Piknik Bandung Raya di Tepi Juli [3] Penghujung Juli yang Alhamdulillah
Cita Rasa Gagal
Gagal adalah frase yang terasosiasi dengan kekecewaan
Manusia saat nafas terhimpit oleh keresahan
Apalagi jika sempat berkubang dalam segurat keberuntungan
Tiada ramuan selain memanggil mesrah-Nya
Tabiat geram ialah bara yang patut dipadamkan
Sukar tuk bangkit sekejap kedipan mata
Lekas pulihkan daya langkah kemana arah
Senandung pelipur merona di penjuru makna
Duka menyengati peluh masa lalu
Irama tergolek merangkak bangun asa
Abaikan jujurnya kalbu yang berpolutan
Nutrisi terbaiknya lanjut berjuang
Di persimpangan kepalkan surya
Segala cita rasa rendah diri
Pinggirkan pada arsip belajar
Piknik Bandung Raya di Tepi Juli [1] It's a Good Time
Sebuah Rencana
Belukar berpeluh untaian hela
Dimana jam pasir hilirkan butirannya
Kelopak atap limas yang tiada beristana
Senda lalukusut berganti rupa berkelas makna
Sejauh lngkah mengayuh
Biduk tersemat di tapal rindu
Ingin kudesak bayang di tepi ruang itu
Namun wajah harap kerap membiru
Rona senj tempat asa bermukim
Dan nurani terpaut labirin
Bukan atas nma kemarin
Namun nafas yang terjalin
Suatu Sore di Stasiun Manggarai
Foyo ink diambil Rabu, 27 Juli 2016 lalu saat mengejar kereta arah Bogor/Depok
Aku tidak terlalu betah di Jakarta segala rupa plus minisnya, namun aku bersyukur pernah dan sedang menempa diri di sini.
Cuplikan Kajian Tauhid @BI
Berikut ini rangkuman singkat dari kajian tauhid yang diselenggarakan MM Baitul Ihsan dan Daarut Tauhid Jakarta 25 Juli 2016 lalu. Kajian ini dipimpin oleh Ust. Shoffar Mawardi dan Ustad Edi Abu Marwa.
Ampunan Allah tidak diketahui secara persis wujudnya, namun ada tanda-tanda yang mengindikasikan apakah seseorang diliputi ampunan Allah atau tidak.
- Tidak putus asa meraih rahmat ampunan Allah SWT, disampaikan pada surat Az Zumar ayat 53 sebagai berikut
“Katakanlah: 'Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'“
- Tidak putus asa meraih rahmat pertolongan Allah SWT, salah satu bukti pertolongan Allah dapat disimak pada surat Al Imron 140 yang menceritakan bagaiamana Allah menjanjikan pertolongan bagi kaum muslimin dalam peperangan
“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim“
Syarat pertolongan Allah dipaparkan dalam surat Muhammad ayat 7
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.“
- Memiliki cita-cita tinggi dan mulia
Ada yang Baru di Kurikulum MTI UI 2016
Perubahan merupakan sebuah kemutlakan yang pasti terjadi pada apapun yang manusia ciptakan. Begitu pula yang terjadi pada tatanan mata kuliah sebagai bagian dari kurikulum di program Magister Teknologi Informasi atau MTI, Fasilkom UI. Saya kurang tahu persis siklus pergantian kurikulum. Sebagai perbandingan, di IT Telkom s/k Universitas Telkom dijalankan siklus evaluasi dan pengubahan kurikulum tiap 4 tahun.
Sebagai gambara umum, MTI merupakan program magister yang sifatnya terapan dengan area keilmuan pada industri TIK. Ruang lingkup TIK di sini menjangkau information technology dan information system sebagai dominator serta software engineering dan computer science sebagai unsur minoritasnya. Dari karakteristik tersebut, sudah terlihat bahwa MTI dituntut responsif terhadap perkembangan TERKINI pada industri TIK. Sifat terapan mengharuskan kurikulum di MTI harus relevan dengan apa yang terjadi di luar kampus. Jenjang magister yang sifatnya spesialisasi juga mendorong relevansi yang tinggi. Apa yang 'dianggap' cocok diajarkan 3-4 tahun yang lalu barangkali sudah 'expired'. Alhasil para pejabat dan tenaga pengajar harus pandai mengolah dinamisnya industri TIK dan mengonversinya ke dalam kurikulum di MTI. Beruntungnya di MTI ini, pejabat dan tenaga pengajar kerap terlibat dengan proyek-proyek TIK yang mberdampak positif pada tingkat 'kegahoolan' mereka atas perkembangan teknologi serta kebutuhan industri yang dinamis. Faktor lain yang turut menguntungkan adalah latar belakang para mahasiswa yang notabene karyawan ataupun pejabat dari berbagai bentuk organisasi, baik yang pemerintahan maupun swasta. Faktor ini menyebabkan antara tenaga pengajar, termasuk juga dosen pembimbing dan penguji karya akhir, dengan mahasiswa dapat interaktif membagi pengetahuan tentang dinamisnya industri TIK.
Untuk kurikulum 2016 ini, MTI menetapkan 9 mata kuliah wajib, termasuk karya akhir. Kesembilan mata kuliah tersebut adalah Infrastruktur TI (gabungan Jaringan Komputer dan Komunikasi Data serta Perancangan Infrastruktur TI), Analisis Kebutuhan & Perancangan SI (d/h Perancangan SI), Manajemen Data (d/h Teknologi Sistem Basisdata), Sistem-Sistem Perusahaan (baru, apa ini penjelmaan dari Arsitektur Perusahaan alias Enterprise Architecture), Metodologi Penelitian & Penulisan Ilmiah (masih harus dilestarikan ini), Manajemen Perubahan & Proyek TI 3
IT Change & Project Management (masih), Manajemen Strategis SI (d/h Perencanaan Strategis SI), Dinamika Tim Perangkat Lunak (d/h Proses dan Manajemen RPL),
Strategi & Manajemen Informasi Korporat (d/h Manajemen Informasi Korporat), dan Karya Akhir (naaah ini diaaa). Bisa dibilang, situasi di 8 mata kuliah (di luar karya akhir) tidak terlalu banyak perubahan selain merger JKKD dengan PITI serta mata kuliah baru SSP. Tentu perubahan nama sifatnya hanya kemasan, bagaimana dengna substansi, itu akan jadi ulasan menarik. Saya tidak tahu sesignifikan apa pengubahan di ranah substansi hehee.
Untuk mata kuliah pilihan, di sini terjadi perubahan yang cukup signifikan. Jika sebelumnya terpapar 4 peminatan, yaitu Rekayasa Perangkat Lunak, Sistem Enterprise
Tata Kelola, dan Manajemen Informasi. Bisa dibilang, peminatan RPL menjadi yang paling kurang laku lantaran selalu kalah kuota sehingga ditiadaka mata kuliahnya, sedangkan peminatan tata kelola kerap menjadi top-scorer dengan eksistensinya yang paling banyak dieksplorasi untuk kebutuhan kerja tiap karyawaran, termasuk saat menggarap topik karya akhir. Bagaimana dengan klasifikasi peminatan di kurikulum 2016 ini/ Masih dengan 4 peminatan, mereka adalah Solusi Perangkat Lunak Perusahaan, Aplikasi TI Strategis, Tata Kelola, serta Analitika Bisnis. Alhasil, beberapa mata kuliah baru pun menyeruak ke SIAK mulai semester ini, misalnya Kesehatan Elektronik, Perdagangan Elektronik (d/h Bisnis Elektronik), dan Analitika Media Sosial dan Digital. Berikut ini hamparan detail mata kuliah di tiap peminatan. Yang menarik mata kuliah pilihan di peminatan Tata Kelola paling panyak stoknya dengan 4 mata kuliah, yaitu Tata Kelola TI, Manajemen Investasi TI, Manajemen Risiko TI, dan Keamanan Informasi. Saya penasaran apakah mungkin keempat-empatnya digelar sekaligus megingat peminatny selalu 'sold-out'.
Yang pasti, saya optimis bahwa penyusunan ini sudah mengakomodasi berbagai kebutuhan yang ada semaksimal mungkin. Termasuk konversi mata kuliah bisnis elektronis menjadi perdagangan elektronik. Sudut pandang sebagai mahasiwa yang pernah ngambil serta asisten dosen semester lalu, saya melihat pengembangan industri TIK di Indonesia memang lebih menyita atensi dan potensinya di hal-hal yang bersifat komersial. Perilaku konsumtif yang tinggi menjadikan perdagangan elektronik jauh lebih menggiurkan daripada bisnis elektronik yang sifatnya non-komersil. Hehee
Best Jersey 2016/2017
Berikut ini 10 jersey pilihan untuk musim 2016/2017. Tentu ada yang setuju ada yang tidak. Hehee
FC Barcelona away
Warna ungu menjadi keelokan tersendiri dengan aksen garis merah jambu. Paduan yang memberi kesan anggun tapi tetap terasa macho. Memang pola jersey ini 'template' dari Nike, tapi Barcelona beruntung karena paduan warna mereka tidak terlalu menunjukkan template tersebut.
