Sederet Senyum di Gerbang Masjid Cirebon
Sekitar setengah tahun yang lalu, daya ke sini sendiri untuk tugas kampus. Alhamdulillah kali ini rombongan bertujuh bisa menikmati keteduhan rumah Illahi.
WikiLatih Bandung, 15 Desember 2018
Mengasah keasyikan menulis dalam acara #wikilatih yg diadakan oleh @idwikipedia dan @lontarfoundation
Nge-Wiki tentang Sriwijaya FC
Keinginan dan semangat untuk menulis kembali menguat. Tampaknya 'lahan' bernama WikiPedia jadi wahana yang bisa mengakomodasi semangat untuk berbagi wawasan sekaligus menambah silaturahim dan jaringan.
Hilir Karier Manis Bepe20?
- Pemain yang mampu meraih dua kali juara di klub yang sama dalam rentang panjang sejak era Ligina 1994. Beberapa seperti Firman Utina, M. Ridwan, dan Supardi memang juara lebih dari satu kali tapi rentangnya tidak mencapai belasan tahun.
- Persija yang kita saksikan hari ini bukan Persija yang melewati proses mudah. Dualisme federasi di era 2011 menyeret pula nama Persija menjadi dua versi di dua kompetisi berbeda. Beruntung Persija mampu menyelesaikannya dengan kontribusi seorang Bepe.
Pengalaman Pertama Menjadi Mitra Bestari
Menanti Nasib 7 Klub di 5 Laga Tersisa
Lima laga yang mendebarkan bagi tujuh klub yang masih punya kepentingan di Liga 1. Angin segar sejauh ini memihak Persija dibandingkan PSM terkait perebutan tahta juara. Harus diakui, PSM sudah "berdosa besar" dengan kehilangan poin di laga yang sebetulnya relatif mudah. Tapi nanti dulu, Mitra Kukar dan PSMS yang dijamu masing-masing oleh Persija dan PSM punya hajat yang tidak kalah sakral dibandingkan nafsu juara, yaitu bertahan di kasta tertinggi Liga 1. Mereka berpacu dengan Sriwijaya FC, PS TIRA, dan Perseru untuk menghindari peringkat 16, 17, dan 18. Kelima klub ini masih terancam untuk berlaga di Liga 2 tahun depan. Bisa saja yang terdegradasi nanti tidak semujur Semen Padang yang langsung lolos "remedial" satu musim. Kelima klub ini pun menjalani laga yang "menggelisahkan" lantaran saling terkait nasibnya satu sama lain, plus berjuang di kandang lawan.
Akhir kata, semoga Sriwijaya FC bertahan di kasta pertama alias Liga 1 ini.
30 tahun KLa Project
Streaming menjadi alternatif memuntaskan keinginan menonton konser 30 tahun KLa project bertajuk Karunia Semesta. Faktor banyak tenggat tugas akhir semester dan juga penghematan finansial menjadi dua alasan menonton jarak jauh. Hikz hikz... Kita doakan semoga masa "prihatin" bisa usai dengan manis.
Okay, konsernya sendiri keren parah. Ini adalah konser band Indonesia paling kece yang aku pernah nonton (emang pernah nonton konser musisi lainnya?? Wkwkwk) Tiga puluh lagu (sesuai usia band ini) dibawakan yang membuat konser ini memakan durasi nyaris empat jam, itu pun sudah meringkas beberapa lagu. Usia individu para personel sedikit banyak memengaruhi durasi jeda antar-lagu, tapi totalitas tetap diusung mereka selayaknya prinsip saat tampil di atas panggung.
Katon Bagaskara, masih tetap kokoh dalam mengejawantahkan emosi dan pesan-pesan di tiap lagunya. Tampil ekspresif tapi efektif mengingat dirinya bakal berlaga hampir di 30 lagu, kecuali beberapa nomor yang memberinya jeda rehat. Sebagai vokalis utama, dirinya mampu mengomandoi jalannya konser tanpa harus mendominasi atensi, justru dia tangkas dalam berbagi peran dengan musisi sepanggungnya.
Lilo alias Romula Radjadin, menunjukkan peran 'unik' yang membuatnya dikangeni KLanis saat KLa Project kolaps, yaitu humoris di atas panggung. Berbagai skenario 'melucu' mampu memikat tawa sehingga jeda antar-lagu menjadi sarat makna. Sentuhan gitar progresifnya mampu konsisten dan progresif.
Adi Adrian, tanpa mengucilkan personel lain dan musisi pendukung, namun dirinya patut disebut sebagai 'man of the match' pada malam tadi. Improvisasi permainan keyboard-nya sagnat berwarna dan totalitas. Di sejumlah nomor beruansa romantis, dirinya membius lewat alunan yang khusyuk, misalnya Anak Dara, Semoga, Lepaskan, Romansa. Tapi di beberapa nomor lain, dirinya justru mengumbar alunan musik 'techno' yang sangat menghentak, sebut saja di lagu Lantai Dansa, Rentang Asmara, Sudi Turun ke Bumi, Laguku, Hey, dan juga Dekadensi.
