3 tahun mengenakan atribut itu, baik dalam rupa seragam OSIS (yg MPK jangan complaint gara2 ga ada seragam MPK), Ambalan Gama-Nasa, KIR. Rasanya kalau ditanya momen yang spesial agaknya bakal dijawab "semua punya kespesialan masing-masing". Salah satunya sebuah sore di aula Smansa H-1 TKPP V GSKB.
H-1 menuju kompetisi yang hampir penuh ketidakpastian. Yang sudah pasti adalah subdisi dari dana kesiswaan 700ribu (berbekal proposal 5 lembar plus negosiasi ala kapten arief). Hampir semua cabang kondisinya absurd. Tidal ada sama sekali pemetaan kekuatan rival. Standar kualitas yang harus dcapai pun berpatokan pada kengawang-ngawangan. Itu kalau bicara peluang menang. Kalau ngaca pada kesiapan tim, adauhhh. GT alias gladi tangguh yang harusnya disiapkan dengan training alias pengasahan fisik dari H-14hari tidak ada sama sekali. Bahkan sejak H-5an, anggota tim di cabang GT justru sibuk umbrus hingga larut sore. Namun di suatu hari, kita menyadari bahwa kekurangbugaran fisik berhasil ditutupi dengan kekompakan yang agaknya dibangun dari keseringan umbrus hingga sore. Hasta karya putri saya sendiri kurang memantau, sedang hasta karya putra sore ini sedang diskusi tentang kecantikan desain kerajinan yang dibuat. Ada kabel, ada tutup botol, ah pokoknya riweuhlah. LCT agaknya aman karena bisa dibilang 3 putra dan 3 putri uang diturunkan adalah orang-orang yang memang tekpram-nya paling cadas. Drama lagaknya sih masih kurang penjiwaannya plus script masih lupa.
Nah karya tulis gimana?
Kalau si Rani sih udah meyakinkan. Pokoknya asal presentasinya lancar plus simulatornya jalan, optimislah. Nah..saya? Apa yang ditulis udah salah, harusnya alat eh malah saya mengulas metode. Intinya agak menyompang dari ruang lingkup. Presentasi pun belum pernah latihan. Mau.dibawa kemana coba?
Sore itu menyisakan 4 orang, saya, Arief, Aufa, dan Hedi. Aufa dan Hedi masih sibuk dengan hastakaryanya. Sedangkan saya dan Arief lebih memilih kesiapan dari berbagai aspek, walau 60%an waltu diskusi diisi dengan bercanda. Pancaran mata kala itu tidak bisa dikuasai oleh optimisme. Beban meraih juara umum untuk ketigakalinya jelas jadi tanggungan.
Pelajaran yang terpetik dari sore itu adalah keberanian memilih. Dibandingkan memilih kesiapan teknis, saya dan tim lebih mengasah kesiapaental yang rileks plus kekompakan. Memang ini berujung pada kebingungan mencari ini itu *koplak bau nyari kendaraan di injury time*
Tapi...romantisme perjuangan itu...undescriptable..
No Response to "Sebuah sore di aulaSmansawi..."
Posting Komentar