Sudah barang lazim di negeri ini bahwa organisasi bernama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) kembali menciduk kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi (tipikor). Tentu masyarakat bosan dengan fenomena tersebut. Namun apa mau dikata, keberhasilan KPK merupakan dua sisi kejujuran. Kejujuran yang menyenangkan karena berhasil membongkar praktik ketidakjujuran. Kejujuran yang menyakitkan karena harus diakui bahwa negeri ini masih jauh dari makna "bersih".
Bagi organisasi (yang sudah ada di seluruh penjuru Indonesia) bernama Pramuka, temuan tipikor kepada kepala daerah oleh KPK sebenarnya merupakan pukulan yang telak. Mengapa demikian? Bukankah kepala daerah itu tidak berseragam Pramuka saat berkorupsi? Bukankah kasus korupsi mereka tidak ada terjadi dalam ranah operasional Pramuka?
Sebagai gambaran, berikut ada referensi mengenai kasus tipikor yang melibatkan sejumlah kepala daerah di Indonesia.
http://kriminalitas.com/ini-daftar-gubernur-yang-terlibat-korupsi-sebelum-gatot/
http://www.jpnn.com/read/2014/02/15/216728/318-Kepala-Daerah-Terjerat-Korupsi-
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54afebb14ae5a/ini-10-kepala-daerah-yang-tersandung-korupsi-di-2014
Kepala daerah merupakan jabatan kenegaraan yang tidak bisa dipungkiri berpotensi "kental" nuansa politik, apalagi jika latar belakang gubernur/bupati/walikota adalah kader suatu partai politik. Di sisi lain, kita tahu Pramuka "bersih" dari praktik politik. Namun perlu dicermati bahwa pada konteks struktur organisasi Gerakan Pramuka, tepatnya AD GP Pasal 36, diamanatkan bahwa majelis pembimbing daerah diketuai oleh gubernur, sedangkan majelis pembimbing cabang diketuai oleh bupati/walikota. Dengan demikian, sosok kamabida/kamabicab secara otomatis adalah gubernur/bupati/walikota (cmiiw).
Kembali ke permasalahan yang terjadi, yaitu kasus-kasus tipikor yang melibatkan pejabat daerah. Ada dua pertanyaan besar: (1) Bukankah kepala daerah itu tidak berseragam Pramuka saat berkorupsi? (2)
Bukankah kasus korupsi mereka tidak ada terjadi dalam ranah operasional
Pramuka?
Memang betul dari data-data yang diterbitkan, belum ada kasus kepala daerah yang dinyatakan sebagai tersangka kasus tipikor dalam hal pendanaan Pramuka. Sejenak kita bersyukur dan berdoa semoga tidak pernah ada kejadian seperti itu. Memang betul juga bahwa dari berbagai penggrebekan yang dilakukan oleh KPK, tidak pernah tersangkanya mengenakan seragam Pramuka. Kalau sampai ada itu sungguh (mengutip dialek khas Rhoma Irama) "terlaaluu". Apalagi dengan era teknologi saat ini tentu malu video penggrebekannya beredar di internet sementara itu tersangkanya memakai seragam Pramuka.
Namun dengan amanat sebagai kamabida/kamabicab, tentu timbul keprihatian. Keprihatinan ini menyangkut "Pramuka effect" yang agaknya belum mampu memberi dampak yang menyeluruh bagi pemegang jabatan di negeri ini. Tidak berseragam pramuka ataupun tidak berurusan dengan hal-hal Pramuka, tidak berarti semangat kejujuran (yang ditanamkan di Pramuka) boleh ditinggalkan. Justru kedahsyatan "Pramuka effect" baru terbukti apabila tidak berseragam Pramuka ataupun tidak berurusan dengan kepramukaan.
Saya tidak bermaksud menggurui, toh ilmu saya sendiri masih cetek. Hanya saja, saya bermaksud ikut menyumbang saran. Posisi seorang kamabida/kamabicab perlu diimbangi dengan pengkaderan yang lebih intens mengenai nilai-nilai kepramukaan. Keberadaan kamida/kabicab tidak lagi sekedar formalitas mengisi sambutan yang cenderung formalitas. Tidak semua gubernur/bupati/walikota mempunyai latar belakang atau pemahaman tentang kepramukaan yang relevan, perlu ada kaderisasi "spesial". Dan yang lebih penting (sekali lagi) penanaman nilai-nilai luhur kepramukaan.
Pramuka punya keuntungan berupa akses otomatis secara organisasi ke dalam kepemerintahan. Akses ini jangan hanya dipergunakan untuk meminta dana ke pemerintah. Akses ini perlu dimanfaatkan untuk mengembangkan nilai-nilai luhur kepramukaan kepada pejabat pemerintah, termasuk gubernur/bupati/walikota.
Media massa (untungnya) tidak menyorot jabatan lain seorang gubernur/bupati/walikota sebagai kamabida/kamabicab. Jika iya, tentu pukulan telak yang nyata bagi Gerakan Pramuka. Semoga bermanfaat :D
Pada akhirnya, Pramuka jangan hanya bersyukur karena belum ada tipikor terkait dana pramuka. Pramuka juga jangan hanya bersyukur tidak ada penggrebekan yang mana pelakunya berseragam Pramuka. Pramuka pula jangan hanya berkilah "dia berkorupsi tidak sebagai Pramuka". Pramuka patutnya berperan aktif sebagai penangkal terjadinya korupsi.
No Response to "Bila Koruptor itu Ternyata sebagai KaMabida/KaMabicab"
Posting Komentar