Film ini diangkat dari novel yang pernah saya baca sebelumnya dengan judul yang sama. Ada rasa penasaran tersendiri dengan cerita 'sepadat' di novel itu akan bagaimana dikonversi ke dalam bentuk film. Ada empat alur yang mewakili kepentingan individu di dalam berkeluarga, relatif mudah untuk menjelaskannya dalam novel karena pembaca bisa memotong bacaannya dan melanjutkannya besok lagi, tapi tidak dengan format film. Di sinilah tantangan tersendiri untuk menghidangkan film yang mengakomodasi esensi moral tanpa menanggalkan kerangka umum yang sudah dibangun di novelnya.
Sosok yang ingin Mewariskan Pesan
Tatkala ajal mendekat, malah sibuk mendokumentasikan berbagai nasihat bijaknya melalui video-video. Ide yang barangkali anti-mainstream, karena kalaupun ada orang tua yang mempersiapkan hal seperti itu maka media yang digunakan adalah tulisan. Simbol 'video' menjadi ciri khas yang spesial, baik novel maupun filmnya. Walau fokus utamanya adalah mewariskan kontribusi bagi anak, namun si suami masih menyempatkan diri untuk mengalokasikan waktu untuk istrinya.
Sosok yang Menjaga Amanat
Ini bukan tentang loyalitas karena tidak menikah lagi hehee. Tapi tentang upaya untuk mempertahankan kekompakan keluarga serta pesan-pesan dari sang suami untuk anak-anaknya. Bahkan tatkala penyakit akut menghinggapinya, dia tetap mempertahan amanat yang dipegangnya. Memang sepintas beliau terlalu 'bermain sendiri' melawan penyakit. Namun di balik itu semua, dia memiliki niat yang baik dan mampu berpikir jauh untuk mengandai-andaikan seandainya anak-anaknya tahu di saat yang tidak tepat.
Suami yang harus Belajar
Menjadi suami bukan berarti sudah waktunya mengakhiri masa-masa belajar saat menuju pelaminan. Justru tantangan akan semakin besar. Di film ini, kita akan disuguhkan konflik yang berpangkal dari perbedaan sudut pandang antara suami dengan istri, termasuk lokasi dalam memandang serta ukuran sudut pandang tersebut. Banyak ketidaktahuan si suami mengenai kondisi rumah tangga secara detail. Justru sebagai suami, dirinya malah bertindak sebagai 'mandor' yang gemar mengevaluasi istri hanya dari standar subjektifnya. Masalah utama yang menjangkitinya adalah dirinya tidak menjadi diri sendiri, melainkan berpatokan hanya dari sudut pandang pesan-pesan sang aya yang dicerna mentah-mentah. Pada akhirnya, dia berhasil menyadari segala rupa kekeliruannya
Jomblo yang Gigih
Tatkala alur cerita tiga tokoh di atas berkutat dengan suasana serius, maka untuk sosok satu ini peranannya menjadi penebar gelak tawa. Misi 'berburu' pujaan hati dilakuka dengan teknik yang sangat garing. Sepintas sosok itu terkesan menjadi bahan tertawaan. Namun di balik itu semua, kita malah menemukan sosok yang apa adanya dan anti-pencitraan plus membumi dengan bawahannya. Melalui sosok ini pula kita akan menemukan bahwa tidak semua orang itu memiliki karakter yang itu-itu saja. Justru di balik kekakuan yang nampak selama ini tersimpan pribadi yang mengalir dan komunikatif.
Review Sabtu Bersama Bapak
Jumat, Juli 22, 2016 by
ve
Posted in
Bioskop
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
No Response to "Review Sabtu Bersama Bapak"
Posting Komentar