Girondins Bordeaux third
Sangat gahoool. Bayang-bayang suasana Bordeaux tergambar di sini dengan sangat mencolok, apalagi salah warna yang dipilih adalah merah jambu. Kekurangannya hanya satu, tidak digambarkan suasana sepak bola di kota Bordeaux.
Lille third
Sangat berani memilih biru dongker dan kuning pastel sebagai warna jersey ketiga. Seharusnya desainnya biasa saja. Tapi berisan garis biru, yang lebih terang, membentuk siku asimetris sangat memancing perhatian. Sederhana, namun sangat nyaman dipandang.
Atalanta BC home
Kembali klub ini mengumbar motif khas belang-belang vertikal biru versus hitam. Tapi untuk jersey ini mereka memainkan efek gradasi dimana bagian atas dikuasai hitam, sedangkan bagian bawah didominasi biru. Jersey ini makin rapi lantaran warna tulisan sponsor putih. Penempatan logo di tegah menjadikan orang justru melirik logo sehingga bisa langsung mengenali ini adalah jersey Atalanta, alih-alih klub dengan warna serupa di Serie A.
Ajax Amsterdam away
Ciri khas kota Amsterdam dipaparkan jelas lewat ikon tiga logo silang. Uniknya, ikon tersebut tidak digambarkan dalam wujud warna yang solid, melainkan diberi efek grafiti. Paduan warna biru muda di logo Ajax, aksen trio-garis khas Adidas dan logo sponsor merupakan warna yang pas. Salut.
Sampdoria away
Entah dari tahun berapa jersey Sampdoria, baik kandang, tandang, hingga ketiga, dihinggapi rentetan garis horisontal biru-putih-merah-hitam-putih-biru. Yang pasti, siapapun vendornya, rentetan garis itu sudah pasti melekat tapa bisa diganggu gugat. Tapi bagaimana dengan musim ini hehee. Joma masih membiarkan 'tradisi' itu lestari dengan rupa yang agak 'nyeleneh', yaitu efek grafiti. Kreatif kah, lumayan juga. Yang cukup disayangkan rupa 'agak nyeleneh' ini tidak berlangsung penuh karena perlahan sirna di bagian kiri.
SS Lazio third
Jersey ini tampak mengingatkan bahwa Lazio itu 'seharusnya' dominan putih karena julukannya diawali 'bianco' barulah 'celeste'. Menarik memang karena ditayangkan dalam rupa horisontal. Ditambah komposisi warna biru muda di sini tidak serta merta solid, justru disusun bervariasi ketebalannya.
Manchester United home
Satu-satunya keunikan jerey ini adalah permainan motif segi enam yang menjadi peralihan antara warna merah tua menuju merah terang. Belum ada permainan motif segi enam di jersey klub-klub lain. Sangat berani di saat klub-klub lainnya 'latah' dengan 'template' dari vendor. Sayangnya, makna segi enam ini masih saya ketahui maksudnya.
Bradford City home
Mereka sudah identik dengan warna khas merah marun versus oranye. Sudah jadi tradisi, mereka menyuguhkan dua warna tersebut dalam jajaran belang vertikal. Tapi di edisi ini, mereka 'memaksa' kita memicingkan warna lantaran jajaran belang tersebut disajikan secara diagonal. Ide yang jarang terpikirkan oleh klub-klub dengan tradisi motif belang vertikal.
Pumas Unam home
Beragam motif khas budaya Meksiko kuno sangat kental di jersey ini. Dan yang paling spesial adalah keberadaan simbol kepala macan puma di tengah yang sederhana, namun sudah merepresentasikan identitas klub ini. Paling menarik untuk dikoleksi.
sumber gambar-gambar
footballfashion.org dan www.footyheadlines.com
Resuffle, lalu ...
Pesan berantai 'non-formal' yang dikirimkan oleh Menteri Sekretariat Negara beberapa hari lalu menjadi bukti saheh akan adanya resuffle di jajaran Kabinet Kerja. Bahkan dalam wawancara eksklusif dengan salah satu televisi swasta pun, Presiden Joko Widodo tampak sulit meyembunyikan isyarat akan adanya proses perubahan tersebut. Resuffle merupakan bentuk nyata dari hak prerogatif presiden dalam menentukan siapa-siapa yang menjadi menteri dan juga kepala badan. Di balik faktor kesenyawaan antara presiden-wakil presiden dengan para menteri/kepala badan, ada punya isu politis yang kerap mewarnai agenda resuffle. Sulit untuk membantahnya dan lebih sulit membendung opini yang berkembang dan disuarakan oleh masyarakat. Saat keran hak bicara semakin dibuka, maka pro-kontra jelas mengalir makin deras.
Jawaban diplomatis sudah diungkapkan presiden, yaitu faktor performa. Tapi sulit disanggah bahwa subjektivitas akan terus mewarnai hajatan bernama resuffle. Benarkah performa kabinet ini ke depannya akan lebih baik pasca-resuffle? Hmm, sulit untuk menyimpulkan demikian di awal. Beberapa nama yang baru, yang digeser, yang dicopot, bahkan yang dipertahankan memang memancing isu kurang sedap. Isu yang berhembus, beberapa nama memang sengaja dipagari karena faktor loyalitas terhadap sosok presiden dan wakil presiden saat ini. Ada pula yang memiliki status 'tidak tersentuh' lantaran latar belakang politis saat pemilihan presiden tahun 2014 lalu.
Menilik latar belakang beberapa nama yang menjadi wajah baru Kabinet Kerja ini, saya menaruh optimisme karena sebagian adalah praktisi yang non-partai. Pertanda adanya sikap objektif presiden dalam memilih para menteri/kepala badan? Saya tidak yakin 100 persen. Tapi saya menaruh harapan agar mereka belajar politik agar bisa menjalan kebijakan yang pro-rakyat tanpa direcoki kepentingan partai yang 'bukan rahasia' lagi sangat ugal-ugalan. Mereka juga perlu belajar manajemen isu di hadapan media karena bukan rahasia bahwa ada menteri yang memiliki kinerja bagus tapi bahasanya di hadapan media terlalu lugu sehingga dirinya kerap dikambinghitamkan atas segala masalah berbau konektivitas di negeri ini.
Yang menarik dari daftar nama yang menghuni proses resuffle ini memang didominasi oleh menteri dengan area kerja di bidang perekonomian. Barangkali ini dikarenakan kegagalan percepatan ekonomi Indonesia. Jika kita menggabungkan antara resuffle 1 dan 2, jelas tampak bahwa kursi menteri yang berurusan dengan keuangan menyandang status keramat. Mari kita tengok daftar kementeriannya di bawah Kementerian Koordinator Perekonomian yang berjumlah 8. Sudah 4 kementerian berganti pucuk pimpinan, yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian ATR/BPN. Jika ditambah Kementerian Koordinator Perekonomian, nama total ada 5. Sudah cukup menegaskan bagaimana ekspektasi yang sangat tinggi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bukan tidak mungkin kementerian-kementerian tersebut bakal berganti pucuk pimpinan di resuffle mendatang. Dan 4 kementerian yang masih 'steril', yaitu Kementerian Tenga Kerja, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian LHK, serta Kementerian BUMN, bakal menjadi korban berikutnya.
Fakta unik yang terpapar pasca-resuffle ini
- Kementerian Koordinator Bidang Pembangungan Manusia dan Kebudayaan menjadi satu-satunya kementerian koordinator yang masih 'steril'
- Kementerian Keuangan dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan bakal ditukangi 'wajah lama bersemi kembali', yaitu Sri Mulyani dan Wiranto
- ada lagi kah?
Lirik Lagu 'Truly Madly Deeply'
Gegara nyetel playlist berisi lagu-lagu pengiring FIFA World Cup 2006 dimana lagu Celebrate the Day jadi favorit saya. Eh mendadak nemu lagu berjudul Truly Madly Deeply yang kok iramanya asyik walau memang pelan. Temponya sangat bernuansa pop dengan cengkuk vokal yang renyah hehee.. Dan saya malah jadi sering nyetel lagu ini belakangan. Berikut liriknya
I'll be your dream
I'll be your wish I'll be your fantasy
I'll be your hope I'll be your love
Be everything that you need
I'll love you more with every breath
Truly, madly, deeply do
I will be strong I will be faithful
'cause I'm counting on
A new beginning
A reason for living
A deeper meaning, yeah
[chorus:]
I want to stand with you on
a mountain
I want to bathe with you in the sea
I want to lay like this forever
Until the sky falls down on me
And when the stars are shining
brightly in the velvet sky,
I'll make a wish send it to heaven
Then make you want to cry
The tears of joy for all the
pleasure and the certainty
That we're surrounded by the
comfort and protection of
The highest powers
In lonely hours
The tears devour you
[chorus]
Oh can you see it baby?
You don't have to close your eyes
'Cause it's standing right
before you
All that you need will surely come
I'll be your dream I'll be your wish
I'll be your fantasy
I'll be your hope I'll be your love
Be everything that you need
I'll love you more with every breath
Truly, madly, deeply do
[chorus]
I want to stand with you on a
mountain
I want to bathe with you in the sea
I want to live like this forever
Until the sky falls down on me
Ada Apa dengan Chinese Super League
Beberapa tahun terakhir, terdapat dua kompetisi di Asia yang menyedot perhatian pemerhati sepak bola dunia. Dua kompetisi tersebut terletak di negara dengan ukuran 'raksasa' dari sisi penduduk maupun geografis wilayah, yaitu Tiongkok serta India. Khusus di artikel ini, saya akan menyoroti tentang kompetisi nomor wahid di dataran Tiongkok yang memang lebih menyita atensi karena sensasi transfer yang sangat menggiurkan.
