Akhirnya kompetisi kasta tertinggi di Indonesia, yaitu Indonesia Super League memasuki sebuah lagu pamungkas. Final yang dihelat di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring, Kota Palembang digelar pada malam ini (7 November 2014). Sebuah final yang sangat klimaks mengingat kedua klub tersebut memiliki prestasi yang luar biasa sejak kompetisi dimulai di masing-masing wilayah.
Musim ini memang rangkaian yang sangat panjang. Dua wilayah dengan masing-masing 11 peserta menjadikan aksi "senggol-senggolan" penuh drama tak terduga. Klub yang gampang kehilangan poin seperti Persija ataupun yang telat bangkit seperti PSM, harus rela menjadi penonton di putara selanjutnya karena gagal masuk 4 besar tiap wilayah. Di dua wilayah ini, tidak ada klub yang benar-benar tampil sebagai penguasa tunggal. Dua pemuncak klasmen, yaitu Arema Indonesia dan Persebaya tidak terlalu berjarak jauh dibandingkan runner-up mereka, yaitu Persib Bandung dan Persipura Jayapura. Struktur 8 besar juga menyertakan dua tim kuda hitam, yaitu Pelita Bandung Raya dan Persela Lamongan, masing-masing di peringkat 4. Selain 6 klub tersebut, dua tim peraih ranking ketiga, yaitu Semen Padang dan Mitra Kukar juga terhitung stabil di 4 besar wlayah masing-masing.
Babak 8 besar menjadi fase yang sangat mendebarkan mengingat satu poin akan mempengaruhi hasil akhir di klasmen. Nasib sebuah klub secara mengejutkan dapat berbalik sesuai kondisi klub tersebut dan klub kompetitornya. Simak saja nasib Semen Padang yang sempat memiliki peluang terbesar lolos ke semifinal justru di laga akhir harus tertahan di kandang sendiri. Laga hidup-mati melawan Arema berlangsung penuh ketegangan dan di seberang sana Persipura yang sempat dihajar Arema 0-3 dan Semen Padang 0-1 justru bangkit dan menjadi tim pertama yang lolos lantaran bangkit di tiga laga terakhir.
Persipura yang harus berbagi konsentrasi selama di wilayah Timur dengan kondisi sebagai kontestan AFC Cup, harus menerima kenyataan pahit mengalami konflik internal yang berujung pada pergantian pelatih di babak 8 besar. TIdak terlalu mencoloknya penampilan di wilayah Timur serta hasil di bawah standar hingga sepasang hasil minor di awal 8 besar agaknya mengindikasikan akhir era kejayaan Persipura. Tapi tanpa dinyana, Persipura bangkit melalui kepemimpinan lapangan Boaz Salossa. Laga semifinal yang ketat pun dilalui dengan keunggulan dua gol menumbangkan kuda hitam terbaik, Pelita Bandung Raya.
Bagaimana dengan Persib Bandung? Mereka relatif lebih stabil. Walau gagal tampil sebagai juara di wilayah Barat, mereka tetap menunjukkan penampilan yang menjanjikan. Kombinasi pemain senior seperti Atep, Firman Utina, M. Ridwan, Supardi, digabungkan dengan pemain muda seperti Taufiq, Ferdinand Sinaga, Ahmad Jufrianto, hingga pemain asing yang benar-benar sesuai kebutuhan seperti Temakan Konate dan Vladimir Vujovic. Tadinya orang mengira Persib bakal mengalami kepayahan tatkala menjamu sesama tim bertabur bintang, Persebaya. Tapi siapa yang menyangka juara wilayah Timur itu tampil antiklimaks. Nirkemenangan ditengarai merupakan efek permasalahan non-teknis berupa keterlambatan gaji plus urusan teknis berupa cedera massal. Di tengah keterpurukan Persebaya, Mitra Kukar dan Pelita Bandung Raya bersaing mencari satu tiket tersisa. PBR yang telah menyingkirkan Persija dikarenakan BEPE-factor ternyata belum mau mengakhiri kejutan. Laga "derby" melawan Persib menjadi partai hidup-mati yang penuh kejutan. Tapi ada yang lebih unik dibandingkan kemenangan yang berbuah tiket semifinal, melainkan gol bunuh diri BEPE ke gawang PBR agaknya makin membuat pilu Persija #ifuknowwhatimean
Semifinal penuh tekanan di stadion GSJ juga dilalui dengan penuh perjuangan. Nyaris disingkirkan lewat gol Alberto Goncalves, Persib memperpanjang nafas melalui gol Vujovic. Momen perubahan strategi di Arema benar-benar dieksploitasi Persib. Sepasang gol Atep-Konate menyudahi laga yang istimewa ini.
Persib, juara perdana Liga Indonesia 1994 akan membuat rekor sebagai tim spesialisasi kompetisi "penggabungan" dimana di 1994 lalu Liga Indonesia merupakan kompetisi yang menggabungkan Perserikatan dengan Galatama dan ISL 2014 merupakan gabungan ISL 2013 dan IPL 2013.
Persipura juara bertahan ISL 2013 akan membuat rekor sebagai tim pertama yang mampu mempertahankan gelar, selain itu koleksi bintang yang menjadi 5 buah membuat mereka tampil sebagai klub paling moncreng di era Liga Indonesia.