Salah satu manfaat yang saya petik melalui jalan yang terjal nan pahit di studio IK ialah berpikir kritis, bukan sekedar pasrah menerima kenyataan, namun gunakan cara berpikir yang penuh perhitungan dan riset. Ini bermula ketika memberi justifikasi tentang bagaimana traffic bulanan turun, lantas muncullah berbagai argumen tentang jumlah artikel yang menurun, promosi yang kurang, SEo belum digunakan, pembagian subdomain yang dianggap kurang matang. Well, satu per satu argumentasi digoreng dengan pertanyaan "dasarnya apa?" hingga ketika dilakukan perbaikan maka dilanjutkan dengan menjawab pertanyaan "tunjukkan data yang jelas membuktikannya".
Terus terang ini menginspirasi berbagai pemikiran dalam organisasi yang pernah saya lalui sewaktu SMA dan S1. Banyak keluhan tentang kondisi yang ada, namun yang dibicarakan hanyalah kondisi akhir yang terlanjur gosong. Proses "memasak" alias apa yang menyebabkan dan seberapa kuat penyebab tersebut, itu yang sering dibicarakan. Maka tak heran segala obrolan yang ":sok kritis" tersebut hanya mengumbar kecemasan tanpa menanam solusi.
Maka kita tabur contoh satu per satu
Pertama tentang sebuah kondisi di sebuah ekskul dimana dalam tiga pertemuan berturut-turut terjadi keterlambatan. Keterlambatan kadang terlalu mudah dimaklumi sebagai budaya yang mmm...kurang layak dipertahankan. Namun, selama di ini belum pernah ada satu orang pun yang berinisiatif menganalisis keterlambatan yang terjadi. Padahal bisa jadi realisasi keterlambatannya adalah pekan pertama telat 5 menit karena logistik upacara pembukaan telat dipasang. Pekan kedua terjadi telat 15 karena alasan serupa. Pekan ketiga telatnya menjadi 7 menit karena alasannya yang sama plus peserta yang justru terlambat mencapai 50%. Sepintas kondisi yang sangat nyaman untuk dimaklumi. Padahal kondisi di situ jelas menunjukkan penyakit akut bahwa :
1. Koordinasi tentang penyiapan logistik upacara sangat buruk
2. Tidak ada iktikat nyata untuk perbaikan
3. Kemudahan terlambat itu menginspirasi peserta untuk datang terlambat.
Nah, kalau trend-nya seperti itu, bisa diperkirakan, beberapa pekan ke depan, acara ekskul tersebut dimulai 1 jam dari jadwal. Beuh...ekskul ini akan "sukses" mencetak kader "gagal".
Kondisi yang agak mirip juga terjadi ketika suatu organisasi arus masuk uang kasnya menurun padahal tingkat kehadirannya meningkat dari agenda yang satu ke agenda berikutnya. Artinya ada yang tidak beres. Bisa jadi faktor kurang diingatkan, bisa jadi diremehkan,,,, atau ah...banyak sekali prasangkanya ya...nah itulah gunakan analisis melalui berbagai riset untuk tahu penyebabnya.
Begitu pun dalam menentukan alokasi jadwal suatu acara yang mana kalimat "namanya juga jadwal, meleset ya wajarlah" sebagai tameng ketika terjadi kemoloran waktu. Masalahnya ketika keterlambatan itu diakumulasi maka akan menyita waktu yang tidak sedikit sehingga akan muncul korban yang sakit hati atas keterlambatan ini. Korupsi waktu macam ini juga akan "sukses" melejitkan calon-calon koruptor yang berstatus "rising star".
Memang teorinya gampang, nah praktiknya kumaha atuh?
Di sinilah diperlukan seorang yang mampu mempertahankan sikap dalam kerangka visi yang kritis dalam menyikapi segala realita yang terjadi. Dalam organisasi ada kalanya tipikal orang yang menjalankan peran kritis ini ditugaskan khusus pada HR, bisa juga di LitEv, di LitBang, bahkan terpusat di seorang ketua. Namun, jangan menunggu orang lain mengoreksi masa lalu. Berinisiatiflah untuk belajar dari yang telah terjadi untuk masa depan :)
Berpikir Kritis melalui Riset dan Perhitungan
Sabtu, Februari 01, 2014 by
ve
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
No Response to "Berpikir Kritis melalui Riset dan Perhitungan"
Posting Komentar