Mau yang Sedikit atau yang Banyak??
Banyak merupakan kata sifat yang kualitatif, susah ngukurnya. Sebagai analogi, gaji 3 juta per bulan bagi seorang dokter muda di Ponorogo jelas rasa "banyak"-nya akan berbeda dengan gaji 3 juta per bulan seorang Xavi Hernandez. Yang satu merasa banyak yang satu merasa kurang. Well, sebenarnya itu hanya selingan di awal.
Namun mau bagaimanapun secara kasat mata kita pasti sepakat bahwa "banyak" merupakan kumpulan dari "sedikit". Sebagai contoh, percayakah ada seseorang yang kuliahnya 40 juta? Apapun jawabannya, seorang S1 dengan SPP 5 juta maka total SPP selama 8 semester sudha mencapai 40 juta. Jelas, matematika sederhana menunjukkan demikian. Lantas apa yang menarik bila kita tarik ke dalam amalan harian kita?
Ayo kita tengok target ibadah pribadi kita, pasti sangat sangat ambisius. Pengin hafal Al Quran? Iyo... Pengin rajin puasa ampe yang sunnah? Tentu... Pengin naik haji? Pasti... Pengin dapet Lailatul Qodr?Aamiin dan sebagainya
Namun kendala terbesar terdapat pada faktor "transformasi", tentu tidak mengacu pada tagline "I transform, u transform, we are transformers".
Boleh jadi... kita ngerasa ada di lingkungan (termasuk orangnya) yang kurang mendukung kita untuk bertransformasi
Boleh jadi... kita belum ngerasa perlu untuk berubah, istilahnya "ah masih ada tahun depan kok"
Boleh jadi... kita belum yakin dengan konsisten kita di kemudian hari
Dan masih ada berjuta-juta kilobyte alasan tersimpan di benak kita...
Lantas apakah kita harus menyerah dan melambaikan tangan pada segala target-target mulia kita? Menyerah? Kenapa harus menyerah? Ini bukan UTS ataupun UAS yang kalau tidak bisa menjawab maka sia-sia segala perjuangan kita.
Dalam konteks ibadah, yang menjadi penilaian Allah itu tidak hanya hasil, namun juga proses. Ketika ada proses yang tidak diketahui Allah, ketika ada pengorbanan yang hanya dipendam di kalbu maka Allah pun mengetahuinya.
Nah, sedikit tips dari temen yang sangat jitu untuk diterapkan agar bisa memperbaiki diri dalam meningkatkan target-target adalah prinsip "perlahan namun pasti".
Perlahan? Kenapa perlahan? Mau berapa lama? Eitsss, tunggu dulu, kita telisik dulu penjelasannya.
Perlahan tapi pasti di sini bukan berarti kita pelit dalam bertransformasi, kagak gitu. Dalam transformasi di sini, kita awali dengan membuat sebuah visi hendak seperti apa ibadah yang ingin kita konsistensikan. Jabarkan ibadah tersebut ke dalam beberapa langkah peningkatan. langkah-langkah peningkatan tersebut kemudian cantumkan target waktu pencapaiannya. Absurd? Mari tinjau contohnya di bawah.
Misal mempunyai target hafal Al Qur'an. Target jangka panjang ingin hafal berapa lama sih? Misal 5 tahun. Karena ayat Al Qur'an terdiri atas 6666 *CMIIW*, maka bagi 6666 dengan 5 tahun, didapatkan 1333,2, artinya tiap tahun harus hafal 1333,2 ayat. Kita pecah lagi per hari dimana satu tahun setara 365 hari, maka satu hari targetnya 3,6526 (1333,2 div 365), kita bulatkan menjadi 4 ayat. Empat ayat per hari bro. Sanggup ga? Memang ada ayat yang pendek (nan favorit) ada juga yang panjang. Ya itu kembali bagaimana sudut pandang kita hendak menyikapi positif atau tidak.
Misal kita punya target rutin sholat sunnah rawatib, ini bisa dilakukan bertahap. Misalnya di 3 hari pertama rutin dan mantapkan sholat sunnah badiyah Maghrib, 3 hari berikutnya ditambahkan dengan sholat sunnah badiyah Isya, dan terus hingga seluruh sholat sunnah rawatib tertunaikan.
Keunggulan sistem perlahan yang kedua terdapat pada kesederhanaan dan kemampuan membiasakan diri yang lebih bisa terserap. Kebanyakan transformasi yang bersifat mendadak justru menimbulkan kekagetan secara fisik dan manajemen waktu. Alhasil konsistensi justru menjadi labil.
Semoga bermanfaat, wallahualam.
No Response to "Sedikit vs Banyak"
Posting Komentar