Akhir musim alias akhir semester sudah di pelupuk mata. Perkuliahan TBA tadi siang persis menjadi tanda bahwa semua kelas yang saya ampu menyisakan hanya satu pertemuan. Pertemuan yang barangkali naif jika menyebut hanya mereka yang belajar. Barangkali saya yang lebih 'keras' dalam belajar mengingat posisi saya yang lebih banyak di depan panggung dibandingkan mereka. Tak lupa status sebagai dosen debutan turut menggenapi perjuangan di dimensi baru dalam konteks akademisi. Sangat menarik memang perjalanan yang belum tuntas ini.
Di dua kelas TBA yang saya asuh, saya mengawali dengan sebuah pesan dari Pak Ivan Fanany, seorang dosen ketje di Fasilkom UI. Pesan itu adalah 'satu ciptaan Tuhan yang tidak bisa dikalahkan manusia adalah waktu'. Kesannya ujar-ujar itu klise. Namun dalam siklus perkuliahan pesan tersebut sangat menghentak, tidak hanya bagi peserta didik, tapi juga pendidik. Segala kondisi positif maupun negatif yang mewarnai sepak terjang sampai dengan tengah masa perkuliahan harus diimbangi dengan sikap peka serta evaluasi rutin. Jangan sampai di akhir perkuliahan barulah timbul penyesalan lantaran ini dan itu. Sekali lagi, waktu yang bergulir itu sangat kejam, tidak bisa kembali, serta tidak pernah bisa dikalahkan manusia.
Pendidik pun harus bisa peka terhadap situasi tidak nyaman yang menimpa kelasnya. Tujuannya sederhana, agar esensi perkuliahan bisa tercapai, yaitu menerima ilmu untuk mengubah kondisi peserta didik menjadi lebih baik. Pendidik tidak bisa bersikap otoriter 'membunuh waktu' dengan membiarkan situasi yang tidak nyaman berlarut-larut. Rencana perkuliahan yang ditentukan di awal perlu dievaluasi secara mendadak untuk menentukan sikap yang tepat agar kenyamanan mahasiswa dapat tercapai.
Di kelas TBA serta LiTIK, masing-masing ada tantangan unik yang belum pernah saya hadapi, bahkan menilik pengalaman setengah tahun menjadi asisten dosen. Tantangan terbesar TBA adalah durasi mengajar 3 SKS alias standar 150 menit. Tentu hal yang sangat 'menelerkan' untuk mencerna materi TBA yang 'relatif' abstrak, apalagi dua kelas tersebut dilangsungkan pada jam 12.30. Wah nikmat kantuk dan kenyang mana yang mau didustakan. Perlu improvisasi sangat sangat sangat cermat dengan ekosistem tersebut. Ah kapan-kapan saya ingin mengulas bagaimana fenomena 3 SKS 150 menit ini.
Kelas LiTIK sepintas 'ringan' karena tidak sampai 150 menit. Namun yang namanya mata kuliah baru dengan praktik hampir 60 persen jelas membuat saya banyak memutar kepala. Berbagai tugas perlu saya susun dengan keterbatasan informasi serta infrastruktur. Faktor psikologis juga turut andil di dalam perkuliahan LiTIK ini. Menilik angkatan 40 yang menjalani tahun pertama, jelas ada beban moril untuk men-stir cara berpikir mereka. Perilaku haha-hihi ala SMA perlu ditekan dengan cara yang 'lincah'. Psilogis anak baru kuliah yang mencari jati diri membuat saya perlu aktif menelusuri jalan pikir mereka agar perlahan-lahan bisa memahami hakikat perkuliahan itu apa, khususnya bagaimana kiprah di dunia Sistem Informasi.
Akhir kata, saya sedang menikmati sepekan yang krusial menuju akhir perkuliahan ini. Pertemuan terakhir dalam konteks sesi kuliah di semester ini menjelang. LiTIK dengan presentasi tugas besarnya, sedangkan TBA dengan penyerapan materi Mesin Turing. Saya teringat kata-kata Budhy Haryono saat diajak bergabung dengan GIGI. 'Tawaran tidak terduga', ya begitulah awal dari petualangan satu semester ini. Semester selanjutnya masih mengacu ke lagu Ari Lasso 'Misteri Illahi'
KA Argo Parahyangan menuju Stasiun Jatinegara
Membidik Akhir Musim
Senin, November 28, 2016 by
Arfive Gandhi
Posted in
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
No Response to "Membidik Akhir Musim"
Posting Komentar