya dua hari lalu. Hampir tiga bulan persiapan untuk dua hari? Tidak juga, bagaimana pun partisipasi di agenda ini memiliki efek yang jangka panjang. Naif jika menilai hasil dari ICISS hanya di dua hari tersebut. Selanjutnya?

Hmm... apa harus ada ''selanjutnya''
Barangkali jika hanya tidak berkecimpung di dunia akademik, tidak perlulah 'selanjutnya'. Hanya saja dengan rencana, sejauh ini lho ya, di dunia riset dan akademik, maka saya perlu membidik langkah selanjutnya bagaimana. Tentu bukan faktor memperpanjang CV, tapi memperluas pengetahuan yang tidak semuanya terpenuhi hanya dengan berselancar di internet. Bukan sekedar memenuhi poin tertentu, kebetulan malah saya belum dipatok target-target seperti itu. Jadi, orientasinya saat ini adalah memproduktifkan diri, mempertajamkan kemampuan berpikir, dan barangkali Allah menitipkan pintu S3 di kesempatan ini.

Selanjutnya ya...hmmm...
Terus terang saya belum menyediakan sehari khusus untuk menginventarisasi agenda-agenda seminasi ilmiah yang bisa dijadikan sebagai incaran tahun 2017 nanti. Namun dari cari-cari mengisi waktu luang yang nggak terlalu intens beberapa kabar ada sih. Mulai dari ICoICT di Malaka hasil kerja sama Telkom University dengan Multimedia University, ICSITech di Bandung yang digalakkan oleh UPI, ICIIBMS di Okinawa yang dihelat oleh OIST, DSAA di Tokyo gelaran Aoyama. Apakah ada kesempatan untuk hadir di agenda tersebut di atas ataupun agenda di luar tadi. Wallahualam.

Paduan Masjid di Pattaya

Islam bukan hal terasing maupun mengasing di Pattaya. Hiruk pikuknya kota yang kadang diasosiasikan negatif pun tidak menyurutkan bagaimana denyut, malah dentum Islam di Pattaya. Berikut sejumlah potret masjid-masjid di Pattaya area Timur yang kebtulan tidak berjarak jauh satu sama lain.

Sebagaimana tercantum di isi foto, ini adalah Masjid Darul Ibadah

Dengan menggusung nama 'Darul Ibadah', tentu sebuah indikasi bahwa keberadaan masjid ini bukanlah sembunyi-sembunyi. Identitas Islam mampu dihadirkan tanpa ketakutan. Melihat ukuran menara yang menjulang, pun rasanya tidak salah mengambil hipotesis sederhana tersebut. Di kesempatan lain, saya sempat berkenalan dengan imam masjid ini, yaitu Mr. Faruq. Tidak banyak kami perbincangkan, namun saya menangkap siratan optimis bahwa masjid ini mampu menjadi pusat perkembangan sekaligus perlindungan keyakinan umat Islam.


Sebagaimana masjid-masjid di Pattaya, masjid ini pun berdampingan dengan sekolah ataupun madrasah. Hal ini menjadikan nafas Islam tidak sekedar ritual sholat, namun juga sinergis dengan pendidikan. Hanya saja kalau dicermati, fasilitas pendidikan ini hanya tersedia bagi pendidikan dasar. Saya belum menemukan yang madrasah/sekolah untuk sekolah menengah maupun tinggi dengan lokasi di samping masjid. Ohya, rekatnya lokasi juga mendorong masjid dapat digunakan sebagai tempat pendidikan, khususnya praktik membaca Al Qur'an. Sebagaimana di foto berikut yang momennya adalah persis saat mereka menyelesaikan sesi membaca Al Qur'an. Tentu secara tidak langsung menjadi penanaman kecintaan akan masjid juga.



