“Anda bisa bayangkan kalau di dunia ini Tuhan menyampaikan ‘Nyamuk, lenyaplah kamu dari muka bumi’, maka berapa perusahaan obat nyamuk di seluruh dunia ini bakal tutup? Berapa jumlah pengangguran yang harus ditanggung negara?”
Sekelumit pertanyaan itu dilontarkan seorang pembicara di ruangan Audio Visual, Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB), Universitas Gadjah Mada (UGM). Pembicara itu tidaklah sekedar asal bercanda. Pertanyaan itu justru menjadi cambuk bagi para mahasiswa UGM yang menjadi peserta Indonesia Kreatif Goes to Campus (IKGTC). Setelah mengusung tema kerajinan di ISI Surakarta, Indonesia Kreatif melanjutkan roadshow di Kota Yogyakarta dengan UGM sebagai kampus pertama yang dijelajahi. Padaroadshow kali, topik yang diangkat adalah subsektor riset dan pengembangan dengan seorang bintang tamu inspiratif yang juga merupakan CEO Petakumpet, yaitu M. Arief Budiman. Riset, menurut Arief Budiman, memegang peranan yang yang penting dalam proses kreatif. “Tanpa riset, tidak akan bisa dinilai valid tidaknya serta sukses tidaknya sebuah usaha. Riset adalah industri besar yang bersembunyi di balik industri yang saat ini sedang berkembang di pasar.”
Dalam proses penciptaan suatu ide yang inovatif, langkah pertama untuk mengawalinya adalah dengan riset untuk menelusuri suatu masalah yang sebenarnya sudah dianggap biasa, kemudian carilah peluang untuk memanfaatkan masalah tersebut. Arief Budiman mengambil contoh fenomena kemacetan di jalanan metropolitan. Kemacetan tersebut justru menjadikan wilayah tersebut dilewati kendaraan dalam waktu yang lama sehingga iklan yang dipasang di area tersebut dapat dibaca oleh masyarakat juga lebih lama. Potensi waktu baca iklan oleh masyarakat yang lebih lama itu merupakan potensi untuk memasang tarif iklan yang lebih mahal. Sebuah potensi keuntungan secara finansial yang justru muncul di tempat yang orang lain sebut sebagai tempat yang menyebalkan dan bermasalah. Hal ini menunjukkan bahwa sudut pandang memegang peranan penting untuk melihat suatu fenomena sebagai peluang ataukah sebagai masalah. Dan sudut pandang memang menjadi titik fundamental dalam mengubah sikap mudah mengeluh menjadi peka terhadap peluang. Karena itulah, Arief Budiman mengajak mahasiswa UGM sebagai generasi muda untuk tidak mudah berputus asa dalam menyikapi berbagai persoalan di sekitar. Seharusnya berbagai persoalan yang sering dijumpai itu malah membuat mahasiswa mempunyai berbagai ide-ide inovatif dan kreatif. Bahkan adanya kegagalan bukan berarti menjadi alasan untuk berhenti berkreasi.
Sebuah tagline kembali didicetuskan oleh Arief Budiman, yaitu “Inovasi is not just a strategy, it’s truly a mindset.” Kreativitas itu sebuah imajinasi, sehingga dibutuhkan riset untuk mendekatkan imajinasi yang sifatnya cenderung abstrak, agar sesuai dengan kondisi di dunia nyata. Inovasi juga akan menjaid pembeda antara pemimpin dengan pengikut, sebagaimana kutipan Steve Jobs, “Innovation distinguishes between leader and follower.” Figur yang merupakan CEO Apple ini dicontohkan oleh Arief Budiman sebagai inovator yang mampu memunculkan ide iPad sebagai penengah antara keunggulan serta kelemahan yang dimiliki masing-masing smartphone dengan laptop. Dan pada kenyataannya, inovasi dari Steve Jobs inilah yang mampu menciptakan sebuah pangsa pasar tersendiri dari masyarakat yang awalnya mempunyai ketergantungan pada smartphone dan laptop.
Sebuah contoh lain juga disodorkan Arief Budiman, yaitu konsep kota terapung bernama Lilypad buatan Vincent Callebaut Architecture, dari Belgia. Konsep kota yang menyerupai tumbuhan teratai ini muncul sebagai antisipasi terhadap mencairnya es di kedua kutub bumi. Apabila es di kedua kutub mencair sehingga seluruh daratan tenggelam, maka Lilypad akan tampil sebagai solusi yang secara ekonomi menjadikan kreatornya mempunyai kemampuan untuk menguasai pasar. Namun di luar faktor inspiratifnya, Lilypad juga masih memerlukan pengujian untuk menjembatani konsep dengan pemikiran fisika untuk mewujudkannya.
Salah satu alasan yang mendasari diperlukannya riset adalah penyesuaian ide terhadap perilaku maupun kondisi lainnya yang terdapat pada masyarakat, khususnya konsumen sebuah produk. Karena itulah, Arief Budiman menambahkan bahwa tanpa riset yang komprehensif, sebuah ide yang bagus bisa jadi malah bikin runyam. Hal ini memang menjadi tantangan yang tidak mudah, karena dalam kenyataannya perilaku masyarakat bersifat dinamis serta beragam. Oleh karena itu, ketika telah dilakukan identifikasi terhadap perilaku masyarakat melalui sebuah riset, perlu dilakukan evaluasi berkala apakah temuan riset tersebut masih layak dijadikan acuan dalam menjalankan berbagai kreativitas, ataukah perlu dilakukan riset selanjutnya untuk mengakomodasi perubahan perilaku konsumen di masa mendatang.
—–
Foto: dokumentasi Tim Indonesia Kreatif
No Response to "Roadshow IDKreatif: Universitas Gadjah Mada"
Posting Komentar