Sebuah postingan mengenai SOGP di tingkat Pramuka Perti di sebuah universitas menjadi hot thread di grup Kwartir Nasional pada facebook. Berbagai pendapat ngalor-ngidul bermunculan, baik yg berlandaskan teori, maupun memunculkan teori baru (layaknya disertasinya S3). Intinya berkutat pada dua pendapat mengenai SOGP di lingkup Pramuka Perti.
Pertama, tetap keukeuh pada AD-ART dan sumber hukum lain dimana batas usia menjadi harga mati, yaitu 15 s.d. 20 tahun adalah Penegak (saya singkat T) dan 21 s.d. 25 adalah Pandega (saya singkat D). Sehingga SOGP di kampus yang berlaku adalah munculnya dua trend lanjutan, yaitu
- Terdapat dua pasang gugusdepan, yaitu sepasang ambalan dan sepasang racana. Pembedanya hanya pada faktor usia dan tata kelola internal. Di ambalan berisi mahasiswa dengan usia 18 s.d. 20, di racana berisi mahasiswa usia 21 s.d. 25
- Hanya ada sepasang racana, namun yang belum berusia 21 tahun mutlak tetap berstatus T. Di gugusdepan ini hanya yg berusia 21 tahun ke atas yg berhak menyandang TKU D.
Pendapat kedua adalah mengasumsikan bahwa lingkup mahasiswa meskipun belum berusia 21 tahun akan berbeda dengan lingkup siswa SMA. Dengan pergaulan yg berbaur dengna mahasiswa dengan usia 21 tahun ke atas, maka pola pikir akan lebih mengarah ke D daripada T. Sehingga tatkala ada Penegak yang bisa memenuhi SKU Pandega walau belum berusia 21 tahun dia berhak menjadi D. Lazimnya gugusdepan yang mengacu konsep kedua ini hanya mempunyai sepasang racana dengan sistem keanggotaan hanya dibagi dua, yaitu Pandega dan calon Pandega, pembedanya pada pencapaian SKU-nya.
Dua konsep/pendapat tersebut tidak bisa disembunyikan lgi telah menjadi isu nasional yang membingungkan pramuka perti di Indonesia. Lantas bila kita tetap berpatokan pada usia 21 sebagai syarat mutlak pandega, maka hanya mahasiswa tahun ketiga yang bisa menjadi pandega, atau dalam efek lebih ekstrem, racana hanya diisi mahasiswa tahun ketiga. Apakah ada yang bisa menjamin mahasiswa tahun pertama bisa konsisten menunggu tahun ketiga/usianya 21 tahun agar dia bisa bergabung dalam racana? Hmm, bahkan bila kemutlakan ini diterapkan dalam perguruan tinggi jenis politeknik maupun diploma (D1, D2, D3) maka keberadaan racana bisa jadi laksana jauh panggang dari api.
Tapi dengan "mentoleransi" kejanggalan usia sehingga mahasiswa yang belum 21 tahun tapi bisa memenuhi SKU pandega maka dia berhak dilantik pandega, dalam konteks ekstrim terancam legalitas hukumnya. Bahasa simpelnya, apakah penetapan haknya sesuai AD ART dan PP?
Dualisme pendapat itu sudah makin mengakar dan mengkotak-kotakan persepsi pramuka perti. Bila memang tahun 2012 ini menjadi awal untuk melakukan peninjauan AD ART pada Munas nanti, maka ini jadi kesempatan untuk mengajukan solusi, solusi yg seperti apa? Tanpa bermaksud memihak gudep manapun, saya lebih sependapat dengan revisi batasan umur T-D. Usia T 15 s.d. 18, dan D 19 s.d. 25 tahun. Dari segi psikologi ada dimensi pemikiran berbeda antara siswa SMA (15 s.d. 18) dengan mahasiswa (19 s.d. 22). Dari segi keberlangsungan dan kaderisasi di gudep perti pun itu akan jauh lebih mempunyai jaminan keberlangsungan sumber daya manusia. Kenapa momen Munas menjadi sangat penting untuk melakukan revisi? Karena dalam hirarki hukum organisasi, AD ART adalah yang tertinggi. Dengan revisi AD ART maka akan dapat diikuti pengeluaran produk hukum lain seperti PP yang mengatur batasan umum dengan jelas. Isunya hal ini sudah diwacanakan di lingkup Kwarnas, semoga bisa disadari dengan kondisi di lapangan, bukan sekedar mempertahankan warisan semata.
Dan yang pasti konsep gugusdepan berbasis lembaga pendidikan jgua tidak berarti anggotanya hanya civitas akademia di situ. Sebagai contoh adalah bolehnya mahasiswa yg tidak berkuliah di perti tersebut namun berafiliasi dengan racana di sebuah perti. Atau malah ada yg tidak berstatus mahasiswa pun punya kesempatan bergabung di racana yang berpangkalan di sebuah perti.
Semoga perbedaan itu bisa dipertemukan dalam satu solusi.