Dua hari yang lalu, ada peristiwa unik ketika membuka sebuah akun WA, tepatnya kabar seorang guru besar UI dari Fakultas Ilmu Budaya. Beliau adalah prof. Benny Hoed. Nama ini terus terang baru saya kenal kurang dari sepekan saat saya mengerjakan sebuah proyek penulisan buku di HIMMPAS UI. Nama beliau terus terang unik, nama depan mengingatkan saya pada sosok spesial MTI Fasilkom UI, sedangkan nama belakangnya persis dengan seorang musisi tenar di tanah air, yaitu Anto Hoed (yang ternyata putra beliau).
Berdasarkan pemaparan PM proyek ini, Bang Zai, tulisan yang dikirimkan ke proyek ini (boleh jadi) merupakan tulisan terakhir beliau. Dan jika menengok profil beliau di berbagai laman web, sungguh sangat panjang track record dan karya-karyanya.
Lalu saya berpikir bahwa, ada dua makna dalam berkarya, yaitu makna formal dan makna realitas. Makna formal merupakan nilai suatu karya yang secara singkat menjadi torehan di curiculum vitae, sifatnya seremonial. Apakah penting? Tentu saja karena sifatnya terukur alias kuantitatif, memudahkan manusia (yang terbatas kemampuan menghitungnya) untuk mencermati posisi berkaryanya seseorang. Makna kedua adalah makna realitas, yaitu nilai sebuah karya dari sisi kebermanfaatannya secara konkret. Sifatnya abstrak, tidak bisa diukur, namun sangat mungkin tumbuh. Makna kedua ini merupakan kontribusi yang sifatnya memberikan dampak.
Secara pribadi, saya melihat bahwa makna kedua tersebut lebih berjangka panjang dan malah menjadi "kiriman pulsa" berupa amalan yang terus mengalir walaupun kita telah meninggal. Sedangkan track record di CV tentu akan berakhir fungsi rekamnya.
Dalam hal ini saya berdoa semoga sosok beliau yang memiliki kontribusi banyak bagi ilmu pengetahuan di Indonesia dapat terus memberikan manfaat dan manfaat atas kontribusi beliau terus mengalir. Bagi kita tentu saja semoga bisa mengambil hikmahnya :)
No Response to "Belajar dari Sebuah "Panggilan""
Posting Komentar