Isunya sih bulan puasa itu kita berhemat. Nalar sederhananya adalah jatah makan kita berkurang dari 3 kali sehari menjadi dua kali sehari. Hitungan matematika sederhana pun agaknya mendukung isu tersebut. Tapi apakah benar? Bagi saya sendiri, saya kurang sepakat dengan isu tersebut. Mengapa?
Yang sudah pasti berkurang itu jatah makan dalam konteks makanan pokok (nasi), sedangkan kebutuhan makanan atau minuman lain tidak dapat dipastikan porsinya menurun. Sebagai contoh sederhana, kebutuhan air justru meningkat pesat saat berpuasa karena akan ada sekitar 13 jam (kalau di Indonesia) saat dimana kita mengalami galau air alias dehidrasi sehingga sisa sekitar 11 jam bakal kita manfaatkan untuk mengisi tangki air di dalam tubuh kita. Urusan jajan, wah ini sangat tidak terprediksi. Permasalahannya sederhana, kisaran jam 16.00 adalah saat dimana godaan kita bukan terletak pada emosi ataupun perut, melainkan mata. Maksudnya? Ya di saat jam-jam tersebutlah, berbagai hidangan macam kolak, sekoteng, sup buah, eh blewah, roti santan, candil, dan kroni-kroninya. Nah lhooo, kalau yang satu ini gimana masih berani menjamin pengeluaran berkurang? Kayaknya sih jadi ragu-ragu ya.
Berikutnya tantangan yang relatif sulit dihindari karena agenda besar pasca-Ramadhan, yaitu lebaran. Sudah bukan rahasia bahwa menjelang lebaran banyak individu ataupun keluarga yang memburu busana baru di pasar (baik pasar tradisional maupun pasar raya). Ada pula yang membidik jajanan sebagia suguhan untuk tamu. Maka tidak heran pinggang yang terlanjur dikencang erat pengeluarannya eh justru dananya dialihkan untuk biaya pengadaan menjelang lebaran. Jika demikian, hitung-hitungannya pun sama saja, yaitu pengeluaran tetap sulit terkendali.
Faktor eksternal lain yang turut mengancam berkurangnya pengeluaran saat Ramadhan adalah harga yang membumbung naik. Yang sudah jadi kebiasaan umum tentu harga daging. Tahun ini saja target RP 80.000,00 dari pemerintah sudah terlanjur kandas dimana hari ini menurut ews.kemendag.go.id, harga daging sapi tidak kurang dari Rp 114.000,00.
Di luar hal-hal di atas, sebetulnya ada satu alokasi pengeluaran yang memang seharusnya meningkat saat bulan Ramadhan. Kira-kira apa hayo? Yups, alokasi dana untuk bersedekah sepatutnya melonjak tajam. Selain faktor kegiatan sosial-religius yang bergelimang, kepribadian yang semakin beringan tangan turut andil atas membengkaknya pengeluaran dalam konteks positif.
Bulan Puasa Memangkas Pengeluaran?
Rabu, Juni 15, 2016 by
ve
Posted in
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
No Response to "Bulan Puasa Memangkas Pengeluaran?"
Posting Komentar