Potret masjid Darul-Ibadah beserta madrasahnya

Alhamdulillah sore harinya saya berkesempatan jalan-jalan sore dengan tujuan sederhana, yaitu menyinggahi beberapa masjid di Pattaya. Di bawah ini merupakan cuplikan fotonya. Lokasinya tersebar di sejumlah titik di sekitar Sukhumvit Road. Semuanya ramah dan sejuk.




Ini merupakan pasar kecil yang menyediakan berbagai kuliner halal.

Mengitari Nong Nooch Garden

Objek wisata yang sangat bagus dan recommeded  di sebelah selatan jauh Pattaya. Lokasi yang jauh membuat banyak travel agent mematok harga tinggi sebagai akomodasinya, padahal dengan numpang 'angkot' lokal pun kita bisa ke sini sekitar 40-50 bath, cuma ya jalan kaki dari Sukhumvit Road ke TKP-nya agak jauh hehee, tapi kalau kalian backpacker tentu ini bukan opsi yang aneh. Harga tiket masuknya sebetulnya agak mahal, yaitu 800 bath, karena itu berlama-lamalah di sini. Oh ya satu lagi, ini wisata yang sangat cocok untuk tiga tipe orang, pertama seneng piknik bareng keluarga, kedua orang seneng ilmu hayati, orang seneng fotografi. Jika kalian tidak termasuk salah satunya, objek ini bisa di-skip. Kenapa/ Karena memang objek wisata ini bagus banget dan bakal memuaskan ekspektasi atas tiga hal tersebut.

Sepertinya kalau malam ini tempat makan yang bisa romantis, bisa juga ramai

Perbatasan taman anggrek dengan taman guci, paduan seni dengan botani

Entah SD/TK mana yang sedang piknik ini

Kalau yang ini alumni SD 14 tahun yang lalu

Pemandangan dari bagian atas butterfy hill yang ga tau mana kupu-kupunya

Jika kawan-kawan jeli, tentu agak heran dengan adanya singa pada foto taman di atas. Tenang, sosok singa di situ hanyalah patung. Ya, baru kali ini saya mengunjungi taman dengan jumlah patung fauna yang tidak terhitung jumlahnya. Mulai dariyang ukurannya sesuai aslinya seperti patung singa, patung flamengo, sampai dengan yang ukurannya hiperbolik seperti patung serangga. Barangkali ini rekor taman dengan patung fauna terbanyak di dunia hehee.

Di sini ada juga beberapa fauna 'asli' yang menjadi penghuni Nong Noch, diantaranya burung merak yang tampil anggun ini.

Oh ya, kebun fauna yang ada di sini juga menerapkan konsep yang belum pernah saya jumpai di Indonesia, cmiiw. Beberapa satwa memang disimpan di kandang, namun bagi pengunjung yang ingin lebih dekat, mereka dipersilakan masuk ke kandangnya. Tentu ini hanya berlaku bagi satwa tipe unggas, misalnya merak di atas. Beda cerita dengan yang jenis karnivora, walau memang di sini hanya ada beberapa macan dengna penjagaan ketat.

Ini salah satu spot favorit saya, yaitu taman Prancis, tata letak tamanannya yoii banget

Kekuatan yang menjadi kedigdayaan Nong Nooch adalah keanggunan tamannya. Salah satunya tentu taman yang ada di foto sebelumnya. Rupa yang geometris sederhana dengan warna-warni bunga yang kontras malah dipermanis dengan beberap astupa di seberangnya. Praktis stupa tersebut memberikan kesan Thailand banget.

