Sebuah artikel yang juga dipergunakan sebagai masukan untuk FUKI Post tentang Seminar pada Penutupan IslamICTFair 2014
Berlatar belakang sebagai lulusan Desain Komunikasi Visual
(DKV), tentunya menjadikan Kak Emeralda Noor Achni, akrab dengan dunia advertising serta
media massa. Pasca lulus dari pendidikan S1 DKV, beliau awalnya menikmati
pilihannya aktif berkecimpung di dalam media massa dengan segmen anak muda yang
penuh kebebasan dan ekspresif. Tak heran style desainnya sangat kental dengan
suasana gothic hingga punk. Saking gandrungnya, dia bahkan sempat mempunyai ide
membuat model-model kerudung dengan konsep desain tersebut.
Kejenuhan dan ketidakcocokannya dengan konsep materialistis
dan kapitalis sebagai pakem tempat dia bekerja, menyebabkan pergulatan batin
kerap ditemuinya. Puncaknya ketika dia berpapasan dengan sebuah proyek
periklanan dengan tujuan menyugesti penggunaan susu formula, padahal dia
mempunyai prinsip bahwa nutrisi terbaik bagi balita adalah ASI eksklusif.
Kontradiksi tersebutlah yang pada akhirnya menjadi alasan beliau mengundurkan
diri dari agency tersebut.
Keberadaan buah hati disebutnya memberi andil terhadap
perubahan yang dialaminya. Di tengah berbagai pergulatan batin, Kak Emeralda harus
mendapati sebuah insiden ketika buah hatinya masuk rumah sakit karena tersiram
air panas di kedua kakinya. Padahal saat kejadian yang terjadi di rumah
tersebut, dirinya sedang mencari nafkah di kantornya saat itu. Tentu sebuah
pukulan telak yang membuat semangatnya terkapar. Namun berangkat dari musibah
tersebutlah, Kak Emeralda mulai menemukan hikmah yang secara perlahan-lahan
menjawab semua kegundahan hatinya dalam menyikapi kehidupan.
Kak Emeralda kemudian menyadari bahwa hakikat manusa hidup
secara ringkas diuraikan dalam tiga pertanyaan, yaitu “darimana asalnya”,
“untuk apa”, dan “akan kembali kemana”. Ketiga pertanyaan tersebut jawabannya
adalah Allah SWT sebagai Sang Pencipta. Manusia merupakan insan yang lemah, begitu
pula dengan hidup manusia yang mempunyai keterbatasan waktu. Karena itulah dia
pun membulatkan tekad untuk mengabdikan diri di jalan dakwah, di jalan menyebar
kebermanfaatan, di jalan yang penuh dengan rahmat dan tuntunan-Nya.
Pilihan untuk move on alias mengubah jalan hidup ini
tentunya sempat menemui kendala dimana kendala utama yang dihadapi Kak Emeralda
adalah kebingunan dengan cara apa dia akan berdakwah. Ternyata ketika tekad
sudah bulat, maka kesempatan untuk bersungguh-sungguh akan dating. Ustad Felix
Siau kemudian memberikan rekomendasi kepada Kak Emeralda untuk berdakwah dengan
kemampuan yang dimilikinya, yaitu desain grafis. Bahkan secara langsung Ustad
yang dikenal melalui buku Udah Putusin Aja ini langsung menawarinya bekerja
sama mendirikan studio desain grafis yang mempunyai fokus menyebarkan
konten-konten positif sebagai jalan dakwah. Studio yang kini dikenal sebagai
Studio Al Fatih inilah yang akhirnya menjadi “lahan” yang tepat bagi Kak
Emeralda untuk berkontribusi di dalam Islam.
Tidak seperti dunia bisnis kapitalis yang senantiasa
dirundung takut akan adanya competitor usaha serupa, justru dia mengajak
generasi muda yang mempunyai bakat di dalam desain, khususnya audiens seminar
ini, untuk andil di jalan yang serupa, yaitu menjadi visualis dakwah.
Menurutnya dengan kemasan yang menarik, kesadaran muslim akan lebih mudah
terbangun. Apalagi di tengah aliran hedonism saat ini, perangkap bertajuk 3F
(Fun, Fashion, dan Food) ala kaum kafir dikemas dengan menarik sehingga cara
terbaik untuk mempertahankan diri adalah mengkreasikan dakwah yang cara yang
kreatif dan menarik.
Tak lupa di akhir seminar ini, Kak Emeralda memberikan
sejumlah tips bagi kita untuk memantapkan diri dakwah dengan cara yang sesuai
dengan kemampuan kita, yaitu: berjamaah, upgrade skill, erbanyak referensi,
menambah tsaqofah Islam, kebiasaan (practice+repetition), motivasi, serta
tawakal.
Sebuah teladan yang memberi inspirasi dalam membangun
generasi muslim
Ayo kawan, mari berlomba-lomba dalam kebaikan
Salam #CintaMemesona
No Response to "Ketika Sang Visualis Dakwah itu Move on"
Posting Komentar