Tiongkok, nama resmi dari negara Cina dalam versi Indonesia, merupakan negara yang memiliki populasi terbesar di dunia. Tidak heran negara ini sangat produktif untuk urusan industri yang ironinya belum termasuk jajaran elite di kompetisi antarnegara Asia untuk urusan sepak bola. Mereka tertinggal jauh dibandingkan Jepang dan Korea Selatan, rival mereka di berbagai aspek kehidupan Asia Timur. Selain koleksi Tiongkok untuk urusan Piala Asia yang masih nihil, mereka juga baru sekali mengecap Piala Dunia, jauh dibandingkan dengan duo Jepang dan Korea yang sudah menjadi langganan Piala Dunia. Tidak heran bahwa pemerhati sepak bola, termasuk di Indonesia, lebih akrab dengan nama-nama pemain asal Jepang, misalnya Shunsuke Nakamura, Hidetoshi Nakata, Shinji Kagawa, Keisuke Honda, ataupun Korea Selatan, misalnya Park Ji Sung dan Ahn Jung Wan. Tapi, belakangan ini negeri Tirai Bambu mulai menghentak dunia melalui kompetisinya, yaitu Chinese Super League alias CSL. Hentakan ini diwujudkan dalam kegilaan klub-klub di CSL untuk menggaet nama-nama tenar dunia untuk bergabung dengan nominal yang fantastis.
Strategi mendatangkan legiun asing sebetulnya sudah dirintis oleh Jepang dua dekade silam tatkala mereka hendak mengorbitkan kompetisi J-league. Kesuksesan yang dirasakan Jepang terhitung sukses. Pertama, keberadaan pemain asing mampu menularkan kompetensi dalam menggocek bola, hasilnya adalah dua kesuksesan berikutnya. Kedua, klub-klub Jepang mampu mendominasi kompetisi Liga Champions Asia. Ketiga, fanatisme suporter yang trengginas dalam mendukung klub-klubnya. Lebih jauh lagi, mereka bisa meningkatkan kualitas tim nasionalnya. Tapi strategi Jepang tersebut dilakukan dengan penggaetan pemain yang sudah uzur ataupun sudah berakhir era keemasannya di kompetisi elite Eropa dan Amerika Latin. Para pemain tersebut pun tidak diiming-imingi nilai transfer ataupun gaji yang menggiurkan. Praktis ini yang menjadi perbedaan nyata dengan strategi yang dilakukan klub-klub di CSL.
Berbagai nama tenar mampu digapai oleh klub-klub CSL dengan nilai transfer yang menggiurkan tatkala mereka masih dalam periode keemasan, bahkan saat mereka sedang 'on fire' di kompetisi sebelumnya. Nama Robinho, Eiður Guðjohnsen, Demba Ba, hingga Asamoah Gyan, menjadi deretan teratas nama yang sedang getolnya menghiasi jagat sepak bola Eropa. Mereka didatangkan di awal tahun 2015 menyambut kompetisi CSL musim 2015 dengan dampak yang cukup 'bising' di dataran Eropa. Banyak yang bertanya keberadaan kompetisi dan klub yang berkiprah di CSL. Tidak sedikit yang mencibir gelontoran dana sebagai satu-satunya magnet yang membuat para pemain tersebut berlabuh. Sulit untuk membantahnya karena tiap periode transfer berikutnya, yaitu medio 2015, awal 2016, dan medio 2016, lagilagi gebrakan transfer ataupun gaji menjadi aspek yang paling disorot dari tiap kepindahan pemain asing ke CSL.
Musim ini, beberapa nama nama tenar menghiasi daftar pemain di klub-klub CSL. Sosok Burak Yilmaz, eks bomber Galatasaray, merapat ke Beijing Guoan menemani Renato Augusto. Pun dengan Jackson Martinez yang berlabuh ke Guangzhou Evergrande Taobao, klub yang ditukangi oleh Marcelo Lippi, eks arsitek Timnas Italia di gelaran Piala Dunia 2006. Mantan predator Arsenal, Gervinho memilih Hebei China Fortune yang sebelumnya sempat dibela oleh Ezequiel Lavezzi. Shadong Luneng tak mau kalah dengan mengontrak Graziano Pelle dan Papiss Cisse, sedangkan duo Brazil, Ramires dan Alex Teixeira, berhasil diseragami Jiangsu Suning. Legiun asal Brazil lainnya, Hulk memilih Shanghai SIPG sebagai klub berikutnya musim ini.
Stok uang yang belum bisa dipastikan ada berapa memang menjadi modal bagi klub-klub CSL untuk meramu skuad dengan beberapa nama tenar asal benua lain. Sejauh ini klub-klub tersebut masih dihalangi dengan kuota pemain asing 5 orang. Namun, apa jadinya jika kuota itu dihapus. Apakah akan ada 'los galacticos' dari negeri Tirai Bambu. Mungkin saja. Tapi rasa-rasanya nafsu bisnis perlu dikembalikan kepada kesukesan Jepang sebagia barometernya. Urusan pennton yang memenuhi stadion sudah bisa dicapai. Begitu pula persaingan di Liga Champions Asia yang mampu direcoki, bukti nyata tentu gelar juara Guangzhou Evergrande tahun lalu. Tapi, apakah pemain lokal bisa ikut terdongkrak kompetensinya dan lebih jauh lagi, bisakah tim nasional Tiongkok menyetarai kualitas Jepang dan Korea Selatan
Review Sabtu Bersama Bapak
Film ini diangkat dari novel yang pernah saya baca sebelumnya dengan judul yang sama. Ada rasa penasaran tersendiri dengan cerita 'sepadat' di novel itu akan bagaimana dikonversi ke dalam bentuk film. Ada empat alur yang mewakili kepentingan individu di dalam berkeluarga, relatif mudah untuk menjelaskannya dalam novel karena pembaca bisa memotong bacaannya dan melanjutkannya besok lagi, tapi tidak dengan format film. Di sinilah tantangan tersendiri untuk menghidangkan film yang mengakomodasi esensi moral tanpa menanggalkan kerangka umum yang sudah dibangun di novelnya.
Sosok yang ingin Mewariskan Pesan
Tatkala ajal mendekat, malah sibuk mendokumentasikan berbagai nasihat bijaknya melalui video-video. Ide yang barangkali anti-mainstream, karena kalaupun ada orang tua yang mempersiapkan hal seperti itu maka media yang digunakan adalah tulisan. Simbol 'video' menjadi ciri khas yang spesial, baik novel maupun filmnya. Walau fokus utamanya adalah mewariskan kontribusi bagi anak, namun si suami masih menyempatkan diri untuk mengalokasikan waktu untuk istrinya.
Sosok yang Menjaga Amanat
Ini bukan tentang loyalitas karena tidak menikah lagi hehee. Tapi tentang upaya untuk mempertahankan kekompakan keluarga serta pesan-pesan dari sang suami untuk anak-anaknya. Bahkan tatkala penyakit akut menghinggapinya, dia tetap mempertahan amanat yang dipegangnya. Memang sepintas beliau terlalu 'bermain sendiri' melawan penyakit. Namun di balik itu semua, dia memiliki niat yang baik dan mampu berpikir jauh untuk mengandai-andaikan seandainya anak-anaknya tahu di saat yang tidak tepat.
Suami yang harus Belajar
Menjadi suami bukan berarti sudah waktunya mengakhiri masa-masa belajar saat menuju pelaminan. Justru tantangan akan semakin besar. Di film ini, kita akan disuguhkan konflik yang berpangkal dari perbedaan sudut pandang antara suami dengan istri, termasuk lokasi dalam memandang serta ukuran sudut pandang tersebut. Banyak ketidaktahuan si suami mengenai kondisi rumah tangga secara detail. Justru sebagai suami, dirinya malah bertindak sebagai 'mandor' yang gemar mengevaluasi istri hanya dari standar subjektifnya. Masalah utama yang menjangkitinya adalah dirinya tidak menjadi diri sendiri, melainkan berpatokan hanya dari sudut pandang pesan-pesan sang aya yang dicerna mentah-mentah. Pada akhirnya, dia berhasil menyadari segala rupa kekeliruannya
Jomblo yang Gigih
Tatkala alur cerita tiga tokoh di atas berkutat dengan suasana serius, maka untuk sosok satu ini peranannya menjadi penebar gelak tawa. Misi 'berburu' pujaan hati dilakuka dengan teknik yang sangat garing. Sepintas sosok itu terkesan menjadi bahan tertawaan. Namun di balik itu semua, kita malah menemukan sosok yang apa adanya dan anti-pencitraan plus membumi dengan bawahannya. Melalui sosok ini pula kita akan menemukan bahwa tidak semua orang itu memiliki karakter yang itu-itu saja. Justru di balik kekakuan yang nampak selama ini tersimpan pribadi yang mengalir dan komunikatif.
