Hal yang identik dengan persaingan dan adu keunggulan. Diasosiasikan pula dengan berbagai diksi, yaitu kommpetisi, turnamen, pertandingan, laga, kejuaraan, bahkan permusuhan.
Ada kalanya persaingan itu menumbalkan persahabatan, bahkan ketika rivalitas itu tidak melahirkan pemenang sama sekali, persahabatan sudah tinggal menjadi kenangan. Tapi ada juga yang bersikap bijak dengan kembali "berseragam" pertemananan ketika laga telah usai.
Persaingan akan menjadi makanan pemuas nafsu lupa menghadirkan keikhlasan sebagai bahan utamanya. Apabila dirimu terperangkap dalam persaingan, maka tengok (tahu tengok gak? kalau bahasa Jawa "nglinguk", kalau baso palembang "jingok") dengan bijak sebelum terlanjur dirimu tenggelam dalam berbagai risikonya.
Jika hal yang menjadi faktor berrkompetisi merupakan suatu hal yang (memang seharusnya) mulia, maka tanamkan bahwa persaingan tersebut hanyalah sudut pandang sempit, kenapa? Cobalah melihat lebih luas bahwa hal mulia tersebut seharusnya bukan tujuan akhir, melainkan titik peningkatan menuju kemuliaan yang lebih hakiki, bingung?
Kita ambil contoh si Pepaya dan si Sirsak bersaing memperebutkan Melon. Baik Pepaya maupun Sirsak berpandangan Melon merupakan tipikal muslimah yang sholehah dan mampu menjadi pendukung yang nyaris sempurna dalam menegakan dakwah, artinya alasan keduanya sungguh mulia. Alasan yang mulia itu akan menjadi ironi ketika keduanya terbutakan ego. Jika alasan keduanya memang hal itu, maka yang seharusnya dilakukan oleh Sirsak dan Pepaya adalah memperkuat diri, menjaga diri, dan tentunya menjadikan persaingan ini sebagai perlombaan dalam kebaikan, bukan malah saling melempar fitnah untuk menjatuhkan rival, bahkan menempatkan si Melon sebagai prioritas untuk diperjuangkan melebihi kecintaan terhadap Allah, misalnya meragukan takdir Allah, naudzubillah.
Rivalitas yang agak susah terjadi dalam sebuah tim, bukan antartim. Hal ini menjadi ancaman berupa bom waktu yang justru tidak terprediksi kapan bisa meluluhlantakkan komitmen yang selama ini telah terbangun. Misalnya dalam sebuah tim proyek ada dua orang desainer, di satu sisi keberadaan keduanya menjadi suatu taktik untuk memunculkan alternatif dalam memilih desain, keduanya pun dapat berbagi ilmu maupun saling memberikan pendapat, namun ketika hanya salah satu desain yang dipakai maka potensi sakit hati pada yang tidak dipakai desainnya menjadi tantangan untuk segera diselesaikan sebelum kemangkelan itu terakumulasi.
Kisah lain juga dijumpai pada klub favorit saya, FC Barcelona. Kepindahan Ibrahimovich ke AC Milan didasari kegagalannya menjadi nomor 1 di Barca, secara produktivitas jelas Ibra di atas David Villa, Alexis Sanchez, Theirry Henry, Pedro Redriguez. Tapi kenapa empat pemain itu durasi musim bermainnya lebih lama di Barca? Faktor kelogowoan untuk mengalah tidak menjadi striker nomor 1 (bisa jadi) jawabannya. Jabatan itu sudah didapukkan pada Lionel Messi dan keempat pemain itu sedari awal sudah memilih untuk tidak menjadi rival Messi apalagi mengkudetanya. Namun Ibra yang merupakan striker nomor 1 di Malmo, Ajax, Juventus, dan Inter Milan jelas enggan mengalah, alhasil persaingan pun muncul.
Well, kesimpulannya apa nih? Rivalitas merupakan sebuah pilihan yang mau tidak mau bakal menyeret kita. Maka, punyailah tujuan hidup yang jelas dan ikhlas sebagai modal manajemen diri dalam bersaing dan sebaik-baiknya persaingan adalah berlomba-lomba dalam kebaikan.
No Response to "3 Contoh Rivalitas"
Posting Komentar