Kreatifa Hudzaifa Gandhufa
Kamis, Desember 31, 2020 by
Arfive Gandhi
Alhamdulillah proses persalinan berlangsung lancar dan telah lahir dg sehat pula anak kedua kami, seorang lelaki tangguh bernama Kreatifa Hudzaifa Gandhifa hari ini (10 Juni 2020) 15.09 WIB dengan berat 34,3 Newton di Bojongsoang, Kabupaten Bandung.
Semoga Dzaif diberikan berkah n menjadi anak sholeh yg penuh kualitas dlm ibadahnya.
Posted in
13 April 2020
Kamis, Desember 31, 2020 by
Arfive Gandhi
This landscape was captured in the beginning of this year. It was so ordinary to enjoy this view through 3202 room's window since i often spent most of my weekday in there. With free hot water, with free wifi, and (the most important thing) with free uncountable chit-chat among friends for assorted topics. For several cases, i was be the only person inside building in the middle of night to accelerate my adventure "searching the seven dragon ball".
.
.
Last time i was there, i got some bad feeling. When met a lecturer in that building, she asked to me, "Why you are still here until this afternoon?". Unconsciously, i said "as long as i can study here", a simple answer due to i had feeling that "alarm" would be ringing as soon as possible to stop entire our campus activities. That feeling was stronger when i went back to Sunday Market. Some days later, the "strawberry field" got maddening plague. As sung by KLa Project,
"I feel something that never realized
When looked around of me
Many happens need to be recognized
Show us to a sign
People sharing each other
Loving, caring and helping in every way"
.
.
<<to be continue>>
<<lanjut mencari dragonball>>
Posted in
#AsianCHISymposium
Kamis, Desember 31, 2020 by
Arfive Gandhi
Salah satu tren "digitalisasi dadakan" adalah menjamurnya berbagai seminar daring, bahkan konferensi/seminar daring. Awalnya, iseng mendaftar sebagai peserta di Asian CHI Symposium 2020 lantaran suka dengan topik dan (nah ini nih) gratis. Ternyata dipersilakan bergabung dan menyerap banyak ilmu dan inspirasi.
.
.
Dari kuantitas makalah memang menurun, tapi dari sisi kuantitas peserta melonjak drastis hingga 70-an. Artinya, terjadi inklusivitas dalam mengakses ilmu pengetahuan. Pengalaman menarik juga satu acara daring dengan orang dari berbagai negara.
.
.
Pengalaman menarik juga seumur-umur ikitan konferensi/simposius sambil mengoperasikan mesin cuci dan menjemur baju di halaman depan rumah dengan bersarung ria :v
.
.
.
Digitalisasi mendadak ini sepertinya bakal merombak "model bisnis" perkonferensian :) kita ambil sisi positifnya :)
Posted in
GaNas58 Unite Vent
Kamis, Desember 31, 2020 by
Arfive Gandhi
12 Nov 2020
#latepost📷 Angkatan kami bukan yang terbaik walau bukan yang paling kacau.
.
Posted in
Wisud Tim Riset
Kamis, Desember 31, 2020 by
Arfive Gandhi
Satu per satu teman seperbimbingan seperguruan sepergalauan memungkasi agenda penelitiannya dengan karya-karya yang spesial. tidak sekadar berakhir di rak perpustakaan, tapi juga publikasi untuk saling menginspirasi, ada yang sudah presentasi, ada yang pekan depan, bulan depan, dan segera :)
Ibarat benih, sudah waktunya terus tumbuh, berbunga, dan berbuah lah sembari menebar manfaat dan keberkahan *beuh ini prodi komputer apa sastra ya?
Foto ini pun diambil diambil di tengah suasana kejepit. Ada bapak dosen yang memantau jalannya sebuah hajatan, ada mahasiswa yang standby di hajatan sebelahnya, ada wisudawan yang memastikan jalannya wisuda virtual lancar, ada ibu-ibu yang lagi ngurusi bayinya. Begitu lah, semaraknya hidup. Di tengah kesibukan yang beragam, tetap patut bersyukur.
Jadi, kapan saya wis (dan) sudah? Wallahualam :)
Posted in
#WorkshopEBusiness
Kamis, Desember 31, 2020 by
Arfive Gandhi
12 Des 2020
Menemukan banyak inspirasi dan pelecut untuk terus produktif di masa studi yang tengah dirundung sepasang problema. Tetap semangat dan menyemangati.
