Manisnya iman, sungguh indah apabila kita bisa merasakannya. Dimana kita merasa kedekatan kita terhadap Allah yang begitu dalam, yang di dalamnya terdapat rasa cinta, takut, dan harap kepada Allah. Salah satu cara mendapatkannya yaitu dengan baiknya interaksi dengan Al Quran. Namun interaksi yang seperti apakah?
Sahabat, sebelum kita membahas interaksi bersama Al Quran, kita bahas terlebih dahulu tentang potensi-potensi yang pada hakikatnya dimiliki manusia, yaitu,
1. Kabad, yaitu manusia diciptakan dalam kondisi yang susah payah (lihat QS Al Balad: 4), dimana setiap waktunya selalu saja diisi oleh berbagai aktivitas. Dan jika tidak dibawa untuk terus bergerak, maka kemampuannya akan berkurang. Tinggal kita pilih, akan digunakan untuk apa setiap waktu kita? Kebaikan untuk akhirat atau hanya sebatas aktivitas dunia saja?
2. Al Mutanafisun, yaitu keinginan manusia untuk terus berlomba-lomba, dan akhirat sebagai tujuan (lihat QS Al Muthafifin:26)
Dari kedua potensi di atas, kita dapat menemukan benang merah bahwa memang setiap susah payah kita hendaknya digunakan untuk kebaikan sehingga bisa menjadi sarana untuk berlomba-lomba dalam kebaikan untuk akhirat. Dan interaksi dengan Al Quran bisa menjadi salah satu sarana bagi kita untuk menyalurkan dua potensi di atas sebagai wujud ketaatan pada Allah. Namun interaksi yang seperti apakah?
Bentuk interaksi dengan Al Quran bisa kita lakukan dengan berbagai cara, bisa dengan membaca, mentadab
buri makna, membaca tafsir, menghapalnya dan jangan lupa mengamalkannya. Bentuk interaksi ini tentunya bukan hanya aktivitas biasa, tapi akan muncul manisnya iman disana jika kita bisa menjalankannya dengan sepenuh hati kita untuk mengharap ridha Allah. Dan bagaimana caranya agar hal itu bisa tercapai?
Berikut adalah beberapa langkah yang bisa kita lakukan untuk bisa memantapkan hati kita dalam berinteraksi dengan Al Quran.
1. Ar raghbah, kemauan yang kuat.
Manusia memiliki Ar raghbah sesuai dengan isi pikiran, perut, dan keimanan. Ketika kita tidak memiliki kemauan untuk bersama Al Quran maka ada masalah dengan keimanannya. Terhalanginya manusia dari Al Quran bisa karena hatinya dipenuhi oleh cinta dunia.
Dan sekiranya jika Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajatnya) dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang rendah). (QS Al Araf:176)
Ya, ternyata kecintaan terhadap dunia bisa membutakan mata hati manusia. Meskipun Allah telah menurunkan Al Quran sebagai petunjuk, Allah jua lah yang menurunkan hidayah kepada hati setiap hambaNya untuk bisa dekat dengan Al Quran sesuai dengan usahanya masing-masing.
Ar raghbah ini harus dideklarasikan, bisa dengan menuliskan semua keinginannya ataupun dengan cara lain. Hal ini akan membuat Allah mengatur kehidupan dunia untuk terkabulnya setiap harapan manusia yang dideklarasikan dan sambil mengharap ridha Allah.
Selain itu, harus ada motivasi yang kuat mengenai alasan kita dalam setiap interaksi dengan Al Quran. Salah satu motivasi bisa dari pahala yang didapat ketika berinteraksi dengan Al Quran.
“Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan الم satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)
2. At tanfiid, pelaksanaan
Jangan sampai cukup dengan kemauan saja, tentunya harus ada aksi untuk mencapai
ar raghbah itu. Dalam melaksanakannya bisa dimulai dengan langkah yang kecil. Misalnya kita memiliki target
tilawah 1 juz/ hari dan merasa sulit, bisa diawali dengan menargetkan
tilawah per hari, dan nanti baru bisa bicara tentang kuantitas.
