Saya lahir dan tumbuh di lingkungan yang kebetulan didominasi orang Islam. Hal yang wajar untuk menjadi mushola ataupun masjid. Lumrah juga untuk izin menjeda agenda untuk pamit sholat, termasuk sholat Jumat. Karena itulah saya kerepotan untuk menyesuaikan diri saat berada di daerah yang didominasi non-muslim. Singapura adalah negara kedua yang saya kunjungi jika kategorinya Islam sebagai populasi minoritas. Sulit mencari mushola, masjid, atau bahkan sejengkal area untuk sholat. Kebetulan dari jadwal perjalanan ini, hari Jumat bertepatan dengan agenda konferensi hari kedua.
Berdasarkan poster yang saya baca dekat mushola yang berlokasi di agak jauh gedung konferensi, ada bus yang mengantarkan para umat muslim menuju ke masjid terdekat. Statusnya sih 'terdekat', padahal jaraknya sudah dalam satuan 'km'. Membaca info itu, saya mengikuti skenario berupa berkumpul di gedung lokasi musholat berada sambil menunggu bus. Sekitar lima menit kok suasana sepi, saya cek kembali pengumumannya, eh ternyata kalau libur semester tidak ada bus tersebut. Artinya saya harus 'berpetualang' mencari lokasi masjid yang dimaksud. Berbekal Google Maps plus bantuan dari seorang ibu dan anaknya, saya diarahkan memakai bus untuk menuju Masjid Maarof.
Sebagaimana khasnya arsitektur masjid, bangunan ini sangat anggun dengan menyimpan kesejukan yang membuat kita ingin berlama-lama di masjid. Suasana ramai karena ini memang agendanya sholat Jumat. Tentu saya tidak mensurvei satu demi satu. Tapi saya yakin, selain saya, pasti ada orang yang bukan penduduk Singapura di sini. Dari penampilan fisik sebetulnya sudah tampak keanekaragamannya. Ada yang tampak khas Melayu, India, Arab, bahkan Kaukasoid. Semua membuat dengan tujuan sama, ibadah.
No Response to "Jauh sih, tapi Mengesankan"
Posting Komentar