Ini buah raksasa pengin banget dibawa pulang

Karena Sudut Pandang

Do what make you're comfort and be comfort with what you do
Slogan mudah yang ah susah diterapkan. Waswas, pasangka, ga enakan, dan yang sejenisnya. Hal-hal yang seperti kerap membuat kita selalu janggal dalam mengambil sikp. Kadang ego setipis kertas dengan yang namanya legowo. Itulah dinamisnya hidup. Dimana kompromi atas kecewa kerap tak bisa dihindari. Itulah asam basa dalam ekosostem alam.

and it's about ICISS

Desember ini tidak bisa diasosiasikan dengan masa beristirihat. Bahkan Desember relatif berisik dengan berbagai target yang harus dicentang, baik itu proyek, akademik, dan juga riset, plus tak lupa keluarga. Perjalanan ke Thailand menjadi titik nadir yang memerlukan pemikiran matang. Inilah ICISS, konferensi internasional yang menyeret saya meninggalkan Asia ''kepulauan'' menuju Asia ''daratan''. Pattaya, terus terang saat saya belum pernah mendengar nama itu. Praktis saya baru mencari tahu tentang kota ini baru di saat saya memutuskan mengirimkan usulan publikasi ke sini. Itu pun tidak berani berharap banyak karena tahu diri. Kawan saya yang alumnus MIK sampai berujar ''wuihh itu di Pattaya ya ve'' saat saya ikut menyebarkan informasi tentang ICISS. Saya cuma balas ''iya'' tanpa tahu detail, mungkin karena saat itu lagi penat tenggat pekerjaan yang lainnya.

Saat konfirmasi penerimaan pun, PR langsung menggerayangi saya lantaran saya harus melakukan revisi super duper mayor. Bisa dibilang hanya menyisakan 10 persen dari substansi awal. Perjuangan merevisi agaknya menjadi sinyal bahwa nanti menjelang hari H tidak gampang lho. Dan memang benar keberangkatan saya ke Pattaya jauh dari kata ''tersiapkan''. Saking tidak rapinya, saya sampai mengecek benar tidaknya acara ini ke TKP di Mercure Ocean Resort, iya saking was-was jangan-jangan acaranya fiktif. Alhamdulillah acaranya beneran ada. OK, artinya saya tujuan jelas di kota ini hehee.

suasana tribun peserta saat salah satu pembicara sedang memaparkan materi


Tidak banyak peserta konferensi ini, mungkin karena akhir tahun sehingga banyak institusi yang 'tutup buku', bisa juga karena fokus keilmuannya yang relatif spesifik. Praktis kisaran 30-an menjadi peserta sehingga tidak ada istilah 'paralel session' di sini, semua tampil secara seri. Artinya bisa jadi saya 'dikeroyok' semua peserta hohoo.


Saya sendiri diberi kesempatan Allah untuk mengulas tentang hasil riset per-CP-CPS-an bersama Pak Yudho Giri Sucahyo dan Bang Tomi Sirait. Saking banyaknya 'list to do' di berbagai agenda, saya baru bisa menyelesaikan materi presentasi sekitar jam setengah 7 setelah lembur 3 malam, padahal acaranya dimulai jam 9, belum lagi jalan kaki 30 menit. Alhamdulillah presentasi lancar, walau memang jauh dari sempurna. Beruntung saya berhasil mengendalikan tempo dan nafas yang kerap membuat saya terburu-buru.

thanx Mr. Ali for nice shoot

Sejumlah peserta yang masih eksis di sesi 6 dengan topik Information Security

Para peserta di konferensi ini relatif beragam. Bahkan porsi peserta asal Korea, negeri si penyelenggara, maupun Thailand, negeri lokasi, pun tidak sedominan peserta Indonesia pada agenda serupa di Indonesia. Ada peserta dari Afrika Selatan, Kanada, Prancis, Australia, Malaysia, Turki, hingga Indonesia. Topik-topik yang diulas pun menarik, khususnya terkait keamanan informasi, area yang saya tekuni di kurun dua tahun ini. Saya juga belajar bahwa ternyata yang namanya kemahiran mempresentasikan hasil riset ternyata tidak identik dengan asal negara. Ada juga kok negara yang relatif maju intelektualnya namun individu yang tampil terlalu 'monitor oriented'. Jadi, jangan keburu 'ngeper' jika berhadapan dengan orang dari negara lain, terutama yang negaranya relatif maju.