Petuah Kepemimpinan ala Rudy Habibie
Mengangkat sebuah cerita yang 'terinspirasi' dari tokoh yang spesial di hati Bangsa Indonesia bukan hal yang mudah. Dibandingkan presiden-presiden RI lainnya, sosok Bapak B.J. Habibie relatif lebih dihormati lantaran tiga hal, pertama kecerdasan dan perannya sebagai perintis industri dirgantara Indonesia, penghubung akhir Orde Baru dengan Era Reformasi, serta tidak berafiliasi dengan partai politik. Praktis kontroversi yang menjadi kritik tajamnya hanyalah tentang keberanian menggelar adu suara terbuka masyarakat Timor Timur yang berujung pada lepasnya provinsi ke-27 Indonesia saat itu. Di film ini kita akan menelusuri penggambaran karakter beliau yang membuat kita bakal memaklumi keberaniannya yang sangat tegas dan sangat tidak berdiplomasi layaknya politisi pada umumnya. Kepemimpinan yang menjadikannya sosok unik untuk diteladani dalam menggebrak rantai dominasi. Setidaknya ada 5 nilai kepemimpinan yang tercium kuat sebagai aroma utama film ini.
Oh ya, sebagai 'jebolan' MTI UI, saya merasa beberapa kosakata di film ini familiar dengan mata kuliah Metodologi Penelitian dan Penulisan Ilmiah serta Karya Akhir. Beberapa kali Rudy, dan juga Ilona, menyebutkan istilah 'fakta', 'masalah', dan 'solusi'. Ketiga terminologi tersebut sangat akrab dalam menyusun sebuah penelitian hehee. Kemiripan yang membuat saya menikmati nostalgia hehee..
Kalau bisa Piknik, Pengin ke sini [2]
Pulau Paskah, Cile
Ada dua faktor mengapa saya ingin ke sana. Lokasi pulau ini sangat terisolasi dari pulau besar, apalagi benua. Ya, Cile selaku pemilik pulau ini terletak beribu kilometer darinya. Jelas menjadi perjalanan yang 'gila' dan 'absurd', dalam konteks positif tentunya. Alasan kedua adalah adanya patung-patung raksasa yang bertebaran di pulau tersebut. Lho bukankah Indonesia juga punya patung-patung yag menjulang raksasa ukurannya/ Okay, kembali ke alasan pertama mengenai lokasi yang terisolasi, bagaimana proses 'pengadaan' patung-patung tersebut agar dapat menempati pulau pada era yang sebelum abad 20/ Hingga saat ini siapa yang membawa patung-patung tersebut ada di Pulau Paskah dan untuk apa, tidak ada yang tahu. Bisa dibilang ini adalah salah satu misteri yang terlalu sulit dijelaskan kemungkinan terjadinya.
Pertama kali melihat foto objek wisata ini sekitar 3 tahun lalu di sebuah web geografis antar-negara. Nama yang sulit dibaca membuat saya fokus menyaksikan foto yang bagi saya agak fiktif lantaran terlalu mirip suasana di kartun-kartun, termasuk Kung fu Panda. Apa benar pegunungan yang rupa seperti ini. Berbagai pertanyaan meggelayuti saya, misalnya memang seberapa besar ukuran masing-masing julangan itu, apakah bisa dinaiki, mungkinkah melompat dari satu julangan ke julangan lainnya/ Sebagai orang yang juga menggemari geografi, saya pun penasaran bagaimana proses pembentukan fenomena alam seperti itu. Sebagai programmer, kala itu, saya bergugam 'enak nih kalau ngoding di sana ya..' hehee.
Sørvágsvatn, Faroe
Eropa bagian Utara terlalu sering 'menghipotis' saya, terutama foto-foto tentang fyord di berbagai negara Skandinavia. Tapi baru kali ini saya melihat danau, tebing, pantai, air terjun, dan lautan dalam sebuah gambar yang sangat mengherankan. Bagaimana bisa ada yang seperti ini/ Tentu kuasa Allah, dan semoga Allah mengizinkan saya mengunjungi tempat yang sangat memukau ini.
Machu Picchu, Peru
Hamparan rumput hijau membentang luas sebagai latar dari kuil-kuil yang tersusun rapi dan kelewat canggih untuk ukuran peradaban saat itu. Keduanya adalah kombinasi yang, kalau urang awak bilang, 'rancak bana'. Tidak perlu punya selera seni yang tinggi untuk memahami keelokan Machu Picchu. Terlepas dari fungsinya yang terkait kepercayaan kuno masyarakat Peru, saya lebih menyorot keelokan kuil-kuil di situ sebagai karya seni buatan manusia yang dipadu dengan ciptaan Sang Maha Pencipta, Allah swt. Tentu sajian yang spektakuler.
Petra, Yordania
Karya seni yang lahir dari upaya survival masyarakat di tengah panas kerontangnya gurun pasir khas daratan Arab. Pahatan yang mengguratkan semangat untuk bertahan hidup walau ekosistem di situ sangat 'keras'. Saya sendiri sulit memahami bagaimana berbagai pahatan itu membuat mereka betah untuk membangun peradaban di sana.
Pulau Socotra, Yaman
Vegetasi flora dan rupa fauna di sini sangat berbeda dengan ekosistem di belahan bumi manapun. Saya sulit mencari terminologi lain selain unik dan 'aneh', tentu dalam artian positif. Menyaksikan foto-foto yang mejelas portofolio hayatinya, saya terlempar ke imajinasi penuh khayalan, apa benar ada bentuk flora seperti itu. Lagipula untuk pulau seukurannya, keragaman hayati yang tersimpan di dalamnya terlalu kaya. Sulit membayangkan bagaimana flora dan fauna di sana bisa terjaga kelestariannya dengan lokasi yang sebetulnya tidak terlalu terisolasi di tepi jazirah Arab.
Sebagai fans FC Barcelona, apa saya perlu menjelaskan mengapa saya ingin ke sana hehee
Sodoran Sistem Informasi tentang Hukum
Beberapa hari lalu di sebuah diskusi kelompok terpumpun alias focus group discussion, saya menemukan sebuah gagasan yang spesial. Jujur saya belum pernah menjangkau ide sederhana yang tidak terpikirkan itu. Gagasan merupakan kolaborasi antara teknologi informasi dengan area hukum.
Secara ringkas, ide ini berupa penyajian kepada petinggi organisasi tentang perkembangan kasus hukum yang menyangkut sektor organisasi tersebut. Barangkali ide ini kerap didengungkan terkait proses perizinan maupu hal-hal yang bersifat birokratif. Namun saya belum menemukan adanya aplikasi yang menayangkan berbagai rangkuman perkembangan kasus hukum yang tengah bergulir. Sebagai contoh, seorang petinggi korporasi kereta api negara dapat memantau sengketa-sengketa terkait aset tanah yang melibatkan korporasi tersebut. Tentu ide ini sangat bermanfaat, khususnya bagi para petinggi organisasi. Mengapa?
Pertama, memudahkan petinggi organisasi memperoleh informasi yang faktual
Jelas seorang pejabat organisasi tidak punya banyak waktu luang untuk mengumpulkan informasi yang berserakan di internet. Selain waktu yang memang sempit, situasi media sosial memang kurang sehat lantaran terlalu banyak berita yang sepotong-potong, banyak berita tanpa sumber valid, banyak berita yang kurang disertai riset, singkat kata membaca berita satu per satu untuk level pejabat organisasi sangat tidak efektif. Perlu ada fasilitas yang menghubungkan mereka dengan kondisi meja/lapangan berlangsungnya kasus. Mungkin berita online masih dimungkinkan, namun perlu ada kriteria kualitas informasi di situ.
Kedua, eh stop kau tipu-tipu atasan
Bukan rahasia bahwa banyak pejabat organisasi yang mencerna informasi yang sudah terlalu direkayasa bawahannya. Mengapa terjadi demikian? Ada banyak teori konspirasi di sini, misalnya si bawahan yang terancam tekanan untuk lebih getol menyelesaikan perkara hukum yang dihadapi hingga ancaman terhadap permainan bawah tangan dengan para mafia peradilan. Dengan adanya konsep di atas, maka atasan dapat menggaet perkembangan secara langsung tanpa adanya pelintiran informasi oleh oknum tertentu.
Ketiga, mempercepat pejabat organisasi mengambil sikap
Informasi valid yang diterima secara cepat menyebabkan para pejabat lebih siap dan matang dalam menyusun rencana penanganan. Sikap cekatan jelas dibutuhkan untuk menghadapi berbagai persoalan terkait hukum yang melibatkan organisasi. Salah data bisa menyebabkan tanggapan yang dihasilkan pun salah. Lambatnya informasi juga berpengaruh pada kasus yang berlarut-larut.
