Melewati Stadion Persib kemarin, saya menemukan sebuah showcase yang memajang jersey PS TNI. Yang terbayang di benak saya adalah sebuah klub yang awalnya hanya berperan sebagai "tuan rumah" Sudiman Cup yang diadakan oleh Tentara Nasional Indonesia. Klub ini lantaran mencuat dengan kemampuannya bersaing dengan sejumlah klub tenar membuat mereka dihembusi isu akan berpartisipasi di kancah kompetisi resmi Liga Indonesia, dalam hal ini Indonesia Soccer Competition. Isu yang sempat ditampik halus ini ternyata semakin kencang menjadi kenyataan setelah konfirmasi resmi (walau malu-malu) dimana mereka akan mengakuisisi (cmiiw) Persiram Raja Ampat. Alhasil mereka nantinya akan menjadi wakil resmi sebuah instansi penyelenggara negara di sebuah kompetisi resmi sejak era ISL tahun 2008. Apalagi, isu nama yang digusung adalah PS TNI, bukan Persiram Raja Ampat.
Pertanyaan yang menarik, "Apakah berarti nama Persiram berganti menjadi PS TNI? Ataukah Persiram dinyatakan bubar? Kemudian, apakah PS TNI akan bermarkas di Raja Ampat?" Barangkali hanya pertanyaan terakhir yang paling menarik bagi kita. Jika mereka tidak lagi bermarkas di Raja Ampat, maka berarkhir sudah "tiket" wisata para pesepak bola ke objek kece di Raja Ampat, hehee. Namun, PS TNI tidak perlu khawatir kehabisan stok suporter. Jika klub bernama Pelita Jaya kesulitan menggaet suporter loyal lantaran mereka kerap bermusafir, tidak demikian dengan PS TNI. Klub satu ini sudah pasti bakal mudah memperoleh suporter dalam jumlah "keroyokan" karena TNI merupakan salah satu organisasi terbesar dan terluas jangkauannya di Indonesia. PS TNI tidak perlu pusing menjual tiket karena stok suporter mereka bakal melimpah. Sebagai analogi, di dunia kepramukaan Indonesia terdapat Saka Wira Kartika yang merupakan "kejuruan" Pramuka Penegak/Pandega di bidang bela negara hasil. Saka Wira Kartika tumbuh pesat dan cepat lantaran mereka dibina dan dikader oleh TNI dan kita tahu, sepanjang ada bendera Merah Putih, maka di situ ada TNI.
Seolah tidak mau kalah dari TNI yang menggelar Sudirman Cup, Kepolisian RI pun menghelat Bhayangkara Cup dimana mereka mengundang 4 mantan juara ISL, 2 juara turnamen, 2 klub milik instansi penyelenggara negara, dan 2 klub undangan. Klub milik instansi penyelenggara negara tersebut salah satunya adalah PS TNI, sedangkan tim satunya lagi adalah PS Polri. Ya, PS Polri menjadi kekuatan baru yang mewarnai blantika sepak bola tanah air. Tak sekedar numpang lewat di kompetisi yang dituanrumahi mereka sendiri, PS Polri ternyata menyimpan cita-cita ikut berlaga di kancah profesional. Jika PS TNI mengakuisisi Persiram Raja Ampat, maka PS Polri memilih merger dengan Surabaya United. Keduanya sepakat menggusung nama Bhayangkara Surabaya United (BSU). Ini adalah klub yang jika ditarik sejarah merupakan perpanjangan usia dari Persebaya Surabaya, klub legendaris kolektor 2 gelar juara Liga Indonesia tahun 1997 dan 2004 dengan basis massa suporter fanatik bernama bonek. Namun, catat pula bahwa realitasnya masih ada klub berama Persebaya yang dulunya adalah pecahan kongsi berlabel Persebaya 1927, klub ini eksis juga ternyata.
Dengan demikian, BSU punya PR besar berupa membuktikan bahwa BSU merupakan klub yang patut didukung oleh Bonek karena mereka adalah "kelanjutan" dari Persebaya. PR besar yang sangat sulit mengingat nama Persebaya sudah terlanjur melekat di benak Bonek dan juga stakeholder sepak bola Indonesia. Jangan sampai mereka bernasib seperti Pelita Bandung Raya yang kurang bisa membuktikan bahwa mereka adalah "warisan" dari Bandung Raya, klub legendaris di era Galatama dan Liga Indonesia. Mereka perlu meniru Pusamania Borneo FC yang walau dari sisi historis bukanlah kelanjutan dari Persisam Putra Samarinda (yang justru menjadi Bali United Pusam), melainkan Perseba Bangkalan, namun mampu "mengakuisisi" para suporter Persisam.
