Perjalanan yang sempat bikin saya mati gaya lantaran di sekitar hanya ada air, air, dan air...ya iyalah, namanya juga di laut... Namun ini adalah kedua kalinya saya melakukan penyeberanagan, sebelumnya saya pernah menyeberang Gilimanuk-Ketapang sewaktu SMA kelas XI. Tapi waktu itu kan cuma 15 menitan, nah kalo kali ini hampir 5 jam...
Pulau Lombok, harapanku suatu saat aku bisa kecean lagi di situ
Pelabuhan Padangbai, rame eyyy
Dari Padangbai, kawan kelas plus BPH HMIF, Fajar Baskoro telah menjemput kami. Wah, sungguh berkah silaturahim yang menyenangkan. Berbagai obrolan pun saling terlontarkan. Malam itu pun dilewati di daerah Denpasar Utara. Jika kunjungan ke Bali 2007 lalu, saya terlalu fokus pada objek wisata, kali ini saya lebih menggali eksotika sosiologi dimana keberagaman di wilayah ini yang menarik.
Pertama dari arsitektur rumah yang jarang saya temui, baik di Tegal maupun Bandung. Berikut contohnya
Ada kejadian lucu di pagi hari esoknya, dimana ketka jalan2 di sekitar rumah Baskoro, kami tersesat tanpa tahu arah jalan pulang. Tahu-tahu udah masuk wilayah Badung, dikepung anjing, mana aplikasi Maps di Android kok mendadak nyangsang. Pokoknya kocak pisanlah...
Suasana mushola di kompleks Baskoro, sederhana, namun hangat
Akhirnya tibalah waktunya jalan-jalan. Mau kemana saja kita? Di situlah letak kebingunannya... hehee
Narcis dulu sebelum berserakan di Pulau Bali
Patung Gatotkaca versus Adipati Karna, fragmen spesial dalam lakon Mahabarata
Salah satu (saya juga bingung apa namanya) resort yang menjadi bisnis Tommy Soeharto di Bali, keren nan rancak ciamik
Gerbang kampus Universitas Udayana yang sempat kami lewati
Si ganteng dengan background pantai Kuta
Sementara itu Baskoro dan kakak saya
Bandara Ngurah Rai. Arsitekturnya sedang dikembangkan lagi
Well, menjelang sore kita pun segera menuju ke bandara yang memerlukan waktu hampir 2,5 jam, padahal normalnya bisa tigaperempat jam. Ya biasolah macet mendadak. Namun alhamdulillah kami tiba di saat yang tepat. Kejadian unik ternyata belum rampung. Sesampainya di Bandara Husein Sastranegara persis ketika berdiri dari kursi pesawat, ternyata persis di belakang saya adalah pak Rinaldi Munir, woalahhh dunia memang sempit...hehee
Alhamdulillah perjalanan Jawa-Lombok-Bali via darat-angin-air terlaksana dengan penuh inspirasi sepanjang jalur ini. Semoga diberi kesempatan untuk menyusuri bumi dimana Allah menyebarkan berbagai pelajaran bagi umat-Nya
No Response to "Lombokisasi [via Bali]"
Posting Komentar