Huru-hara pemilihan presiden sudah menjadi memori yang "renyah" karena benar-benar membuat banyak orang terbius dan sakau utuk ikut berkoar-koar. Ok, yuk move on. Marilah kita orang menatap masa depan di bawah kepemimpinan Bapak Joko Widodo dan Bapak Jusuf Kalla. Frase "kepemimpinan" sengaja saya pilih daripada "rezim" ataupun frase lain yang mencerminkan jabatan struktural. Kini kedua sosok tersebut diharapkan tidak sekedar terpampang di dinding sekolah-sekolah persis di bawah logo Garuda Pancasila. Konkreatnya "kerja" merupakan hal yang patut dibuktikan melalui formasi penuh ekspektasi yang bernama "Kabinet Kerja".
Walau bukan simpatisan dan pendukung keduanya tidak berarti yang saya tulis merupakan agresi/mosi tidak percaya. Namun lebih "sekedar cuap-cuap" dari seorang rakyat jelata.
Salut dengan busana yang dipilih untuk "launching" nama-nama yang dipercaya menjadi menteri. Tidak ada jas yang terkesan glamor. Kemeja putih dengan nuansa sederhana. Sebuah reminder bahwa mendapat "jabatan" tersebut berarti bukan untuk disombongkan ataupun dirayakan, namun fokuslah pada "kerja". Kasus tumbangnya 3 menteri di era Kabinet Indonesia Bersatu lantaran kasus korupsi agaknya menjadi rambu-rambu bagi JKW-JK untuk lebih antisipasi bahaya laten korupsi sehingga menjelang diumumkannya nama-nama menteri, organisasi bernama KPK berulang kali disebut-sebut tengah dijajaki kerja sama untuk melacak track record para calon menteri.
Sebagai masyarakat awam, terus terang saya masih belum memahami beberapa fenomena unik di dalam pembagian nama dan ruang lingkup kementerian di Kabinet Kerja ini, antara lain:
- Apa bedanya Kementerian "Pertanian" dengan Kementerian "Agraria" dan Tata Ruang
- Unik juga dengna adanya Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Koordinator Maritim, dua kementerian koordinator yang baru ada di periode ini
- Mengapa pendidikan tinggi dialihkan dari Kementerian Pendidikan Nasional (lama) menuju Kementerian Riset dan Teknologi (lama) sehingga saat ini yang ada berupa Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah serta Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Kenapa heran? Pertama, risiko yang sangat besar untuk memisahkan antara pendidikan dasar, menengah, dengan tinggi ke dalam dua kementerian yang berbeda. Kedua, jika alasannya agar apa yang dikembangkan di perguruan tinggi bisa diterapkan di riset dan teknologi, maka timbul pertanyaan "kenapa tidak digabung dengan perindustrian?"
- Mengapa ekonomi kreatif dipisahkan dari Kementerian Pariwisata (d/h Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) sedangkansalah satu isu yang menjadi daya tarik orang memilih JKW-JK adalah ekonomi kreatif. Berhembus isu susulan bahwa ekonomi kreatif akan dikelola oleh badan setingkat menteri, nah pertanyaannya, apakah hal tersebut mampu setidaknya mempertahankan performa Kemenparekraf yang justru sudah memperoleh kepercayaan tersendiri di blantika orang kreatif Indonesia
Semoga Kabinet Kerja ini mampu menorehkan pengaruh positif bagi NKRI :)
Dan tak lupa agar menjaga nilai-nilai Bangsa Indonesia dari ancaman liberalisme, atheisme, serta hedonisme
No Response to "Kabinet itu bernama "kerja""
Posting Komentar