Ciutan presiden ke-6 RI ternyata berbuntut panjang. Apa yang diciutkan oleh beliau sebetulnya hal yang wajar, yaitu keprihatinan akan kondisi bangsa yang dirundung banyak fitnah. Rasa-rasanya tidak perlu jadi mantan presiden untuk mengutarakan hal seperti itu. Rakyat jelata seperti saya pun sudah penat. Tapi, berhubung yang bersangkutan memiliki ikatan politik selaku pimpinan partai oposisi plus status "mantan", maka apa yang diciutkan mengundang kehebohan tersendiri. Sulit membandingkan 10 tahun era beliau dengan 2,5 tahun presiden ke-7 karena banyak variabel yang tidak lengkap catatannya, dan ujung-ujungnya untuk apa membandingkan jika tidak membuahkan solusi. Dari sudut pandang saya pribadi, apa yang diciutkan beliau sangat wajar dan menjadi bukti bahwa, walau tidak menjabat, seorang negarawan harus bersuara, apalagi pemerintahan beliau pun relatif tidak seriuh sekarang.
Hanya saja, lagi-lagi kita perlu menyimak detail bahwa jabatan sebagai pimpinan partai oposisi membuat beliau kurang disukai oleh jajaran petahana. Apalagi, di ajang Pilkada DKI 2017 ini, putra beliau merupajan calon gubernur yang disokong partai oposisi ini (serta secuil partai pemerintah) dan berhadapan dengan calon gubernur dan wakil gubernur yang seluruh penyokongnya adalah partai pemerintah alias petahana. Sulit ini menganggap pilkada ini tidakada sangkut pautnya dengan kepentingan pusat. Buntut dari ciutan beliau cukup panjang ternyata. Sosok beliau menjadi incaran untuk dicitrakan negatif pada agenda bertajuk Jambore Mahasiswa, ajang yang masih tidak jelas penyelenggaranya tapi terindikasi kuat aktor di belakangnya merakan barisan petahana. Lebih lanjut lagi, terjadi demo di rumah beliau di kawasan Kuningan yang merupakan ekpr dari genda provokatif tersebut. Kisah makin gaduh setelah beliau mencurahkan kegelisahannya atas peristiwa tersebut di media sosial. Kali ini beliau langsung memberikan nama jabatan atas pertanyaan yang dituju, yaitu presiden dan kapolri. Namun kenapa nggak langsung di -mention sih?
Tapi sikap yang ditunjukkan pemerintah sangat dingin. Tutur bahasa dari pejabat seperti Menkopolhukam dan Sekretariat Kabinet terkesan jelas meremehkan dan menganggap cengeng aduan mantan presiden mereka. Bagaimana dengan kapolri? Ah tampaknya beliau sudah disekap agenda pilkada DKI, sidang kasus penistaan agama, dan rencana sertifikasi ulama. Praktis atensi simpatik hanya ditunjukkan oleh wakil presiden. Tentu sebuah pertanyaan besar mengenai etika pemerintah petahana dalam melayani mantan orang nomor 1 di NKRI ini. Apakah petahan tidak menyadari bahwa masyarakat kian meragukan sikap kesatria pemerintah saat ini?
No Response to "Mantan Gaduh atau Petahana Angkuh?"
Posting Komentar