Pertanyaan berikut berkecambuk pula di benak saya atas inovasi di sebuah instansi penyelenggara negara tersebut, tentunya bukan si korporasi kereta api itu. Namun karena sedang pusing mempelajari arsitektur organisasi dari sisi TI, maka pertanyaan utama yang saya gusung adalah 'Bagaimana menyisipkan gagasan tadi ke dalam aplikasi yang terpusat dan tunggal bagi pejabat organisasi?' Tentu akan tidak efektif jika gagasan seperti ini diwujudkan dalam satu aplikasi, sedangkan ada aplikasi lain dengan konsep awal mirip namun berbeda jenis informasinya, misal dari isu layanan TI, dari isu performa si organisasi, dari isu keuangan, dll. Agar lebih efisien, saya berpendapat bahwa organisasi perlu membuat inventaris apa-apa informasi yag perlu diketahui masing-masing pejabat. Hal ini nantinya diterjemahkan sebagai arsitektur data yang dikemudian dipetakan ke dalam arsitektur aplikasi. Dengan demikian, cukup satu aplikasi dengan ruang lingkup beragam sesuai kebutuhan si organisasi, tentunya termasuk gagasan tentang informasi tentang kasus hukum yang dihadapi.
Kalau bisa Piknik, Pengin ke sini [1]
Danau Kelimutu, Nusa Tenggara Timur
Danau legendaris yang meghiasi uang lembaran 5000 rupiah era tahun 1990-an. Saat kecil saya takjub dengan danau apa yang airnya bisa memancarkan tiga warna berbeda. Tatkala cakrawala mulai terbuka dengan adanya akses internet, saya kemudian menyadari bahwa danau ini sangat fenomenal. Sedih juga saat menyadari bahwa akses menuju ke sana sangatlah sulit, baik dari sisi transportasi maupun finansial. Perlu persiapan untuk bisa menikmati panomara dahsyat di sana. Keelokan khas Indonesia bagian Timur yang memukau eksotis.
Sentani, Papua
Sejauh mata memandang yang terhampar adalah padang rumput serta danau-danau yang menyejukkan kalbu. Sangat ampuh untuk terapi psikologi yang terlanjur dijejali segala rupa penatnya rutinitas khas ibu kota. Suasana yang disuguhkan sangat menggoda untuk berkemah di sana. Jika berani, Sentani layak menjadi tuan rumah Jambore Nasional maupun Raimuna Nasional.
Sosial masyarakat Wakatobi yang notabene gipsi lain menjadi daya tarik sendiri untuk ikut serta terlibat di dalamnya. Belum lagi godaan untuk ikut menceburkan diri ke laut menikmati kehidupan di bawah laut. Kebetulan saat ini Wakatobi menjadi unggulan wisata di Indonesia bagian Tengah.
Pulau Miangas, Sulawesi Utara
Alasan mengapa ingin ke pulau ini sederhana, yaitu lokasinya yang sangat terpencil. Lihat saja di peta berikut. Tentu bakal ada tantangan dari sisi sosial bila hidup sekian kilometer dari pulau mayor terdekat, dalam hal ini Sulawesi. Kira-kira ada apa saja di sana ya, hehee
Kisruh Vaksin Palsu
Kisruh vaksin masih belum menemui titik terang. Memang sosok-sosok tersangka sudah dihasilkan oleh Kepolisian, namun ulah yang diperbuat oleh mereka masih menggulirkan kekecawaan dan kepanikan dari berbagai pihak. Semua entitas di dalam ekosistem layanan kesehatan dirundung gelisah. Penyelenggara fasilitas kesehatan, khususnya rumah sakit dengan spesialisasi layanan ibu-anak, kalang kabut mengawang tindakan apa yang seharus dilakukan. Berbagai regulasi dan prosedur dikulik di bawah tekanan masyarakat yang semakin gerah dan geram dengan kelambatan sikap konkret para penyelenggara fasilitas kesehatan tersebut. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, juga belum menunjukkan tajinya sebagai lembaga yang punya kewenangan membuat kebijakan. Apakah karena sorotan yang menimba rumah sakit dengan status swasta membuat Kemenkes setengah langkah maju tidak mundur tidak dalam menentukan strategi yang layak, hmm, sulit diterka. Satu hal yang pasti, tekanan media massa dan elektronik sudah terlalu deras sehingga sudah sepatutnya lembaga di atas Kemenkes perlu menunjukkan tajinya agar suasana tidak makin keruh. Mengingat lembaga yang di atas Kemenkes secara koordinasi adalah Koordinator Bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan serta duo Presiden-Wakil Presiden, maka para pemangku jabatan itu patutnya bisa lebih aktif mengendalikan situasi dengan strategi yang layak. Sikap mengunjungi ke TKP langsung memang sudah tepat, namun ditunggu tindakan tegas dalam wujud regulasi/kebijakan.
Permasalahan vaksin palsu ini menambah panjang berita duka penanganan sumber daya manusia di Indonesia untuk segmen anak dan remaja. Sebelumnya duka tingkat nasional sudah mendera Indonesia lewat kasus pelecehan seksual dan pembunuhan dengan korban anak-anak dan remaja. Hal ini mengindikasikan bahwa kesehatan jasmani dan sosial anak-anak, dan juga remaja, dalam ancaman nyata. Belum lagi jika menyinggung gempuran konten tidak layak bagi anak-anak yang dicekoki lewat jaringan internet. Ini juga ancaman terhadap kesehatan rohani. Barangkali jika dibuat siklus ancaman kesehatan, dari berbagai aspek, maka tidak ada fase usia anak-anak yang bebas dari ancaman kesehatan. Ya, sebelumnya orang tua khawatir kesehatan anaknya baru terancam setelah memasuki usia sekolah, yaitu sekitar 5 s.d. 6 tahun. Tapi ternyata, dari usia 0 tahun, anak-anak sudah diintai ancaman nyata, dan ancaman itu justru mengenakan kostum 'obat'. Sulit untuk tidak curiga bahwa insiden pilu yang mendera rumah-rumah sakit di Jabodetabek ini punya jaringan lebih luas dari perkiraan. Apakah benar kejadian itu tidak pernah terjadi di daerah-daerah lain. Saya ragu untuk menyanggah kecurigaan tersebut. Alasannya sederhana, dengan usia bisnis yang cukup lama, konon melebihi 10 tahun, sudah pasti ada pengepakan sayap bisnis ke daerah lain.
PR besar bagi pemerintah untuk mengendus praktik-praktik serupa di daerah lain. Pemerintah di sini termasuk pula BPOM, Pemerintah Daerah, serta Kepolisian. Akademisi juga perlu dilibatkan untuk proses pencegahan insiden serupa, mengapa. Karena di tribun akademiklah, sumber daya di fasilitas kesehatan akan diisi. Berbagai bentuk perguruan tinggi, baik akademik, sekolah tinggi, politeknik, institut, hingga universitas, memiliki peran untuk memproduksi alumni yang berkecimpung di ekosistem dunia kesehatan. Ada yang bernaung di rumpun ilmu kesehatan, misalnya kedokteran, farmasi, keperawatan, dll, ada pula yang bernaung di rumpun lainnya namun punya kontribusi di ekosistem dunia kesehatan, misalnya manajemen, teknologi informasi, hukum, dll. Masing-masing perlu digalakkan mengenai bahaya dan sanksi yang mengintai bila ikut serta dalam malpraktik vaksin palsu ataupun hal-hal lain yang serupa, misalnya pemalsuan produk kesehatan palsu, pendistribusiannya, hingga permainan anggaran pengadaannya. Stok sumber daya manusia yang bersih perlu disiapkan selagi menangani peliknya penanganan vaksin palsu saat ini.
Kembali ke penanganan kasus vaksin palsu dari sisi bagaimana menangani korbannya. Presiden, tentunya didukung wakil presiden dan juga Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaanperlu segera bersiap turun tangan atas permasalahan yang terjadi. Apakah mungkin keterlambatan Kemenkes menangani kasus ini akan berbuntut pada resuffle, baik di internal kementerian atau malah pucuk pimpinan. Bisa saja, karena ada indikasi performa penanganan masalah yang tidak sesuai harapan masyarakat. Baiklah, isu resuffle nanti dululah, kita pikirkan bagaimana nasib para korban yang belum menemui titik terang penanganannya. Semoga titik terang segera dituai.
Menyusup di Belantara Bandung-Margasari [1]
Selama kuliah 4,5 tahun di Bandung saya kurang layak disebut berpengalaman dalam 'mudik'. Alasannya sederhana, jarak kepulangan saya paling mepet adalah seminggu sehingga lalu lintas masih leggang dan harga tiket bus/kereta pun masih dalam kisaran normal. Barulah saat menjalani perantauan di ibu kota alias Jakarta di tahun 2013 saya mengalami betapa mudik merupakan ritual yang sangat menguras pemikiran dan tenaga. Begitu pula saat saya harus berselonjor dan duduk setengah jongkok di dek bus paling belakang selama 30 jam saat mudik tahun 2014. Greget banget karena saya melalui buka puasa, sahur, dan buka puasa lagi di tempat duduk yang sama hehee... Beruntung di tahun 2015 lalu, kegesitan istri saya menggaet tiket kereta membuat kami bisa nyaman bermudik dari Bandung dan merelakan tiket Jakarta-Tegal hanya dikembalikan uangnya separuh karena kami batalkan reservasinya.
Tahun 2016 ini awalnya kami sudah bulat hanya di Bandung karena usia buah hati kami yang baru 2,5 bulan saat tanggal lebaran. Orang tua dan saudara dari Aceh malah rencananya berlebaran di Bandung menemani kami. Hanya saja pergeseran rencana karena satu lain hal mendorong revisi rencana untuk mudik di H-1. Opsi yang tidak dapat dipastikan kenyamanan perjalanannya karena macet tidak mengenal rumus H-berapa.
