Sahur ke-15 di Ramadhan tahun ini. Penanda bahwa sudah menjelang berakhirnya babak pertama bulan suci (asumsi sementara total 30 hari). Indikasi bahwa sudah waktunya mengevaluasi diri. Bukan sekedar tahu tidak tahu statistik mana target yang tercapai dan mana yang belum. Lebih dari itu, kita patut mengevaluasi komitmen kita sebagai akar dari segala ibadah, yaitu niat.
Ini tahun ketiga saya di Jakarta (raya) alias tahun ke sepuluh persis sebagai seorang perantau dari Tegal. Sebagaimana layaknya pengembara, tahun ini banyak saya habiskan di jalanan. Suasana ramai di pinggir rel kereta api sampai pada persinggahan ibadah Maghrib ataupun deru moda transportasi antarprovinsi. Ah, itu semua menambah romantisnya pergelutan di bulan ini. Aktivitas mencari nafkah alhamdulillah dikurangi durasi jamnya lantaran kecipratan kebijakan tempat klien, tapi tidak dengan checklist yang perlu dipenuhi.
Sebagai pengembara jauh dari ranah sekarpet dengan anak-istri, saya memilih banyak persinggahan sebagai tempat menimba ilmu. Ilmu dalam konteks menyerap petuah-petuah bijak, menghirup titian kalam Illahi, hingga dalam konteks mengunyah silaturahim di pinggir danau, dll. Harapan yang sederhana, mempertahankan komitmen dalam bingkai khusyuknya Ramadhan. Harapan yang kurang sederhana, lari dari keberlebih-lebihan, berkubang dalam sajak kesederhanaan.
Hingga nanti aku pulang...
Entah pulang ke Bandung...
Ataupun ke pangkuan akhir hikayat :))
Entah pulang ke Bandung...
Ataupun ke pangkuan akhir hikayat :))
No Response to "(Semacam) Perihal Waktu"
Posting Komentar