[repost dari MQ IT Telkom]
Berinteraksi dengan Al Quran
Salah satu materi dari Ust Agus Subagio dalam Mukhoyyam Quran kedua, setelah sebelumya digelar di Masjid Al Irsyad Padalarang, yang digelaroleh MQSU kemarin (pertama di IT Telkom, red) judulnya adalah langkah-langkah untuk berinteraksi dan menguatkan interaksi dengan Al-Qur’an.
Jadi, ada tujuh langkah untuk berinteraksi dan menguatkan interaksi dengan Al-Qur’an, yaitu :
1. Ar-Roghbah
“Ar-Roghbah” diartikan sebagai kemauan yang keras. Kemauan untuk bersama dan berinteraksi terus dengan Al-Qur’an. Kemauan ini harus diungkapkan dan dituliskan. Misalnya saja menuliskan target tilawah (membaca, red) Al-Qur’an 1 juz per hari, target muroja’ah (mengulang hapalan, red) 1 juz per hari, dan target ziyadah (tambahan hafalan, red) 1 halaman per hari di buku rencana kita.
Ada beberapa penyebab rendahnya “Ar-Roghbah” berinteraksi dengan Al-Qur’an, seperti:
a. Keimanan yang lemah
b. Sangat cinta dunia.
Betapapun sibuknya kita, jika memiliki kemauan yang keras pasti akan selalu ada waktu yang kita sisihkan. Walaupun itu pada akhirnya mengorbankan waktu-waktu yang dengan kita sendirinya sadari tidak terlalu bermanfaat semisal menonton TV. banyak berbicara dengan teman, dls.
Kemauan yang keras juga akan memicu bantuan dari Allah yaitu dibukakan jalan berupa kelapangan waktu, tenaga dan kesempatan. Masih ingat bukan pepatah juga mengatakan, “Man Jadda, Wajada”
Bagaimana menjaga kemauan kita agar tetap kuat?
Naik turunnya kemauan adalah hal manusiawi seiring keimanan yang kita miliki. Namun itu juga bergantung seberapa besar nilai Al Quran dalam diri kita. Sahabat Rasul sampai mengatakan bahwa Al Quran lebih baik dari apa-apa yang dikumpulkan oleh para pencari dunia. Jadi tinggikan nilai Al Quran dalam diri kita
2. At-Tanfidz
“At-Tanfidz” diartikan sebagai aksi/tindakan. Ar-Roghbah saja tidak cukup, harus berlanjut ke AKSI. Make the willingness real.
Jadi, apa yang telah dituliskan tadi diaplikasikan, dilakukan. Kemudian didukung dengan banyak mendengar murotal Qur’an, perbanyak koleksi murottal dengan berbagai Qori, membaca buku tentang Al-Qur’an.
Ikut komunitas dan membentuk komunitas tahsin dan tahfizh juga salah satu cara ampuh karena interaksi dengan Al Quran itu akan lebih kuat jika bersama-sama.
Kisah Umar bin Khattab dan Al Walid bin Mughiroh
Umar yang mati dalam hidayah Islam dan Al Walid dalam kekafiran memiliki kisah menarik untuk kita simak.
Umar masuk Islam ketika mendengar saudarinya membaca Quran surah Ath Thaha. Mendengar alunan penuh makna yang indah ia langsung bertanya, “Apa yang engkau baca itu?”. Tak puas mengetahuinya ia menemui Rasulullah dan saat itulah juga ia bersyahadat kemudian.
Lain halnya kisah hidup Al Walid, seorang penyair yang terkenal karena menguasai berbagai jenis syair di dunia. Ia diutus kaum kafir untuk membujuk Rasul mengehentikan dakwahnya. Dengan kemampuan speaking-nya dia menghadap rasul dan menanyakan “Apa yang engkau kehendaki, Muhammad?”
Ketika ditawari harta, tahta maupun wanita Rasul hanya menjawab dengan salah satu bagian surah dalam Al Quran. Al Walid lantas terhenyak. Pertama kali ia mendengar makna indah seperti itu. Tak mungkin ia tak lantas masuk Islam. Ia masih berminat menimbang-nimbang. Akhirnya di perjalanan ia bertemu kawan-kawannya dari kafir Quraisy dan kekagumannya pun hilang. Akhirnya dia tidak jadi masuk Islam dan bahkan menganggap Al Quran berisi sihir belaka.
Dari dua kisah tersebut kita bisa menarik kesimpulan. Ketika kita menunda-nunda boleh jadi nikmat iman dan islam kita akan perlahan terkikis oleh waktu dan keadaan. Karena seyogyanya penundaan kebaikan akan hanya bermuara pada dua hal :
1. tidak jadi berbuat
2. penurunan kualitas dalam berbuat
Maka mari segerakan kita mengambil langkah sigap.