Tapi rencana yang terlanjur ditancapgaskan harus berjalan. Persiapan yang agak rumit karena perlu menyiapkan logistik ini itu untuk buah hati kami. Mulai dari kain gendong, pembalut untuk bayi, baju bersih, hingga dudukan khusus untuk bayi, telah dipersiapkan dengan matang oleh istri saya. Saya lebih banyak berperan sebagai eksekutor untuk urusan angkat dan pengambilan item-item tersebut. Justru saya yang bingung hendak membawa apa. Palingan hanya kostum hari H yang rencananya seragam dengan saudara-saudara. Jangan tanya kaos ganti selama di Margasari karena 75 persen isi lemari saya masih ditumpuki kaos bola. Maka stok kaos bola yang saya bawa hanya berjumlah 3 lembar dan hanya dipersiapka untuk ancang-ancang gerah selama di jalan...Hehee
Di luar persiapan logistik, praktis persiapan saya hanya dua. Pertama istirahat agar saat memasuki kawasan Pejagan saya bisa berkontribusi dalam menyodorkan opsi jalanan dari Brebes menuju Tegal. Tentu tidak lucu jika di kawasan Brebes dan Tegal saya malah tidur padahal di situ saya harus memberikan petunjuk yang mencerahkan dan minimal tidak mengarahkan mobil menuju jalan yang macet dan sesat. Kedua, mengisi baterai ponsel saya, iya ponsel yang beberapa hari pascalebaran sudah berganti kepemilikan hiksss...
Kombinasi pengetahuan berteknologi dengan pengalaman mengitari kawasan Brebes diperlukan dalam memenggal kemacetan yang meracuni otak kami sebelum berangkat mudik. Dan selama perjalanan lalu, kami betul-betul memadukan dua hal tersebut. Dengan sederhananya, kami merencanakan keluar Tol Pejagan lalu menuju Jatibarang kemudian melaju ke Margasari. Permasalahan mulai terjadi saat polisi di tengah tol mengarahkan kami keluar tol Brebes Barat. Berdasarkan tujuan kami Jatibarang, tepatnya Jalan Ahmad Yani, maka para polisi menyarankan kami setelah keluar tol Brebes Barat segera ambil ke kanan memasuki Klampok hingga Alun-Alun Brebes barulah ambil kanan menyusuri jalanan menuju Jatibarang.
Jrengg...kami terjebak macet di Klampok. Melalui diskusi singkat antara saya, istri, Uda Irfan, serta Indra akhirnya memutuskan putar balik menuju jalan pintas ke arah Tanjung. Uniknya justru tol keluar Brebes Barat tersebut tidak tergambarkan di Google Maps, alhasil kami perlu menerawang dengan penuh duga-duga. Dan tanpa diduga dari hasil peta justru menunjukkan adanya dua lokasi yang bernama Jalan Ahmad Yani, pertama adalah kawasan Jatibarang yang kami tuju, kedua adalah nama jalan di dekat Alun-Alun Brebes. Okayy, itulah mengapa para polisi mengarahkan kami memasuki kawasan Klampok, tampaknya kami salah komunikasi hehee...
Memasuki belantara sawah, paduan teknologi dan pengalaman ternyata harus diimbangi dengna intuisi. Ya, berkali-kali kami musti bermusyawarah mengenai jalan yang perlu dipilih. Ada kalanya salah pilihan sehingga terjebak kemacetan di sekitar pombensin. Ada kalanya malah tersasar di tengah sawah. Dan setelah menjelujuri Ketanggungan, Larangan, akhirnya Jatibarang pun berhasil kami capai. Secuil lagi kami sampai di Margasari. Suasana nostalgia tentu mengiringi jalanan Jatinegara s.d. Margasari. Sudah setahun lebih saya tidak melewati jalur ini, jalur yang kerap menghiasi hari-hari saat SMA maupun bereuni dalam beberapa momen.
Alhamdulillah kami bisa sampai di Margasari beberapa menit menjelang adzan Maghrib.
Pemakzulan tak Sampai ataukah Arab Spring jiid II
Sabtu pagi lalu berita di sejumlah kanal televisi keranjingan dua topik, yaitu semakin bobroknya penanganan vaksin palsu serta kudeta yang terjadi di negara turki. Topik pertama akan saya ulas di lain artikel, sekarang fokus di kasus kudeta yang secara resmi dinyatakan gagal oleh petahana pemerintahan. Sepintas apa yang terjadi ini bahka mampu menutupi dampak kasus teror truk yang terjadi di kota Nice, Prancis, sehari sebelumnya.
Menarik membahas Turki karena mereka merupakan suksesor dari kesultanan Ottoman, salah satu kontestan yang gagal mendulang kemenangan saat Perang Dunia I dan harus bangkrut oleh sebuah kudeta dimana bentuk negara menjadi republik, sifat negara menjadi sekuler, serta budaya lebih pro-Eropa sebagaimana kita lihat saat ini. Turki merupakan sebuah daerah secara geogafis sangat strategisdengan berbagai potensi politik-geografis yang tersingkap belakangan ini. turki secara jarak tidak terlalu jauh dari negara bernama Suriah, Lebanon, Iraq, Iran, Palestina, hingga Israel, termasuk juga Ukraina. Negara-negara tersebut dalam beberapa tahun terakhir marak didaulat sebagai pengisi berita luar negeri dengan kasus yang sama yaitu politik, baik dalam konteks perebutan kekuasaan, kehancuran ekonomi, pangan, sosial, termasuk kejahatan kemanusiaan. Singkat cerita, kepada siapa Turki berpihak akan mempengaruhi peta politik regional di kawasan Arab. Ya, memang Turki tengah melamar menjadi anggota Uni Eropa plus mereka juga rutin mengikuti UEFA Champions League dan EURO, tapi secara histori dan kultur, mereka masih terikat dengan Asia, khususnya Timur Tengah.
Kembali ke topik, Turki merupakan negara yang strategis dan potensi untuk dirangkul oleh berbagai kepentingan asing jika ingin terlibat dalam catur perpolitikan di Timur Tengah. Masalahnya bagi negara asing, dalam hal ini diwakili oleh Amerika Serikat dan Rusia, pemerintah Turki yang diwujudkan dalam pemerintah petahana Presiden Erdogan bersikap sangat dingin dan keras terhadap duo negara tadi. Dalam konteks geografis-politik ini, saya teringat apa yang terjadi pada Indonesia pada awal dekade 1960-an. Turki di dekade 2010-an memiliki sikap politik yang 'berisik' sebagaimana Indonesia saat itu. Bagaimana tidak, Indonesia yang notabene masih ABG dengan usia belasan tahun sudah berani menggelar Konferensi Asia-Afrika, Gerakan Non-Blok, hingga GANEFO plus keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dan kita tahu bahwa apa yang terjadi dengan peristiwa G-30-S/PKI ini tidak lepas dari aroma perebutan hegemoni eksternal antara komunisnya Uni Sovyet, sekarang Rusia, versus liberalnya Amerika Serikat. Jangan lupa letak Indonesia saat itu sangat penting mengingat negara-negara ASEAN merupakan kantung massa pengaruh komunis maupun liberalis. Apakah memang ada indikasi dorongan eksternal pada kasus kudeta di Turki, bisa saja.
Apa yang terjadi di Turki juga agak memaksa akal kita untuk bernostalgia dengan Arab Spring yang terjadi di awal dekade 2010-an. Rentetan gejolak sosial-ekonomi-politik tersebut berlangsung di Mesir, Suriah, Tunisia, Yaman, Libya, sampai dengan beberapa protes minor di sejumlah negara Arab lain. Persamaan erat antara negara-negara 'korban' Arab Spring dengan kudeta yang gagal di Turki tersebut adalah peran militer. Perbedaannya ada dua, yang pertama adalah keberhasila petahana untuk menepis kudeta. Perbedaan kedua adalah sikap pro masyarakat/rakyat terhadap petahana. Sikap pro masyarakat ini tidak lepas dari cerita pahit negara-negara 'korban' Arab Spring yang menyebabkan trauma dan fobia terhadap hal-hal yang mengarah pada pemakzulan alias kudeta. Alhasil muncul suara-suara bahwa kegagalan kudeta bukan disebabkan loyalitas terhadap petahana, melainkan cinta tanah air dalam wujud kekhawatiran jatuhnya negara Turki. Namun sulit menampik isu bahwa jika kudeta ini sukses, bisa jadi rentetan revolusi bakal kembali bergejolak di tanah Arab. Apa yang terjadi pada Mesir, Libya, dkk-nya tentu bukan tanpa benang merah dan bukannya bersih dari indikasi skenario asing.
Lantas bagaimana dengan teori bahwa kudeta tersebut justru direncanakan oleh pemerintah petahana? Teori ini mengemuka lantaran proses penumpasan yang relatif cepat. Hal ini didukung dengan proses 'pemungutan' sosok-sosok yang dianggap terlibat kudeta tersebut. Walau demikian, bisa jadi ada faktor kemampuan badan intelejen Turki dalam mengendus aroma kudeta jauh-jauh hari. Teori ini tak hanya menimpa Turki, justru negara Indonesia pun pernah diduga hal serupa, walau sosok petahana yang dimaksud bisa mengacu ke presiden petahana, Pak Soekarno, bisa juga bakal calon presiden petahana, yaitu Pak Soeharto. Semua dimungkinkan.