Tren tengah didominasi penelitian eksperimen, bukan hanya eksplorasi faktor semata. Ide-ide yang mereka paparkan sederhana dan mudah dipahami, namun penuh nutrisi dan "novelty". Ada yang eksperimen manipulasi berita dan menguni seberapa akurat orang mengenalinya. Ada yang mengevaluasi seberapa "manusiawi" sosok chatbot dalam berinteraksi. Ada yang bahas gig economy juga hehee..
Posted in
WorkshopSIGHCI2020
Kamis, Desember 31, 2020 by
Arfive Gandhi
12 Des 2020
Masih tentang malam Minggu yang berjelaga dan berselotip. Lokakarya (workshop) kali ini tentang Interaksi Manusia dan Komputer. Berjumpa secara virtual dengan orang-orang yang punya portofolio kece (selesai ngobrol, iseng ngecek di Google Scholar, woww gokil rekam jejaknya, padahal tadi kalau ngomong bersahaja banget hehee).
Isu yang banyak dikupas kali ini adalah penyelenggaraan kuliah daring (entah kenapa dosen di bidang HCI rata-rata spesialis e-learning). Ada yang membahas etika penelitian eksperimen, ada yang berbagi pengalaman gamifikasi, dan yang paling menarik adalah eksperimen kesadaran keamanan informasi selama kerja dari rumah (work from home) dengan teori inokulasi.
Acara gratis tapi keren habis
#WorkshopSIGHCI2020 #preICIS #tapikagakikutICIShikss
Posted in
Kita Butuh Waktu untuk Memahami Kebaikan-Nya
Kamis, Desember 31, 2020 by
Arfive Gandhi
Ada sebuah cerita yang tidak banyak orang tahu. Bahkan mungkin, orang-orang yang saya maksud dalam cerita ini.
Kisaran bulan yang ada ~ber ~ber di tahun 2007, sebuah kompetisi menggiurkan mulai diperbincangkan (kalau terjadi tahun 2020, tentu jargonnya "lagi viral"). Apanya yang menggiurkan? Karena lima besarnya nanti diganjar tiket masuk sebuah perguruan tinggi. Bagi anak kelas XII SMA, tentu hadiah itu sangat berharga (tahu 'kan ya anak XII itu kegalauannya dua: UN dan memilih kampus). Apalagi, kampus ini salah satu dari target saya. Singkat cerita "seleksi alam" hanya menyisakan tiga orang: dua orang kawan beserta saya. Masing-masing menjalankan berbagai upaya untuk merealisasikan ide, tentunya dengan khas lugunya anak SMA. Sebagaimana biasa menjelang tenggat pengumpulan, tiap sore kami dikumpulkan untuk ritual mengebut bahan lomba (semacam rituro ala klub Serie A). Saya sendiri berhasil menyelesaikan lebih awal dibandingkan dua rekan saya yang memang lebih rigid olah datanya. Atas nama kolektivitas, saya menunggu mereka selesai, bahkan turut berdiskusi. Secara manusiawi, rasa kesal dan toleransi tengah adu dominasi.
Fatalnya, dua kawan saya ini baru selesai di hari H pengumpulan, lebih spesifik jam 3-an sore. Masalahnya, teknis pengumpulannya adalah versi cetak yang dikirim pos. Hah? Cetak? Pos? Ya iyalah, tahun 2007 itu penetrasi internet di Kabupaten Tegal masih "gersang", pun halnya dengan layanan yang masih bersandar pada jasa pos. Urusan cetak naskah dan segala pernak-pernik baru selesai jam 5 sore dan kisah dramanya justru baru masuk klimaks.
Ternyata kantor pos Slawi sudah tutup dari jam 4 sore. Maka alternatif yang masih mungkin dicoba adalah kantor pos Kota Tegal (yang relatif lebih besar dan sentral). Kebetulan pula kami bertiga tidak ada yang punya motor maupun SIM. Padahal, kantor pos Kota Tegal tidak dilewati kendaraan umum. Pun, kurang etis juga kalau sampai lewat larut malam dua teman saya ini masih di luar rumah. Yang paling realistis adalah saya sendiri yang ke situ. Eh, ndilalah sampai di sana sudah jam 9 malam (karena harus berganti kendaraan umum dan jalan kaki). Jam 9 malam sudah tinggal satpam yang berujar "truknya sudah lewat sekian menit lalu". Nyesek? Tentu? Sudah sampai di sini? Belum...