Merger and acquisition sebetulnya dua hal yang berbeda dari sisi proses bisnis pada konteks industri dan korporasi. Hanya saja, keduanya kerap membingungkan, termasuk dalam konteks sepak bola Indonesia. Apa yang terjadi pada Perseba Bangkalan ketika dibeli para suporter Pusamania adalah contoh akuisisi (acquisition), sedangkan penggabungan (merger) dapat dicontohkan pada bersatunya Pelita Jaya Karawang dengan Bandung Raya membentuk Pelita Bandung Raya.
Fenomena klub yang punya ikatan identitas dengan instansi penyelenggara negara sebetulnya bukan barang baru di industri sepak bola termasuk di Indonesia. Sebelum Liga Indonesia "dipagari" larangan memakai APBN/APBD dan tidak diharuskan di bawah badan hukum, mayoritas klub di Indonesia, yaitu eks-perserikatan, merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah daerah. Persib Bandung dulu adalah milik Pemkot Bandung sebelum akhirnya "diasuh" oleh PT Persib Bandung Bermartabat. Tapi dari era Perserikatan, Galatama, hingga ISL, belum ada satupun yang berstatus didirikan oleh instansi penyelenggara negara yang berskala nasional. Belum ada klub sepak bola profesional yang menginduk pada kementerian tertentu ataupun lembaga tertentu.
Jika berkaca di luar negeri, sebetulnya ada beberapa klub yang memiliki sejarah sebagai klub yang didirikan oleh instansi penyelenggara negara. Untuk contoh sederhana sebut saja duo Bukares asal Rumania, yaitu Dinamo Bucuresti yang didirikan oleh Kepolisian Rumania serta rival abadinya, Steaua Bucuresti yang didirikan oleh Kementerian Dalam Negeri Rumania. Menyeberang ke Moskva, alias Moskow, dimana ibu kota Russia ini sejak era Uni Sovyet sudah memiliki sejumlah klub yang berafiliasi ataupun didirikan oleh lembaga tertentu. Locomotiv Moskva yang notabene didirikan oleh perusahaan kereta api nasional dan dimiliki oleh Kementerian Transportasi, harus berbagi kota dengan CSKA Moskva yang didirikan oleh Kementerian Pertahanan dan Tentara, Dinamo Moskva yang didirikan oleh Kepolisian Rahasia milik negara, serta Spartak Moskva yang didirikan oleh perhimpunan dagang. Dan yang paling dekat dengan negara kita, yaitu Singapura dimana Warrior FC merupakan "perpanjangan tangan" dari Kepolisian Singapura di Liga Singapura.
Satu hal yang perlu diperhatikan bagi PS TNI dan BSU sebelum berlaga di lapangan formal kompetisi ISC nanti, yaitu transparansi dana. Status sebagai "perpanjangan tangan" TNI dan Polri tidak berarti mereka bisa seenaknya menggunakan operasional anggaran dua lembaga tersebut.
Apalagi, di sebuah stasiun televisi swasta, seorang narasumber menyebutkan bahwa anggaran belanja alutsista TNI-AU sangat sedikit, padahal itu untuk kepentingan pertahanan negara. Sudah selayaknya, PS TNI dan BSU bersikap profesional dalam mengelola dana. Tak hanya itu, idealisme sebagai instansi penyelenggara negara harus dipertahankan dengan ciri khas yang membedakan mereka dengan klub lain di ISC. Apakah mereka harus steril dari WNA? Apakah mereka harus diaudit KPK? Apakah mereka wajib terus memberi hormat pasca-mencetak gol? Saya rasa hal0hal subjektif itu bisa dinegosiasikan di internal mereka.
Selamat datang "muka baru" di kancah strata tertinggi sepak bola Indonesia
Selamat datang PS TNI dan Bhayangkara Surabaya United
Selamat datang "muka baru" di kancah strata tertinggi sepak bola Indonesia
Selamat datang PS TNI dan Bhayangkara Surabaya United
No Response to "Selamat Datang PS TNI dan BSU"
Posting Komentar