Berjumpa dengan Mr. Sapiee Jamel, dosen kriptografi keren dengan wawasan luas asal Malaysia

Saya belum tahu apakah ada rezeki 'mendadak' untuk bisa berlaga di acara seminasi seperti ini lagi. Sebagaimana ujar-ujar bijak, bermimpilah dan raihlah mimpi itu, namun bersikap realistislah dalam mewujudkannya.

Peringkat 4, lalu

Laga ke-34 akhirnya dilalui dengan kemenangan atas Pusamania Borneo FC. Sriwijaya FC pun akhirnya dipersilakan memanjat ke peringkat 4 setelah di pekan yang sama PSM dan Bhayangkara tumbang sedangkan Persib imbang. Rasa-rasanya hasil akhir ini kurang memuaskan, bukankah Sriwijaya sempat mencaplok pucuk klasmen dari Arema, Madura, dan malah Persipura. Tak lupa bahwa hanya Arema yang gagal dikalahkan di dua kesempatan, sementara itu Persipura sempat dipecundangi di Jakabaring, pun dengan Madura. Namun itulah format liga. Tanpa memandang klasmen, konsistensi merupakan kunci untuk bisa bertahan.

sumber indonesiansc.com


Sriwijaya harus kehilangan banyak poin di dua aspek, yaitu menit-menit akhir serta melawan tim yang secara peringkat jauh di bawah mereka. Kisan bagaimana Sriwijaya kehilangan sekian poin di putaran pertama pernah saya singgung sebelumny. Ternyata di putaran kedua, penyakit itu masih kambuh. Persela adalah contoh nyata tim papan bawah yang hanya bisa diimbangi Sriwijaya dalam dua kesempatan bersua. Begitu juga dengan Barito Putera yang sempat membuat suporter geram lantaran Sriwijaya nir-kemenangan di beberapa laga. Alhasil Sriwijaya sempat melorot ke peringkat 9, walau ada faktor minus 1 laga.

Musim depan, Sriwijaya perlu memagari pemain-pemain saat ini, khususnya yang punya mental petarung seperti Supardi Nasir, Muhammad Ridwan, Achmad Jufriyanto, Alberto Goncalves, Hilton Moreira, Ichsan Kurniawan, Fachrudin Aryanto, Yohanis Nabar, Talaohu Musafri, Airlangga Sucipto, hingga Teja Paku Alam. Mereka perlu dilengkapi dengan pemain pelapis yang mampu mempertahankan konsistensi permainan.

Thailand 5 per 8

Angka pojok laptop menunjukkan 20/12/2016, artinya sudah 5 hari aku berpetualang di dua kota, yaitu Bangkok serta Pattaya. Naif jika menyebut saya biasa saja dengan situasi yang saya alami selama lima hari. Suasana di dua kota ini berbeda dengan yang saya jumpai di Bandung-Jakarta-Depok. Kalau Bangkok saya praktis saya risih lantaran insiden dikepung anjing. Dari sisi sosial, tidak ada masalah. Problem barulah melanda ketika say canggung, bahkan pusing, dengan nuansa Pattaya yang hmm, intinya saya hanya ingin fokus dengan apa yang jadi tujuan saya ke sini. Bolehlah berwisata selama tidak menjadikan diri ini lalai dari-Nya.

written from 18 coins hostel

Tim Gurem Namun Berkontribusi bagi Timnas

PS TNI dan Barito Putera merupakan dua klub yang berkutat di papan bawah ISC. Prestasi mereka relatif minor karena hanya menjadi penjegal raksasa dalam beberapa kesempatan, misalnya saat Barito mengganjal Sriwijaya FC, PS TNI menjungkalkan Arema. Secara keseluruhan, dua klub ini menyuguhkan performa yang memprihatinkan sehingga banyak berkubang di zona merah. Tapi, dua klub ini mampu menunjukkan kontribusi luar biasa bagi Timnas Indonesia. Berbekal kuota maksimal dua pemain per klub, keduanya menyumbang 4 nama, yaitu Manahati Lestusen dan Abduh Lestaluhu serta Hansamu Yama Pranata dan Rizky Rizaldi Pora. Nama pertama dan ketiga merupakan jebolan timnas junior, bahkan Hansamu sempat mengorbit sebagai skuad emas U-19 pada AFF junior 2013. Nama terakhir merupakan sosok yang sempat mengenyam AFF 2014.

