Saat lebaran lalu pemandangan di pinggir jalanan Kabupaten Tegal bagi saya sangat tidak menyenangkan, berbagai baligo berisi foto narcis mengumbar senyum dan janji. Entah saya yang agak skeptis terhadap perpolitikan ataukah memang baligo+spanduk itu yang mengganggu. Bahkan bagi saya, eksistensi baligo+spanduk tidak menjadi suatu parameter yang efektif untuk menunjukkan potensi sukses dalam perhitungan suara.
Beberapa hari lalu di sebuah harian nasional, saya menemukan artikel yang mendukung opini saya bahwa spanduk+baligo tidak mempunyai efektivitas.
Para calon anggota legislatif untuk Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Daerah hendaknya tidak mengandalkan spanduk atau baliho di jalanan sebagai alat kampanye. Selain mengotori ruang publik dan menghadirkan antipati, alat peraga itu juga tidak efektif untuk memikat masyarakat.Harapan itu disampaikan Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara, Jakarta, Eko Harry Susanto, saat dihubungi, Minggu (1/9/2013), di Jakarta. "Pemasangan spanduk dan baliho caleg di jalanan itu mencerminkan pendekatan politik instan. Seolah masyarakat bisa ditaklukkan dengan baliho dan spanduk," katanya.Daftar caleg tetap (DCT) diumumkan Komisi Pemilihan Umum, pekan lalu. Dengan DCT itu, para caleg makin getol memasang spanduk, baliho, atau stiker di ruang publik hingga pelosok desa. Spanduk dan baliho itu memajang foto diri, partai, daerah pemilihan, dan nomor urut.Eko mengungkapkan, banyak caleg percaya, spanduk dan baliho yang cenderung seragam itu bisa memikat hati pemilih. Bisa jadi itu masukan dari tim konsultan atau sekadar ikut-ikutan karena tidak mau tertinggal. Padahal, alat komunikasi ini semestinya hanya pendukung.(dikutip dari Kompas)
Dan jujur saja, keberadaan baligo+spanduk itu kurang memperhatikan aspek keamanan. Isi yang terlalu banyak justru membahayakan pengemudi kendaraan yang terlena karena kelamanaan membacanya, padahal dia sedang mengemudi.
Sebenarnya pemasangan baligo dan spanduk merupakan domain partai politik sebagaimana berita dari KPU berikut yang dirilis di harian yang sama
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, para calon legislatif yang akan berkompetisi dalam pemilu 2014 seharusnya tidak hanya fokus mengenai aturan soal baliho dan spanduk. Menurutnya, para caleg masih memiliki ruang lain yang lebih luas untuk berekspresi seperti melalui poster, pamflet, dan sebagainya."Jangan hanya terjebak pada baliho dan spanduk. Mengenai baliho, itu sudah jelas menjadi domain partai," kata Ferry, saat bertemu perwakilan partai politik peserta pemilu di Gedung KPU, Jakarta, Senin (9/9/2013).Dalam pertemuan dengan perwakilan partai politik ini, KPU menyosialisasikan Peraturan KPU No 15 tahun 2013. Dalam peraturan tersebut pasal 17 dinyatakan bahwa baliho atau papan reklame (billboard) hanya diperuntukkan bagi partai politik 1 (satu) unit untuk 1 (satu) desa/kelurahan. Sementara, spanduk dapat dipasang oleh partai politik dan calon anggota DPR, DPR, dan DPRD hanya 1 (satu) unit pada 1 (satu) zona atau wilayah."Zona wilayah ini nantinya ditentukan oleh KPU masing-masing (daerah) dan pemda," katanya.Dalam aturan tersebut dinyatakan bahwa jika ditemukan alat peraga kampanye yang menyalahi aturan Pemerintah Daerah setempat dan aparat keamanan berhak mencopotnya setelah mendapat rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Senyuman memang ibadah, tapi bila "ada udang di balik batu" ya jelas mengganggu hehee
No Response to "Senyuman di Baligo itu Menggangguku"
Posting Komentar