Alangkah indah nasihat Ibnu Umar: “Jika di waktu sore maka janganlah menunggu datangnya pagi, jika di waktu pagi jangan menunggu datangnya petang, gunakan waktu sehatmu sebelum datang sakitmu, gunakan kesempatan hidupmu sebelum datang kematianmu.”
3. At-Tashobbur
“At-Tashobbur” diartikan sebagai menyabarkan-nyabarkan diri. Artinya lebih dalam dari sekedar “sabar”. Tidak hanya “sabar”, tapi “menyabar-nyabarkan” diri untuk berinteraksi dengan Al-Qur’an. Terkadang perlu untuk memaksa diri berinteraksi dengan Al-Qur’an dalam porsi yang besar. Kemudian tidak “melarikan diri” darinya. Jika kita memiliki batas kesabaran maka kita akan lampaui batas itu dan berusaha meningkatkannya.
Demikian pula ketika dalam menghafal, tidak meloncati suroh yang akan dihapal karena dianggap sulit merupakan sikap at tashobur.
“Sungguh, akan kamu jalani tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).”
(QS. Al-Insyiqoq : 19)
Ada tips untuk menghapal suroh yang sulit itu. Pindahkan fokusnya pada waktu. Misalnya “saya akan bersama Suroh Al-Jin selama 1 jam.” Tidak perlu membebani pikiran bahwa 1 jam itu mesti hapal, tapi rutin saja lakukan itu dulu. InsyaAllah ketika sudah familiar dengan surohnya, akan mudah terhapal.
4. At-Taladzudz
“At-Taladzuz” diartikan sebagai menikmati. Ketika sudah menyabarkan diri bersama Al-Qur’an dengan porsi yang besar, memenuhi targetannya, maka yang awalnya terasa sulit, akhirnya menjadi “menikmati” semuanya.
5. Al-Mudawamah
“Al-Mudawamah” diartikan sebagai terus-menerus bersama Al-Qur’an. Karena telah terasa nikmatnya bersama Al-Qur’an, maka tidak akan rela jika satu hari pun terlewat bersamanya. Langkah ini adalah langkah penting sebagai bentuk syukur nyata kita telah diberi kenikmatan iman dan islam, serta kelapangan waktu, kesehatan dan segala hal sehingga memungkinkan untuk terus berinteraksi dengan Al Quran
6. Al-Iktsaar
“Al-Iktsaar” diartikan sebagai banyaknya waktu yang digunakan untuk bersama Al-Qur’an. Waktu menjadi produktif bersama Qur’an. Jadi, jika dipoin ke-5, frekuensi berinteraksi dengan Al-Qur’an adalah terus-menerus, maka di poin ini, kuantitasnya diperbanyak.
Bagaimana menyikapi pandangan, “buat apa tilawah banyak, yang penitng dipahami. Buat apa hafal banyak yang penting implementasi,” dan semacamnya?
1. Jangan bercita-cita di salah satu target interaksi saja. Bahkan apabila sudah hafal 30 juz sekalipun. Mimpi dan usaha kita harus menyeluruh. Dari mulai membaca, menghafal, mentadabburi dan melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun keterbatasan kta tidak bisa dipungkiri. Ada yang memilih fokus pada tilawah dahulu dirutinkan dan diperbagus tahsinnya, baru mulai menghafal. Ada yang mulai dari mentadabburi baru menghafal. Yang mana saja boleh, sesuai kemampuan kita masing-masing
2. Jangan pernah kita menganggap remeh aktivitas interaksi lain. Sehingga muncul sikap negatif terhadap orang lain yang baru mulai belajar tahsin, atau baru membiasakan tilawah, atau memilih menghafal walau belum sempat secara intensif mengkaji tafsirnya. Karena boleh jadi kita hanya menilai orang lain sementara kita sendiri belum bisa melaksanakannya.
7. Al-Istiqomah
Ternyata poin istiqomah berada di akhir. Ya, karena sulitnya untuk istiqomah ini dan untuk menjadi istiqomah diperlukan waktu yang cukup panjang dan setelah melewati berbagai tahapan. Istiqomah, dengan kemantapan hati berinteraksi dengan Al-Qur’an baik itu membaca, menghapal, membaca tafsir, dan mengamalkannya dalam kehidupan hingga Allah SWT memanggil kembali pada-Nya.
Semoga kita bisa perlahan namun pasti mengamalkan langkah-langkah di atas dan seperti langkah terakhir – ISTIQOMAH- untuk terus mengamalkannya.
Sumber Referensi :
[1] : Materi Mukhoyyam Al Quran 2013, oleh Ust Subagiyo di Masjid Syamsul ‘Ulum IT Telkom
No Response to "(bukan IMK tapi IMQ) Interaksi Manusia (dengan ) Quran"
Posting Komentar