Menariknya, empat nama itu justru memberikan kontribusi masif yang sangat signifikan atas pencapaian skuad Garuda di AFF 2016 ini. Di awal kompetisi, tepatnya di putaran grup, praktis hanya Lestaluhu dan Pora yang mampu menembus 11 nama yang berlaga di lapangan. Barulah di babak semifinal dan final, keempatnya mampu menyeruak sebagai pilar inti yang tidak tergoyahkan di empat laga tersebut. Puncaknya tentu sepasang final menempatkan keempat nama tersebut sebagai starting line-up. Tak lupa bahwa Lestusen merupakan pencetak gol penyeimbang di Hanoi untuk mengamankan tiket ke final. Pun dengan duo Barito, Pora dan Hansamu yang tampil heroik di final pertama melalui dua gol pembalik keadaan sekaligus menghidupkan asa juara. Bahkan Hansamu pula lah yang mencetak gol pertama saat Indonesia bersua Vietnam di Jakarta. Praktis empat gol lahir dari tiga pemain yang klubnya terpuruk di ISC. Keempat nama tersebut mampu menepikan nama-nama yang lebih diunggulkan secara individu maupun asal klubnya. Andritany, Gunawan Dwi Cahyo, Evan Dimas Darmono, Rudolf Yanto Basna, hingga Bayu Gatra Sanggiawan praktis hanya memiliki opsi menerima dengan sportif situasi tersebut.

Rizky Rizal Pora merayakan gol yang dicetak oleh Hansamu Yama Pranata
sumber affsuzuki.com


Praktis cacat yang mengganjal dari kontribusi empat pemain tersebut adalah insiden kartu merah Lestaluhu saat injury time final di Bangkok. Bagi saya, tendangan bola ke bench Thailand adalah hal yang lumrah wlaau harusnya bisa dihindari. Justru perilaku jari tengah saat Lestaluhu melewati tribun itulah yang mengecewakan. Sebagai tentara, seharusnya Lestusen memahami bahwa perilaku di luar lapangan tersebut tidak layak.

Well, terima kasih PS TNI dan Barito Putera atas kontribusi mayor walau prestasimu minor di ISC

Bismillah ICISS 2016

Laga tandang akhir tahun yang penuh gemerlap di depan, peluh di belakang.
Alhamdulillah ini karunia Allah
Terima kasih bantuan dan dukungan Pak Yudho Giri selaku supervisor, Prati Hutari selaku suporter paling utama, bang Tomi Sirait selaku partner riset.

Takjub di Sanctuary of Truth


Untuk ke sini bukan hal yang mudah
Harus unggah nilai Literasi TIK 3 kelas dulu, musti lanjut mengoreksi TBA, dan yang paling penting adalah jalan kaki 6,6 km. Kolaborasi kebiasaan sejak ikut Ambalan plus Paket Kebijakan Ekonominyg harus efektif, itulah alasannya. Alhamdulillah


Sanctuary of Truth merupakan bangunan eksotik yang dibuat dari kayu dengan bentuk berupa kuil dengan berbagai stupa. Dari kayu saudara saudara sekalian. Yoi banget kan. Belum lagi ukurannya yang raksasa. Takjub juga melihat bagaimana upaya manusia bisa menghasilkan karya ini.

Suasana serius pada pengukir yang terus memproduksi karya-karya untuk megisi tiap sisi bangunan ini

saluttt