Besoknya, coba menghubungi panitia meminta kelonggaran dan alhamdulillah diberi, akhirnya langsung ke kantor pos Tegal kembali, itu pun saya sendiri lagi yang ke sana. Hingga kemudian tiba pengumuman finalisnya yang mengecewakan saya, tapi tidak bagi dua kawan saya. Saya tidak lolos, sedangkan mereka melaju ke final. Dan di final nanti mereka diganjar juara 1 dan 3.
Iya, dua orang yang selesainya "injury time", nitip teman, dan belum berminat kuliah di kampus tersebut justru yang bawa oleh-oleh trofi plus "tiket" masuk kampus tersebut. Lah saya suvernirnya cuma resi bukti kirim untuk reimburse. Kalau kata Abdel, "gw yg jalan-jalan, lu yang jadian"
Sudah bisa menebak perasaan berkecamuk di benak saya kan? Ada rasa bangga, kecewa, senang, cemburu, dan "biasa bae" yang berpadu. Lho, kok ada rasa "biasa bae"? Ya mereka sebelum kompetisi ini juga langganan menang lomba. Butuh waktu dan kesibukan lain (baca: nge-gabut hingga tahu-tahu Maghrib di SMA) untuk mengeliminasi rasa kecewa dan cemburu.
Selang sekian bulan, saya bulat tidak mendaftar seleksi masuk di kampus itu. Bukan karena dendam, melainkan menemukan jalur yang lebih cocok (walau setahun dua tahun kemudian saya babak belur di kampus pilihan saya). Dan memang, Allah punya pilihan yang terbaik dan itu versi-Nya yang Maha Mengetahui, bukan versi kita yang tidak bisa membedakan mana mampu dan mana mau.
Waktu bergulir, masing-masing dari kami bertiga sudah berkeluarga. Uniknya, dua diantara kami bertemu jodoh di kampus masing-masing. Masing-masing dari kami juga masih di jalur keilmuan sesuai S1-nya. Dan saya juga bersyukur tidak jadi memilih kampus "itu" (kampus yang yang jadi motivasi saya ikut kompetisi tersebut). Ya bayangkan saja, di kampus S1 dulu materi XYZ cuma ketemu 3 SKS di satu semester (mungkin 2-3 bagi yang spesial), eh di kampus "itu" seumur kuliah.
Akhir kata, saya kerap mengingat momen sakit hati itu bukan dalam rangka dendam maupun menjelekkan upaya keras dan berkualitas dua rekan saya. Justru saya mengapresiasi bagaimana mereka mau bekerja keras di bawah tekanan hingga penghujung waktu. Lebih dari itu, saya belajar bahwa kalau memang rezekinya, maka jalur tercapainya ada macam-macam. Boleh jadi, kita ini menjadi "tempat lewat" rezeki kawan/saudara kita. Dan kalau Allah menggariskan itu sebagai rezeki buat mereka, kita harusnya turut bersyukur bisa memberi manfaat walau sekadar numpang lewat. Tujuan saya mengingat momen itu adalah sebagai pelajaran juga bahwa Allah itu punya skenario dahsyat yang baik dari segala penjuru, maka banyak-banyak lah berprasangka baik dan bersyukur.
AG, in Q.14 period (2020.12.17)
Posted in
Sebuah Refleksi
Kamis, Desember 31, 2020 by
Arfive Gandhi
Dalam tiap akhir sebuah periode/momen (misalnya akhir tahun kalender, akhir Ramadhan, lebaran, masa bakti, dll), saya sering merenungkan apa yang sudah tidak ada lagi. Salah satunya tentang siapa saja yang tidak bisa lagi kita jumpai karena beliau-beliau sudah tutup usia. Ada keluarga, kerabat, guru, maupun kenalan lainnya.
Kepergian mereka sepatutnya jadi refleksi berapa lama lagi waktu yang tersedia bagi kita yang masih hidup sekaligus bekal apa yang bisa kita ais dalam sempitnya waktu. Semoga kepergian orang-orang di tahun ini, tahun lalu, dan tahun-tahun sebelumnya menjadi pelajaran bagi kita ...
Posted in
Motivasi
Langganan:
Postingan (Atom)