Selanjutnya, Turki bakal sibuk dengan berbagai upaya penyidikan detail. Yang pasti, tidak akan ada skenario detail 100 persen dipaparkan kepada masyarakat, apalagi yang terkait konspirasi internasional maupun terkait nama personal. Kita akan cukup disuguhi skenario yang sifatnya lebih aman untuk dikonsumsi sembari menerka-terka ada apa sebenarnya dan terlepas dari apa yang dipaparkan, harusnya kita bisa memetik pelajaran atas peristiwa yang menimpa Turki.
Benang Merah Kunjungan Bapak Presiden
Sejak dilantik pada 20 Oktober 2014 alias dua tahun lalu, Presiden Joko Widodo tetap melestarikan budaya 'blusukan'-nya. Salah satu bukti yang tidak terbantahkan dari kebiasaan beliau ini adalah mengagendakan untuk Sholat Ied di luar ibu kota Jakarta. Apabila tahun 2015 lalu, provinsi Aceh, tepatnya Kota Banda Aceh, yang menjadi lokasi blusukan, maka tahun ini Kota Padang di provinsi Sumatera Barat menjadi persinggahan presiden untuk menutup Ramadhan 1437 H. Kebiasaan ini menjadi pendobrak tradisi presiden RI yang senantiasa tetap di ibu kota, lebih spesifik lagi, mengikuti Sholat Ied dari Masjid Istiqlal. Kebiasaan tersebut makin kentara dengan kunjungan Presiden Joko Widodo saat sholat Ied di Kota Martapura, Kalimantan Selatan pada tahun 2015 lalu saat masih 1436 H, walau memang beritanya tidak seheboh kunjungan ke Aceh dan Sumatera Barat.
Aceh, Sumatera Barat, dan Kalimantan Selatan memang merupakan basis yang kental dengan suasana Islami. Provinsi Aceh merupakan daerah otonom yang menerapkan syariat Islam satu-satunya di Indonesia, buah perjuangan sekian dekade yang penuh keringat dan darah. Sumatera Barat identik dengan masyarakat Minangkabau yang memiliki semboyan hidup ABS-SBK alias Adat Basandikan Syarekat - Syarekat Basandikan Kitabullah. Sedangkan Provinsi Kalimantan Selatan masih memiliki kesultanan yang berbasis Islam, yaitu Kesultanan Banjar. Bicara soal kelayakan dan kaitan antara daerah yang dikunjungi beliau dengan kultur tata kelola masyarakat Islam, tentu kunjungan beliau sudah tepat.
Namun, yang menarik ketiga provinsi tersebut ternyata dalam Pemilihan Presiden tahun 2014 lalu bukan menjadi lumbung suara pasangan terpilih Joko Widodo dengan M. Jusuf Kalla. Ketiga provinsi tersebut beserta sejumlah provinsi lain, yaitu Riau, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, serta Maluku Utara, menempatkan pasangan Prabowo Subianto dan M. Hatta Rajasa sebagai peraih suara di atas 50 persen alias pemenang di provinsi tersebut. Maka pertanyaan sederhananya, apakah kunjungan di tiga daerah tersebut dilatari faktor tematik, yaitu agenda religi di provinsi yang religinya kental, ataukah ada tujuan politis untuk merangkul dukungan. Dari daftar provinsi yang dipaparkan sebelumnya, dominasi kultur dan tata kelola Islam relatif kental di seluruh provinsi tersebut. Jika menengok tren tersebut, rasa-rasanya Presiden berpotensi menjadi provinsi-provinsi tersebut sebagai destinasi hari raya Idul Fitri dan Idul Adha berikutnya. Namun kecil peluangnya bagi Banten dan Jawa Barat mengingat presiden saat ini lebih memprioritaskan perhatiannya pada daerah di luar Pulau Jawa.
Jika niatnya memang sebagai bagian dari agenda religi, maka semoga tetap dikokohkan niat sucinya dan sebaiknya tidak terbatasi hanya di daerah yang Islamnya kental. Jika memang agenda politis, rasa-rasanya, presiden perlu mempersiapkan strategi agar tidak memancing emosi ataupun rasa dipermainkan bagi masyarakat di provinsi tersebut.
sumber statistik; http://kpu.go.id/koleksigambar/PPWP_-_Nasional_Rekapitulasi_2014_-_New_-_Final_2014_07_22.pdf
80+, #Brexit, hingga PortugCampeon
Hajatan akbar sepakbola tingkat benua di seberang Eropa sana akhirnya tuntas. sulit untuk menampikkan pesona edisi kali ini kecuali di sebuah aspek, yaitu bertepatan dengan bulan suci Ramadhan. Bentrokan ini dapat menyebabkan dua dampak yang silakan dipilih sendiri. Hiburan yang menyertai sahur atau malah mereduksi waktu ibadah kita, misalnya yang galau antara i'tikaf vs babak-perempatfinal. Nah tinggal pilih sendiri hehee..
banyak momen yang tidak mudah dilekangkan dari ingatan dimana beberapa diantaraya dilatari kebetulan yang kelewat parah. Memang dengan kontestan 24 negara, EURO 2016 sudah pasti bakal mengumbar kisah-kisah spesial, termasuk di dalamnya kejutan demi kejutan yang membuat kita selaku penonton bakal makin sulit memprediksi siapa yang bakal mencaplok trofi tersebut.
Laga pertama antara Prancis vs Rumania sudah mendeskripsikan bahwa turnamen ini patut dinikmati hingga usai. Gol Dimitri Payet di menit 89 menjadi awal dari 23 lesakan gol yang tercipta pada menit di atas 80. Dengan tol gol 108, artinya lebih dari seperlima gol di turnamen ini terlahir di menit-menit krusial. Prancis seolah ketagihan dengan fenomena gol menit akhir ini sehingga laga kedua melawan Albania pun dilalui dengan sepasang gol di penghujung laga. Bahkan lewat gol di atas menit ke-80 pulalah Prancis dinobatkan statusnya di akhir turnamen ini. Bukti sahih betapa keramatnya gol-gol menit akhir ini layak ditanyakan kepada Spanyol yang terleha dengan status 'pasti lolos 16-besar'. Gol menit akhir Kroasia mengirim mereka di paruh kanan babak piramida 16-besar dimana Spanyol akhirnya berhadapan dan tumbang atas Italia. Di atas kertas laga melawan Portugal lebih memungkinkan mereka lolos ketimbang meladeni Italia, ya walau kita tahu bahwa nasib akhir Portugal di turnamen ini seperti apa. Singkat kata, turnamen ini menjadi produk nyata bahwa jangan lengah memasuki menit akhir.
Turnamen ini dihelat dengan berbagai isu eksternal yang tengah terjadi di dunia. Isu terorisme di Turki, Bangladesh, serta Arab Saudi, persiapan pemilu di Amerika Serikat, membumbungnya harga sembako di Indonesia, tapi semua itu tidak seakrab kisah bertajuk Brexit alias British Exit. Terminologi ini awalnya mengacu pada voting nasional pada tanggal 23 Juni 2016 oleh negara-negara Britania Raya untuk menentukan apakah mereka meninggalkan Uni Eropa ataukah tetap tinggal. Dengan sedikit keunggulan yang hanya sekitar 4 persen, opsi meninggalkan diambil oleh parlemen Inggris dengan sebuah aksi pengunduran diri perdana menteri Cameron. Ternyata berselang 4 hari, timnas Inggris, yang notabene merupakan pimpinan utama Britania Raya, secara mengejutkan tersungkur 1-2 atas Islandia. Insiden ini jelas memilukan karena Islandia yang merupakan debutan di turnamen tingkat Eropa ini bahkan hanya punya 330.000 penduduk serta sistem liganya masih jah dari hingar-bingar English Premier League. Tampaknya Inggris lupa bahwa Islandia adalah negara yang mengangkangi Turki dan Belanda di babak kualifikasi. Singkat cerita, muncullah anekdot bahwa Inggris mampu melakukan aksi Brexit sebanyak dua kali dalam tempo sepekan, pertama keluar dari Uni Eropa, kedua terjengkang dari Piala Eropa. Memang pada akhirnya masih ada Wales selaku wakil Britania Raya, tapi sudah terlanjur dunia terpingkal-pingkal atas ulah timnas Inggris.
Keberhasilan Islandia dapat dikatakan sebagai kehebohan tim-tim kuda hitam di EURO 2016. Tampil sebagai debutan, mereka justru mampu melesat hingga masuk ke babak 8-besar. Bagaimana dengan kejutan lainnya/ Dua tim yang secara tradisional rutin tampil di Piala Dunia, yaitu Rusia dan Turki justru porak-poranda dengan alasan berbeda. Beruang Merah terjerembab di dasar klasmen Grup B, sedangkan Turki harus meratapi blunder minus dua gol yang menyebabkan mereka gagal melaju ke 16-besar dimana Portugal dengan poin sama bisa melenggang lantaran selisih golnya 0. Ngomong-ngomong Portugal, negara pun sangat memprihatinkan di tiga laga putaran grupnya. Tergabung di grp ringan bersama Hungaria, Islandia, dan Austria, mereka justru gagal meraup kemenangan. Modal tiga kali imbang sempat membuat mereka nyaris tersisih andai Albania dan Turki bisa mengoleksi surplus gol minimal 1.
