Maghrib lalu, sebuah kabar "unexpected" muncul di whatsapp, kawan saya yang tergabung di kontingen MTQN dari kampus IT Telkom mengabari bahwa kontingen IT Telkom tidak ada yang bisa membawa pulang "oleh-oleh" (baca:gelar juara).
Well, juara (apapun peringkatnya) merupakan suatu titel yang sangat mahal harganya, diidamkan, dan tentunya membanggakan. Membanggakan tapi juga melenakan, dan pastinya menyakitkan bagi rival yang dikalahkan. Semua orang tentu ingin menjadi pemenang walaupun ditutupi kata bijak "yang penting berusaha sebaik mungkin". Maka pasca pengumuman hasil seubah kompetisi, akan ada dua golongan, "pemenang" dan "pecundang". Tidak ada yang berada di keduanya? Kenapa tidak ada zona abu-abu? Jawabannya ada di paragraf selanjutnya.
"pemenang" dan "pecundang", keduanya saya beri tanda kutip karena bagi tiap orang ada definisi masing-masing, baik si peserta kompetisi yang mengalaminya, kompetitornya, ataupun orang lain yang hanya menonton (dan ikut berjingkrak). Maka hak tiap insan untuk melabeli "pemenang" atau "pecundang" pada seorang/sekelompok peserta kompetisi. Bagi yang mendefinisikan "pemenang" sebagai peraih peringkat pertama maka Borussia Dortmund adalah "pecundang" di UCL musim lalu, tapi bila yang mendefinisikan "pemenang" adalah yang tim yang bisa mengalahkan tim Real Madrid atau Barcelona maka Dortmund tergolong "pemenang" (bersama Muenchen, Celtic, dan AC Milan). Jika seseorang menargetkan masuk 5 besar, di sebuah turnamen maka hasil peringkat 3 menempatkannya sebagai "pemenang", walaupun bagi si ambisius pengincar peringkat 1 menilai peringkat 3 adalah tempatnya "pecundang".
Sehingga "pemenang" dan "pecundang" kembali pada apa yang diniatkan, boleh jadi orientasi pada hasil, boleh jadi pula berpulang pada proses yang dilalui.
Jika berpatokan pada "pemenang" itu hanya untuk peringkat 1, maka (seinget) saya pun saya juga tidak pernah memenangkan kompetisi apapun dalam konteks individual. Alhamdulillah jika konteks tim saya terbantu teman-teman saya meraihnya bersama-sama :D. Namun saya enjoy saja (cenderung cuek) dengan berbagai celotehan yang menyebut saya "pecundang". Mungkin karena terbiasa dalam suasana medioker dan tidak pernah diunggulkan kali ya. Lomba IPU di SD Margasari juara II, SMP ga pernah ikutan lomba, Lomba Mapel TIK SMA Tegal juara II, Olim Kimia SMA Tegal juara II, KTI TKPP juara III, KTI Undip peringkat 6, Olim Statistik ga lolos final malah, GemasTIK cuma final. Mungkin karena itu ketika mendengar ketidakberhasilan membawa piala di atas, saya bisa memahami rasanya.
Kompetisi memang mengasyikan, karena menjadi titik ukur kita mempertinggi prestasi. Apakah berarti orang yang tidak pernah memenangkan kompetisi merupakan orang yang bodoh? orang yang merugi? atau malah orang yang celaka? Jawabannya kembali berpulang pada definisi dan tentunya seberapa diri ini mensyukurinya.
Ketidakberhasilan meraih peringkat 1 merupakan ujian. Apakah kita masih ingat dan dekat dengan Allah ketika terjadi hal tersebut?
Duniawi memang menggiurkan,
No Response to "(seinget) Gue juga ga pernah "menang""
Posting Komentar