Kultum tarawih semalam sebetulnya sederhana, namun sangat mengena dan menmadi evaluasi cukup "panas". Kultum ini menfulas bagaimana ibadah yang hanya menjadi kewajiban normatif sehingga dijalankan tanpa diperoleh hikmahnya. Lho maksudnya?
Kerap kita mendengar orang sholat tapi kerap bermaksiat, ada pula yang berpuasa tapi masih mengumbar amarah. Bagaomana hal itu bisa terjadi padahal kita tahu sholat mencegah perbuatan keji dan munkar serta puasa mengajarkan kita bersabar. Atau dalam contoh lain kemampuan mengebut sholat tarawih dalam kurun waktu yang sangat cepat. Hal-hal di atas berpangkal pada pelaksanaan ibadah yang hanya fokus pada syarat sah dan kewajiban yang bersifat normatif, namun mengabaikan hikmah ataupun esensi di dalamnya. Barangkali dalam frase uniknya "yang penting sah". Alhasil orientasi kita hanya memenuhi kewajiban, malah lebih tepatnya menghindari larangan, sedangkan kualitasnya dikesampingkan. Mungkin sholatnya sah jika rukun-rukunnya dijalankan, tapi sungguh disayangkan jika kekhusyukannya sirna.
Dan semua ini perlu kita evaluasi dari komponen paling awal, yaitu niat. Perbaiki niat untuk memperoleh ridho Allah dalam hikmah setiap ibadah, bukan sekedar menjalankan kewajiban, mengisi checklist ibadah, atau bahkan mencari muka.
Disarikan dari khotbah Dr. Kamarudin pada sholat tarawih di masjid UI (15/6)
No Response to "Normatif yang tanpa Hikmah"
Posting Komentar