Isu itu masih terwariskan hingga saat ini.
Lantas apakah benar?
Saya akan menjawabnya dengan konsep induktif dimana pembacalah yang menyimpulkannya.
Berikut saya kutip redaksional terkait nilai-nilai dasar kaderisasi pada Pola Umum Kaderisasi Keluarga Besar Mahasiswa IT Telkom (PUK KBM ITT) 2010.
LANDASAN KADERISASI
Landasan kaderisasi merupakan pijakan pokok atau
pondasi yang dijadikan sebagai sumber inspirasi dan motivasi dalam proses
kaderisasi KBM IT Telkom.
Dalam pelaksanaannya Pola Umum Kaderisasi KBM IT Telkom berlandaskan pada
AD/ART KBM IT Telkom, GBHO KBM IT Telkom yang berlaku. Serta berlandaskan pada
Nilai-Nilai Dasar Kaderisasi.
Nilai-nilai dasar kaderisasi dilaksanakan dengan
wawasan filosofi kebijaksanaan sosial, artinya setiap orang memiliki hak dalam
bidang dan tingkat kewenangan masing-masing. Kaderisasi ini memiliki
nilai-nilai dasar yang berhubungan dengan latar belakang budaya kampus itu
sendiri., dalam hal ini ada sepuluh nilai dasar kaderisasi, yaitu : ketuhanan,
kemerdekaan, kebangsaan, keseimbangan, kebudayaan, kemandirian, kemanusiaan,
kekeluargaan, kesportifan, dan kebanggaan. PUK merupakan suatu produk yang merepresentasikan kekuatan dan keinginan KBM IT Telkom (minimal di ranah diplomasi, semoga di ranah integritas KBM hal itu memang terbukti) dengan fokus pada proses kaderisasi di IT Telkom. PUK memberikan amanat untuk menyertakan nilai ketuhanan di dalam event kaderisasi di IT Telkom, termasuk di dalamnya adalah interalisasi panitia.
Berbagai produk hukum sebagai turunan PUK pun dirilis untuk mengakomodasi kepentingan integritas dan kualitas panitia tersebut. Selain mengacu pada PUK, acuan lain yang dipergunakan adalah "norma", yaitu norma agama, norma hukum, norma sosial, normal susila (berasa pelajaran PPKn).
Permasalahan, atau bisa juga penggiringan opini muncul dengan adanya perbedaan framework mengenai apa yang menjadi dasar dan tujuan penerapan aturan ini-itu ke dalam panitia, dalam hal ini munculnya isu "kok kayak pesantren y??"
Dengan memperhatikan apa yang menjadi nilai-nilai kaderisasi dan keempat norma tadi, maka muncullah aforisme dan tata tertib panitia. Mekanisme berbusana, bertutur kata, dan lain-lain. Kebutuhan mahasiswa terhadap norma agama (baik Islam, Kristen, Protestan, Hindu, Budha) turut menjadi pertimbangan. Karena itulah mekanisme berbusana pun menggunakan acuan aturan dalam beragama, BPI, dan norma-norma lainnya. Bagi muslimin, mekanisme jilbab emngacu ke aturan jilbab dalam Islam, begitu pula kebutuhan mahasiswa agama lainnya pun juga mengacu ke aturan di agama masing-masing.
Kemudian aforisme berupa dilarang makan/minum sembari berdiri, berjalan, atau bahkan berlari mengacu pada norma sosial yang juga didukung oleh norma agama.
Kalaupun dikatakan "kayak pesantren" silahkan tarik sendiri kesimpulan dan efek plus-minusnya kesimpulan pembaca terhadap esensi dari kaderisasi.
No Response to "Kayak Pesantren??"
Posting Komentar