Salah satu ciri seseorang telah memasuki masa dimana mampu bersikap matang adalah ketika dia bisa berpikir global. Lantas apa yang dimaksud dengan berpikir global?Berpikir global dapat dianalogikan sebagai berikut.
Bayangkan Saudara berada di Pasar Minggu kemudian ditanya sebelah mana India? Boleh jadi bertengak-tengok lebih dulu dan ketika menjawab arah yang ditunjuk agak meragukan keakuratannya.
Namun bandingkan dengan ketika melihat globe seperti gambar di atas, ketika ditanyakan lokasi India, Saudara akan lebih cepat menunjuk lokasi dengan meyakinkan dan hasilnya lebih akurat.
Lantas apa hubungannya dengan berpikir global? Berpikir global merupakan cara meninjau suatu permasalahan secara luas. Secara identitas kita dibatasi dengan berbagai kandang berlapis yang bersumber dari idealisme dan selera pribadi serta golongan. Hal ini pula yang kerap menjadikan kita mengandalkan ego sebagai pusaka untuk berargumentasi dan (apesnya) melalaikan hasrat untuk saling memahami dan mencari jalan yang terbaik.
Ada kasus menarik kita permintaan UMR 3,7 juta dianggap berat oleh Wagub DKI Jakarta. Ketika banyak pejabat yang berani mengumbar janji manis berupa kata-kata diplomatis "akan kami perjuangkan", justru dia mengganggap bahwa keinginan tersebut tidak relevan dengan produktivitas yang selama ditunjukkan oleh buruh serta kemampuan perusahaan untuk memberikan gaji sebesar itu (tentunya dikalikan dengan jumlah buruh yang sangat "raksasa" di DKI Jakarta). Menarik ketika memperhatikan argumen Wagub DKI yang tidak hanya mengiyakan keinginan satu pihak terkait (yang pihak itu sebut) hak, tapi juga kualitas pihak tersebut dalam menjalankan kewajibannya serta kemampuan pihak lain (dalam hal ini perusahaan) untuk memenuhi tuntutan. Justru dia memberi solusi agar produktivitas karyawan ditingkatkan agar benefit perusahaan meningkat sehingga muncul kesanggupan perusahaan untuk menaikkan UMR.
Atau dalam kasus lain di Mezquita, Cordoba, Spanyol berikut.
Saat itu Cordoba dipimpin oleh penguasa yang sangat adil dan bijaksana, dia adalah Sultan Al Rahman. Dia sengaja membuat mihrab/kiblat dari mezquita melenceng dari Mekkah. Jika memaksakan mihrab itu ke arah tenggara mau tak mau gereja kecil di sebelah masjid harus dirobohkan. Sultan tak mau melakukannya. Tapi pada praktiknya orang-orang tetap salat menghadap ke arah tenggara. Sehingga esensi arah kiblat ke Mekkah itu tak tergadaikan begitu saja hanya karena letak dinding gereja. Subhanallah, sungguh sangat bijaksana bukan, betapa Al Rahman melegakan kedua kepentingan yang berbeda tanpa haris memusnahkan salah satunya. Dia tak mau melukai keimanannya dan juga tak harus melukai perasaan warganya yang kristen.
Banyak pelajaran berharga di sekitar kita mengenai berpikir global. Secara umum berpikir global adalah berpikir dari berbagai sudut pandang serta menjadikan masa depan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam bertindak. Tentunya ada nilai-nilai yang tidak boleh diabaikan, yaitu akidah dalam beragama.
Karena itulah ketika menemui suatu permasalahan coba renungkan baik buruknya tiap pilihan berdasarkan kemungkinan yang bisa terjadi di masa depan yang disebabkan pilihan tersebut, tak lupa sejauh mana kesanggupan kita mempertanggungjawabkan secara nyata efeknya.
1 Response to "Berpikir Global, Bersikap Matang"
kontennya sgt bermanfaat! thanks for sharing
Posting Komentar