Jam menorehkan jarum pendek di angka 10. Ya, sekarang suasana sudah larut malam dimana Pontianak bukan kota yang ramai berdenyut layaknya Jakarta ataupun Bandung. Kawan-kawan tim promosi Tanda Tandan Digital sebagian sudah pulang kandang ke kamar hotel, tentu mereka lelah setelah sehari yang menguas tenaga. Entah mengapa saya terlalu riskan untuk membiarkan malam berlalu dengan diam atau tidur, padahal sebetulnya saya juga lelah. Barangkali saya masih terlalu penasaran dengan sebuah objek bernama Masjid Jami' Pontianak yang belum sempat saya singgahi hari ini. Kebetulan kota waktu saya di kota ini sangat terbatas, tidak lebih dari 2 x 24 jam dimana waktu senggangnya hanya bia diperoleh dengan membarternya dengan waktu istiahat. Baiklah, saya memutuskan mencari masjid tersebut saat itu juga hanya bermodal Google Maps di tengah sunyi malam, sendirian, serta modal nekat dan niat nggak berbuat macem-macem.
Benar saja, suasana kota agak gulita dengan tingkat keramaian hanya 1 dari skala 10. Saya perlu menyeberangi jembatan yang berada cukup jauh dari penginapan lantaran lokasi masjid berada di seberang Sungai Kapuas. Permasalahannya, lokasi penginapan, lokasi masjid dan eberadaan jembatan membentuk huruf U. Ya nikmati saja wisata 'dadakan' ini sebagai kesempatan mengamati ekosistem sosial yang 'lebih asli'. Sepanjang jalan hanya ada dua lokasi yang masih ramai, yaitu pasar [tentu saja jam 10 malam sudah terhitung cukup 'pagi' bagi pasar] serta jembatan tersebut. Saya beruntung karena jembatan menyediakan jalur khusus pejalan kaki. Seumur-umum baru kali ini menyeberang sungai dengan fitur jalur khusus pejalan kaki, apakah banyak orang tipe pegembara seperti saya di sini hehee. Beberapa kali saya mejeda langkah saya untuk menikmati panorama kota dari tengah jembatan. Terlihat jelas ada kesenjangan lampu antara sebelah Selatan sungai dengan sebelah Utara.
Benar saja, suasana kota agak gulita dengan tingkat keramaian hanya 1 dari skala 10. Saya perlu menyeberangi jembatan yang berada cukup jauh dari penginapan lantaran lokasi masjid berada di seberang Sungai Kapuas. Permasalahannya, lokasi penginapan, lokasi masjid dan eberadaan jembatan membentuk huruf U. Ya nikmati saja wisata 'dadakan' ini sebagai kesempatan mengamati ekosistem sosial yang 'lebih asli'. Sepanjang jalan hanya ada dua lokasi yang masih ramai, yaitu pasar [tentu saja jam 10 malam sudah terhitung cukup 'pagi' bagi pasar] serta jembatan tersebut. Saya beruntung karena jembatan menyediakan jalur khusus pejalan kaki. Seumur-umum baru kali ini menyeberang sungai dengan fitur jalur khusus pejalan kaki, apakah banyak orang tipe pegembara seperti saya di sini hehee. Beberapa kali saya mejeda langkah saya untuk menikmati panorama kota dari tengah jembatan. Terlihat jelas ada kesenjangan lampu antara sebelah Selatan sungai dengan sebelah Utara.
Sebuah panorama dari tengah jembatan Sungai Kapuas
Panorama lain dari pojok bawah jembatan Sungai Kapuas
Sukses meyeberang, berikutnya saya harus berkelana mencari masjid yang saya pun 'buta' dimana jalan yang patut dilalui. Dengan analisis singkat [bisa dibilang 'ngawang'], saya membidik pesisir sungai sebagai jalur untuk mengakses masjid tersebut. Alasannya hanya pesisir sungai yang menunjukkan kejelasan arah tanpa tersesat ke kanan ataupun ke kiri. Saya berpikir bahwa ekspedisi ini sangat nanggung jika harus mandek. Terlalu sayang jika saya balik kanan begitu saya, ayolah ke sini sangat susah, masa pulang tangan kosong hehee.
Senyap di salah satu rumah 'terapung' warga
Bahkan mushola pun tetap eksis di sini dengan kondisi 'sedikit' lebih baik dari rumah-rumah warganya, tapi tetap saja sederhana
Heningnya malam dipadu angin syahdu terbawa pekat kala itu. Berbagai rumah panggung dibangun di atas pesisir sungai, beberapa diantaranya sebetulnya sudah 'offside' lataran pasaknya tertanam di bawah permukaan air. Saya bukan lulusan teknik sipil dan saya hanyalah pengagum keindahan arsitektur, maka saya tidak bisa memikirkan teknik membangun rumah yang bentuknya demikian. Pun dengan ancaman abrasi ataupun pasangnya air sungai, otak saya tidak mampu menjangkau topik-topik itu. Saya juga tidak mau berpikir pusing proses perizinannya yang boleh jadi 'abu-abu' di mata hukum. Yang pasti, saya takjub dengan eksistensi rumah-rumah ini lantaran tiap rumah memancarkan pendar kesederhanaan.
Inilah masjid yang menjadi destinasi malam itu
Kesederhaan menjadi sesuatu yang berlimpah ruah dan menjejali kepala saya. Dengan berbagai keterbatasan finansial, penduduk di pesisir sungai masih bisa hidup dan melangsungkan roda pencaharian mereka. Mereka mampu menghidupi dan merawat keluarga mereka dalam keterbatasan infrastruktur rumah. Kesederhana menjadi barang lazim yang menghangatkan sanubari saya sebagai pengembara. Benar juga, bahagia tidak identik dengan gelimang mewah. Mereka yang tinggal di pesisir sungai ini bukanlah pihak yang kalah dalam beradu.
#ArfiveKalimantanBarat
No Response to "Ekspedisi Malam di Pontianak"
Posting Komentar