Sebuah pendapat menarik dilontarkan dosen saya saat obrolan makan siang di acara ICoICT bulan Mei lalu. Pendapat ini terkait dengan biasnya cara pandang sebuah perguruan tinggi dalam berpuas diri menyikapi kualitas alumnusnya. Sudah jadi hal yang lumrah bagi perguruan tinggi untuk "mengukur" kepuasan dunia industri terhadap kualitas alumnusnya di perusahaan tersebut. Tujuannya sederhana, yaitu sebagai masukan untuk memperbaiki kekurangan perguruan tinggi tersebut dalam "memproduksi" sumber daya manusia lewat kurikulum dalam kelas maupun di luar kelas.
Proses pengukuran tersebut sebetulnya bagus secara konsep. Hanya saja di kemudian hari timbul kebiasan dalam menentukan responden dari perusahaan-perusahaan tersebut. Kerap kali perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan mayor yang cenderung sudah mapan secara legalitas dan infrastruktur bisnis. Singkat cerita, bias yang terjadi terletak pada logika sederhana, yaitu perusahaan besar tentu selektif memilih calon karyawannya sehingga otomatis alumnus si perguruan tinggi yang ada di perusahaan itu memang yang berkualitas dan sudah otomatis pula tingkat kepuasan terhadap kinerja alumnus tersebut relatif tinggi. Sifat bias ini berpengaruh pada penarikan kesimpulan yang terlalu dini sehingga si perguruan tinggi "merasa" sudah berhasil menghasilkan alumnus yang berkualitas dan malah kurang bisa berkembang.
Mengingat jalur karier rumpun TIK (teknik informatika, sistem informasi, teknologi informasi, dkk) sangat beragam secara vertikal dan horisontal, saya merasa teknik pengambilan sampel perlu diperbaiki. Mengapa saya sebut beragam secara vertikal dan horisontal? Horisontal maksudnya dapat berada di berbagai sektor, maka tidak heran akan ada alumnus prodi rumpun TIK kerja di pertambangan, kerja di jasa transportasi, kerja di lingkungan organisasi sosial, atau bahkan lembaga keagamaan. Saya tidak perlu detail mencontohkan satu-satu karena pasti bisa dibayangkan wujud nyata profesinya bagaimana. Bahkan jika kita mau lebih detail, akan ada pembagian ladang karier (bukan strata karier), yaitu menjadi karyawan di perusahaan yang sudah ada, menjadi entrepreneur, serta melanjutkan studi. Bagaiaman dengan vertikal? Tentu tiap ladang karier da sektor memiliki jenjang karier masing-masing. Mungkin ada sosok di karyawan biasa, mungkin ada sosok di manajer, hingga di level eksekutif.
Artinya, proses pengukuran kepuasan harus dilakukan dengan holistik atau menyeluruh dan juga detail. Perlu dibedakan borang penilaian untuk sektoral tertentu hingga jenjang karier tertentu. Tujuannya jelas, agar ada pemahaman yang lebih komprehensif mengenai kualitas alumnus si perguruan tinggi. Dari sisi pekerjaan, memang akan lebih capek, tapi dari sisi perbaikan, akan ada masukan yang lebih "kaya" dan "jelas".
Mengukur Kualitas Alumnus
Rabu, Juni 29, 2016 by
ve
Posted in
Kuliah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
No Response to "Mengukur Kualitas Alumnus"
Posting Komentar