Ojek (dengan komoditas kendaraan "motor") entah sudah ada sejak tahun kapan? Yang pasti jaman orde lama agaknya belum, karena jumlah motor agaknya pun hampir tidak ada. Minta tolong koreksinya jika ternyata sudah ada motor sejak jaman order lama. Yang pasti dengan membludaknya motor di akhir era order baru, bisa diperkirakan ojek merupakan salah satu layanan transportasi yang sudah ada melebihi usia era reformasi di Indonesia. Dari dulu hingga sekarang bisnis ojek pada intinya adalah orang minta tolong diantar ke suatu tempat dengan memakai motor. Proses bisnis yang sederhana. Saking sederhananya, nggak kebayang akan ada model bisnis ojek yang berbasis ICT.
"Mas, aku udah nyampe Kopo, jadi njemput dimana?" tanya X ke Y, seorang tukang ojek yang dikenalnya, melalui SMS. Itu adalah proses layanan ojek yang memanfaatkan SMS sebagai layanan ICT. nah, barangkali dari sini, ide bisnis GOJEK muncul. Konsep GOJEK kurang lebih seperti itu, pengguna memberi tahu lokasi dirinya dan nanti akan ada seorang tukang ojek menjemput dan memberikan layanan ojek. Si pengguna tidak perlu mencari secara manual tukang ojek yang ada di daerah tersebut. Hanya saja suasana ICT makin kental dengan menyinggung GPS sebagia penunjuk lokasi geografis pengguna, hingga pembayaran yang memakai konsep saldo. Bisnis elektronik? Ya... ini bisnis elektronik.
GOJEK saat ini memiliki keunggulan dari sisi popularitas dan jujur saja agak mengancam keberadaan tukang ojek yang tidak tergabung di GOJEK. Kenapa? Standar tarif dan kepercayaan menjadi dua faktor yang sulit dibantah menjadi permasalahan pengguna jasa ojek. Penentuan harga dengan mekanisme menembak harga kerap merugikan pengguna ojek karena di posisi kepepet sehingga mengalah dengan tarif yang justru lebih tinggi dari pasaran. Urusan kepercayaan? Ah sudah barang tentu di kota macam Jakarta, kepercayaan menjadi hal yang mahal harganya. Sebagai tambahan, masyarakat Jakarta hampir sepenuhnya memegang HP dan dominasi tipe HP di Jakarta adalah Android, media yang cocok sebagai tempat aplikasi GOJEK dipergunakan. Alhasil naik kereta dengan rencana turun di Gondangdia, seorang calon pemakai GOJEK sudah bisa memesan saat kereta baru sampai Manggarai. Soal kepuasan, ini sulit dijamin, namun dengan brand nama GOJEK yang sedang melambung, mereka tentu memperkirakan nama baik mereka sehingga akan menjaga kualitas layanannya, termasuk menjaga kepuasan pengguna. Sedikit serangan di socmed sudah pasti akan siap dihadapi oleh GOJEK. Tukang ojek lainnya? Cenderung lebih aman dalam mengabaikan kepuasan pelanggan.
Proses bisnis terbaru yang disediakan GOJEK terus terang membuat saya kagum. Yaitu jasa kurir, hahh?? Kurir?? Intinya modal menjadi kurir adalah ada orang yang mengantarkan dan tahu alamat (ini juga bisa diakali dengan Google Maps) serta alat transportasi. Nah dua modal itu sudah dimiliki GOJEK bukan? Kini jasa kurir kilat (tentunya jarak yang masih wajar untuk tukang ojek, bukan kirim barang dari Jakarta ke Surabaya =_=) hingga pesan barang (lagi ujan pengin beli martabak, bandrek, dll). Jelas ini peluang bisnis hampir mustahil dibayangkan sebelumnya. Tapi GOJEK ternyata bisa menggaetnya, dan sebagai catatan, dua umum tadi pun sudah mereka punya. Brilian memang.
No Response to "Review Gojek"
Posting Komentar