Era saat ini menuntut banyak pencapaian kuantitas. Banyak organisasi yang mencanangkan berbagai indikator kerja yang diukur secara numerik. Apakah bagus, ya tentu saja iya. Pada hakikatnya, organisasi memang harus berkembang, dan dibuktikan secara eksakta dan objektif melalui pencapaian kuantitas berupa indikator kerja.
Hanya saja, hmmm, naif rasanya ketika untuk mencapai indikator kerja tersebut hanya ditopang dukungan moril. Naif sekalilah jika mengabaikan peran finansial bagi organisasi untuk mencaplok satu demi satu targetnya. Bukan apa-apa, tapi lingkungan profesional menuntut ganjaran yang setimpal atas segala jerih payah produktivitas. Ketika produktivitas dihambat dengan lika-liku birokrasi perbendaharaan, tentu bakal memengaruhi semangat untuk menjayakan hasil pada indikator keberhasilan.
Memang timnas Jerman, Prancis, Brazil, dan Spanyol, punya tradisi sepak bola yang bagus. Tapi percayalah bahwa tanpa adanya anggaran, maka tradisi mereka tidak lebih dari histori. Tengoklah di Wikipedia, kapan terakhir kali timnas Uni Sovyet [kini diwarikan ke Rusia], Swedia, Hungaria, atau malah Yugoslavia [kini bubar] lolos perempat final Piala Dunia. Mengapa kisah heroik mereka di piala-piala dunia terdahulu berakhir di laman Wikipedia, salah satunya karena anggaran yang seret. Apalagi Indonesia.
Anggaran tidak berkonotasi kesempatan meraup keuntungan pribadi, bukan, sama sekali bukan. Anggaran berkaitan dengan biaya operasional yang membengkak di era saat ini. Tidak semua manusia bisa dan mau menanggung pengabdian dengan merogoh kocek pribadi. Jika pada kenyataannya sulit memasok 'pupuk', maka jangan harap 'panen' melimpah ruah.
Bisa Apa tanpa Anggaran
Rabu, Desember 20, 2017 by
Arfive Gandhi
Posted in
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
No Response to "Bisa Apa tanpa Anggaran"
Posting Komentar