3. At Tashabbur, menyabar-nyabarkan diri.
Harus ada upaya yang kuat untuk tetap bersabar dalam beramal karena pada awalnya dalam beramal mungkin akan terasa berat. Sebagai contoh yaitu kisah sholat malam Hudzaifah bin al-Yaman radliyallahu’anhu yang diimami Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, yang mana beliau membaca Surat al-Baqoroh, an-Nisaa’ dan ali ‘Imran dalam satu rakaat dengan bacaan yang pelan dan tartil. Saat itu Hudzaifah melakukan upaya tashabbur untuk melawan hawa nafsu dan syaitan. Upaya ini bisa diwujudkan dengan ungkapan-ungkapan yang bisa membuat jiwanya bertahan. At tashabbur yaitu mencari bahasa yang bertentangan dengan hawa nafsu kita. Jiwa yang jauh dari Al Quran maka harus dilawan hawa nafsunya. Jika hati itu bersih, maka tidak akan pernah merasa kenyang dengan Al Quran. Sebagai contoh, ada seorang ummahat di zaman Rasulullah yang menangis ketika Rasulullah wafat, dan ternyata yang lebih ditangisinya adalah karena tidak akan ada lagi ayat Al Quran yang turun.
4. At Taladzudz, ketika semua tahapan di atas terpenuhi, maka akan timbul manisnya iman. Maka akan berbeda antara orang yang mampu khatam Al Quran dalam 1 bulan, 1 minggu, atau 3 hari, kenikmatannya akan berbeda. Ketika kita masih belum bisa menikmati kebersamaan dengan Al Quran, maka kita masih berada dalam fasa at tashabbur, berlelah-lelah melawan hawa nafsu.
5. Al Mudawamah, usaha untuk menjaga, serta istiqamah dalam berinteraksi dengan Al Quran. Hal ini bisa dicapai salah satunya dengan memiliki targetan lebih, bukan tergetan minimalis. Targetan minimalis tercapai ketika kita dalam kesibukan dunia atau futur. Kita ambil contoh, suatu ketika seorang sahabat ditanya oleh Rasulullah berapa banyak
tilawah pada hari itu. Lalu dijawab bahwa telah tilawah 3 juz dengan nada lemas, dalam artian bahwa pada hari biasa sahabat tersebut bisa lebih dari 3 juz. Sedangkan kita? Jangan biarkan hari-hari kita kurang diisi dengan Al Quran, karena sebaik-baik dzikir adalah dengan Al Quran.
6. Al Iktsar, yaitu banyak dari segi kuantitas. Kesempatan berbanyak-banyak dengan Al Quran bisa didapat dengan menghapal. Dengan berbanyak-banyak menghabiskan waktu dengan Al Quran maka akan membuat urusan dunia terlupakan. Yang perlu diperhatikan disini adalah waktu yang dihabiskan untuk bersama Al Quran. Allah tidak menjadikan hati manusia untuk diisi 2 hal yang kontradiktif, jika tidak diisi dengan kebaikan maka keburukan akan mengisinya. Jika hati diisi oleh cahaya Allah maka segala mudarat akan tertolak dari hati kita. Barangsiapa yang banyak berinteraksi dengan Al Quran maka akan membuat hati lebih tenang.
Kemampuan menghapal merupakan rizki, dan rizki setiap orang berbeda. Maka kemampuan menghapal setiap orang pun berbeda. Yang menjadi perhatian disini adalah bukan berbangga dengan setiap hafalan yang dimiliki, namun bagaimana caranya dengan menghapal maka kita bisa murajaah di saat shalat malam, serta bisa lebih lama berinteraksi dengan Al Quran.
7. Istiqamah, Allah akan mencabut semua perasaan takut, cemas, dan galau di hati manusia jika manusia telah istiqamah dengan Al Quran.
Jika kita telah mencapai tahapan istiqamah, maka in syaa Allah hati pun menjadi nyaman, karena ada cahaya Allah disana, sebagai buah dari terus mengingat Allah, mengingat firmanNya yaitu dengan berinteraksi dengan Al Quran. Namun, tentunya kita seharusnya tidak lupa untuk terus mengamalkan firman Allah ini. Karena Al Quran lah petunjuk hidup kita di dunia, dimana dunia hanyalah persinggahan sementara menuju akhirat yang kekal. Serta tidak lupa untuk terus meluruskan niat bahwa setiap interaksi kita dengan Al Quran tidak lain yaitu untuk mendapat perhatian dan ridha Allah.
Wallahu a’lam.
***
Materi Mukhayyam Mujahid Quran (M2Q) Mata’ : Motivasi Berinteraksi dengan Al Quran
Pemateri : Ustadz Agus Subagio