Akhirnya seyelah terlunta-lunta rencana ini akhirnya terselip kesempatan jua, yaitu menonton film 3 Alim Lam Mim. Film yang terlanjur ditarik dari jadwal bioskop. Film yang terlanjur digelar nobar di berbagai kesempatan yang malangnya tidak bisa saya sempati. Karena film ini sudah disiarkan agak lama, maka saya rasa tidak ada spoiler diantara kita.
Film ini sudah kelewat berani mengangkat set waktu 2036, sesuatu yang terlalu langka di industri film Indonesia. Tidak sekedar berangan-angan secara teori, namun tampak imajinasi Internet of Things diumbar di film ini, terlalu khayalan "liar" tentang nasib Indonesia sekian tahun ke depan. Maka tidak heran jika di film 3 ini kita bakal dijejali berbagai perandaian yang boleh jadi adalah puzzle tersembunyi dan isyarat kode.
Tiga karakter diterbitkan sebagai representasi niat baik, yaitu Alif sebagai aparat, Lam sebagai jurnalis (duh jurnal ya? ko jadi ingat paper), dan Mim sebagai pemuka agama. Ketiganya memiliki akar yang sama, yaitu murid sebuah perguruan pencak silat. Pengembaraan ketiga mengantat mereka merengkuh titian masing-masing dengan menjunjung kebenaran yang mereka yakini. Di sini tampak bahwa mereka menghadapi konflik batin lantaran perbedaan cara pikir dengan atasannya masing-masing. Atasan Alif yang birokratif, atasan Lam yang takut medianya dibrendel, dan atasan Mim yang patuh pada perintah negara. Ketiga lakon ini pun mulai dibenturkan dengan berbagai insiden yang menubrukkan mereka ke dalam pusaran konflik kepentingan yang didalangi oleh pihak di balik layar.
Dari tiga karakter yang ada, saya terus terang tertarik dengan sosok Lam. Alasannya sederhana, beliau adalah jurnalis yang sangat idealispus dihadapkan pada runyamnya kasus keamanan informasi. Ketidakwaspadaannya berbuah malapetaka berupa riset setengah matangnya yang diumar ke publik oleh cracker dan menjadi fitnah kepada pesantren milik Lam. Paradigma modernnya walau telah digiring mengenai kekuatan media, ternyata tidak membuatnya lupa untuk menjaga kapabilitas beladiri.
Hanya saja, ada satu dialog yang menurut saya terlalu kontroversi. Penyebutan kata "revolusi", "jenderal", dan "pahlawan" sangat menyulut api. Tiga kata itu terkait sebuah momen paling kontroversi sepanjang sejarah Indonesia, kontroversi yang terlalu sulit dijelaskan apa yang sebetulnya terjadi. Di luar itu, semua khayalan liar di film ini sudah sangat sarat makna, terutama mengenai "rapatkan shaf".
No Response to "3 yang Pecah"
Posting Komentar