Dan negara Portugal ini pula yang tertatih-tatih menuju 16-besar justru tampil sebagai negara yang paling terakhir pulang dari turnamen ini dengan kepala tegak. Sebuah gol dari pemain pengganti bernama Eder mengantar nama negara mereka diukir di trofi EURO 2016. Gol yang yang terlahir di menit 109 ini menjadi Portugal sebagai negara yang mampu menjadi juara dengan modal kemenangan di babak normal 90 menit paling sedikit, yaitu satu kali kemenangan di semifinal kontra Wales. Tiga kemenangan beruntun atas Islandia, Austria, dan Hungaria dilanjutkan kemenangan di babak perpanjangan waktu kontra Kroasia di 16-besar, serta menang adu penalti atas Polandia di 8-besar. Sebagai catatan, memang Italia pernah juara di tahun 1968 lewat modal dua hasil imbang plus satu laga ulangan setelah laga pertama imbang, namun jumlah peserta kala itu hanya 4.
Modal minimalis sebelum final memang menjadi mereka tampak inferior di hadapan Prancis hanya hanya ternodai 1 kali imbang, sedangkan 5 laga lainnya sukses dimenangi masing-masing hanya dalam 90 menit. Tapi kelengahan Prancis justru terletak pada sebuah momen yang tidak disangka. Awal babak kedua perpanjangan waktu merupakan fase yang sangat krusial karena konsentrasi sudah terbagi antara perpanjangan waktu vs persiapan adu penalti. Di saat inilah seorang pemain pengganti justru dengan leluasa menembakkan bola tanpa kawalan berarti. Pemain yang justru belum pernah mencetak gol di ajang kompetitif, termasuk kualifikasi. Pemain yang namanya justru lebih dikenal sebagai pemain Italia lantaran di skuad negeri pizza ada pemain dengan nama persis dan lebih terkenal. Pemain ini bernama Eder dan dia sukses membuat keder barisan belakang Prancis yang terlalu asyik mempelajari gaya bermain Ronaldo dan Nani.
Selamat atas berbagai sajian penuh kejutan ini
semua orang pernah kehilangan
Bukan hal yang mudah untuk menerapkan ikhlas di luar konteks kata-kata lisan/tulisan. Ikhtiar terus diupayaka karena situasi yang tidak mudah. Bukan karena orientasi diri ini duniawi, justru ini adalah saatnya memadukan ikhtiar dengan doa.
Situasi terlambat berangkat pada dasarnya sudah mengawali hari yang memenatkan pikiran hingga lengah mendominasi sepanjang jarak jalanan itu. Beragam kegelisahan sempat sirna tatkala tas masih terselamatkan. Namun ada yang belum terjangkau, yaitu Samsul, tablet saya yang sudah menemani lebih dari dua tahun.
Tablet yang menandai pencapaian dua tahun lalu tatkala memperoleh kesempatan untuk mengembangkan kapasitas pemprograman di ruang telepon selular. Tablet yang menandai masa-masa sulit tanpa laptop kepunyaan sendiri untuk bertahan dalam perjuangan menuntaskan gelar magister. Tablet yang merepresentasikan bagaimana sebuah aset konsumsi harus dioptimalkan agar juga bisa menjadi aset produktif. Tablet yang menemani saya dan istri menyiapkan berbagai keperluan untuk mengasuh buah hati kami. Tablet yang turut menemani saya dalam mengisi agenda-agenda di tanah rantau, termasuk menabung pundi-pundi amal di jalanan selama Ramadhan. Tablet yang dengan senang hati hendak dipergunakan pula untuk menunjang istri saya menuntaskan studinya. Tablet yang kini entah ada dimana dan di tangan siapa
Macet masih Menjerat Pantura, Kok Bisa ya?
Sudah berhari-hari berbagai stasiun televisi secara kompak menayangkan betapa kemacetan masih menjadi penyakit kambuhan masyarakat Indonesia, tepatnya pemudik yang melintasi area Pantura serta Nagreg. Sulit menerka rumus pasti untuk menghindari hal yang paling menjemukan di dunia ini, yaitu terjebak kemacetan. Variabel waktu keberangkatan (h- berapa), pilihan rute, hingga opsi kendaraan (kecuali moda udara dan kereta api), masih bisa memunculkan strategi yang paling jitu. Praktis, doa serta pasrah menjadi altenatif yang cocok sebagai pelipur.
Satu yang mejadi pembeda dibanding tahun 2014 (dan sebelumnya) berita kemacetan, khususnya Pantura, adalah eksistensi tol Palimanan di Cirebon s.d. Pejagan di Brebes. Tol ini sempat diperkenalkan persis di Ramadhan tahun lalu, hanya saja kesan uji coba kental, bahkan bisa dibilang lebih menyerupai software yang trial-version. Nah, mulai tahun ini keberadaan tol ini efektif sekaligus melengkapi status sebagai tol terpanjang di Asia Tenggara. Hanya saja dampak yang dihasilkan tidak sedahsyat gembar-gembor yang orang-orang bilang, terlepas apapun pro-kontranya terhadap presiden saat ini. Jika pada 2015 lalu, tol ini hanya menjadi bonus proyek besar pemerintah Indonesia di sektor transportasi, maka tahun 2016 peranannya sangat fundamental. Tol ini mengalami penghakiman kualitas, apakah bisa ekspektasi masyarakat bisa terpenuhi?
Untuk keperluan di luar lebaran, saya mengakui bahwa keberadaan tol ini merupakan obat mujarab yang mampu memangkas waktu dari daerah Jawa Tengah menuju Jawa Barat atau DKI Jakarta. Tapi menyimak apa yang terjadi di monitor televisi, saya menyangsikan kemampuan jalan tol ini sebagai solusi macet saat musim mudik, termasuk arus balik nantinya. Tidak perlu alasan detail karena layar kaca sudah menyuguhkan segalanya. Sekarang lebih baik kita pelajari apa yang bisa menjadi solusinya? Apakah perlu ada perbaikan dari sisi infrastruktur kebijakan? Ataukah ada faktor di luar ekosistem jalan tol sebagai penyebabnya? Sebagai individu yang kurang akrab bergelut di sektor transportasi, saya tidak akan ngotot dalam mengemukakan pendapat. Saya hanya bisa menyumbang beberapa pemikiran sederhana, sebagai orang yang akrab dengan status pengguna transportasi umum.
Yang paling utama sebagai bahan evaluasi tentunya keberadaan evaluasi itu sendiri. Hal ini sederhana, namun mengapa saya repot-repot mengetik kalimat tadi? Alasannya sederhana, evaluasi pasca-peristiwa adalah hal yang langka di negeri ini, apalagi jika melibatkan banyak lembaga dengan tingkat egoisme, kepentingan, hingga kesibukan masing-masing. Tentu perlu ada koordinasi yang ketat dari pemerintah pusat, daerah, kepolisian, hingga entitas sektoral terkait ekosistem jalan tol ini. Perlu ada kajian yang cepat, namun tepat mengenai hal-hal konseptual maupun teknis yang telah dijalankan pada mudik kali ini. Apakah kebijakan distribusi dan rekayasa jalur sudah tepat? Apakah kemampuan kepolisian dalam mengambil kebijakan sudah responsif? Apakah ada kesamaan pola kecelakaan kendaraan yang terjadi?
Saya pribadi mulai meraba-raba, kontribusi apa yang bisa disodorkan oleh SI/TI (sistem informasi/teknologi informasi) untuk mengatasi kemacetan, mungkin tidak menghilangkan, tapi menekan durasi dan panjangnya kemacetan.
Sebagai pengguna transportasi umum, saya terus terang menaruh rasa curiga adanya faktor di luar ekosistem jalan tol Palimanan-Pejagan itu sendiri. Curiga saya tersemat pada melambungnya kendaraan pribadi yang memberondong pintu masuk tol sebagai sumber utama kemacetan. Apakah mungkin jumlah kendaraan pribadi di Indonesia sudah benar-benar tidak terkendali sehingga jalan tol yang dibangun tidak pernah mampu mengakomodasi jumlah yang terus dan terus membludak? Menengok sistem pembayaran mobil pribadi yang kian mudah (baca memudahkan orang untuk tergiur) agak-agaknya bisa dipahami mengapa Pantura masih dijerat macet.
Baiklah untuk urusan ini, perlu kebijakan yang sifatnya lebih global. Maksudnya, tujuan mencegah kemacetan saat mudik jelas tidak bisa digunakan untuk menekan laju belanja mobil pribadi. Perlu paradigma bertransportasi yang lebih luas, bukan sekedar H-7 s.d. H+7 lebaran ataupun kawasan Palimanan-Pejagan. Untuk faktor ini terus terang saya hilang kata-kata yang patut dilontarkan sebagai solusi karena mengendalikan sifat konsumtif masyarakat jelas lebih rumit dari sekedar menilai apa penyebab macet di jalan tol Palimanan-Pejagan.