Konser 30 tahun KLa Project memiliki arti khusus lewat sejumlah lagu yang jarang dibawakan dalam konser, atau bahkan tidak pernah (ya mana saya tahu konser mereka jaman Alesandro Nesta masih di Lazio ke sanaan). Dimulai dari Satu Kayuh Berdua selaku lagu pembuka, Bantu Aku, Lepaskan, Pasir Putih, Lantai Dansa, Radio, dan tentunya kejutan Takluk. Lagu Takluk di konser ini bahkan diklaim sebagai penampilan langsung perdananya di hadapan penonton walau justru dibawakan dengan versi "ajaib" dari Isyana.
Unsur musik etnik kultur yang pernah dibawakan di sebuah konser tahun ini juga diangkat dalam versi kolaborasi. Paduan ajaib Saujana dengan kultur Minang, Lagu Baru dengan Sunda, Pasir Putih dipadu Bali, hingga lagu "keramat" Yogyakarta dengan Jawanya.
Konser yang beruntung masih bisa saya tengok lewat aplikasi internet walau beberapa fitur seperti screenshot tidak bisa dijalankan. Memang, nonton di lokasi lebih asyik, moga-moga di konser berikutnya. Btw, 30 lagu yang dibawakan tidak mengikutkan lagu saat berbendera NuKLa serta album Excellentia. Agaknya KLa Project masih sulit beranjak dari status band nostalgia. Terlepas dari itu, salut atas konser ini
#lanjutngepaper
At INTERACT 2018
Tegas tanpa Nge-gas
Semester ini sebuah kejadian yang kurang menyenangkan terjadi, yaitu tapping fiktif. Jelas kejadian yang memilukan, ceileh, karena dilakukan secara terstruktur, masif, dan terencana. Tiga kata sifat yang baru saja diketik bukan tanpa alasan. Awalnya, saya mengira tapping fiktif ini dilakukan lantaran kondisi mahasiswa yang kepepet menjelang akhir semester. Namun, setelah melakukan investigasi dan pengumpulan bukti sekunder, yaitu Berita Acara Perkuliahan dari pertemuan perdana, total ada 22 tapping fiktif yang melibatkan 10 mahasiswa di 6 pertemuan yang berbeda.
Sulit menampik rasa kecewa sebagai seorang pengajar. Kok bisa-bisanya... Sanksi nilai E di mata kuliah ini tidak bisa saya tangkis sebagai konsekuensi bagi mereka. Jelas ada perasaan tidak enak, namun saya harus mengesampingkan hal tersebut lantaran kasus ini sudah terlalu serius [lihat statistik di paragraf sebelumnya]. Saya berupaya menumbuhkan budaya jujur, sebuah kata yang sangat sulit diwujudkan di dunia nyata.
Jejak Akhir Semester: MPTIK IF-39-12
Jejak Akhir Semester: ICT Literacy SI-42-IN
Sekelumit Momen di Silatnas Forsi Himmpas 2018
Piramida Hitam Khas Sleman
Aura Taman Surga di Masjid Kampus UGM
Tugu: Sepucuk Memori yang tak Sampai
Jumpa Sepintas dengan Mas BowBono
Apresiasi bagi Para Jamaah Subuh
Alhamdulillah dapat banyak rezeki di sholat subuh tadi. Sholatnya sendiri tentu tidak sekadar ritual penggugur kewajiban, tapi juga rezeki atas waktu dan tenaga yang diberi Allah. Seusai sholat, alhamdulillah bisa "melawan" hasrat melanjutkan tidur yang belum pulas ke penginapan. Inspirasi tentang ukhuwah jadi "sarapan" yang melecut diri ini berintrospeksi, termasuk kondisi rohani yang beberapa waktu ini "gersang". Dan alhamdulillah sarapan dalam arti denotatif ternyata ada hehee. Sepiring pecel lele dan nasi jadi hidangan yang kebetulan salah satu kegemaran saya. Alhamdulillah...
Jelang Subuh di Nol Kilometer
Saya tidak hafal ini visitasi yang keberapa di zona nol kilometer Yogyakarta. Setidaknya di 2006 pasca lomba proposal kegiatan anti-rokok, di 2011 bareng peserta TKNP3T, dan 2012 bareng BPH; itu yang terlintas di memori. Kali jelang subuh saya "kabur" dari rutinitas dalam bingkai "ngabuburit" jelang subuh, subuh lho ya bukan maghrib wkwkwk. Sepi? Banget, hanya saya sendiri di salah satu sisi perempatan dan tampaknya nihil orang di ketiga sisi perempatan lainnya. Praktis saya disuguhi panorama "bersih" berisi bentang karya arsitektur, seni, dan konstruksi di perempatan legendaris ini.
Banyak yang sudah berubah. "Tugu" monumen batik sudah diganti. Yang ada di avatar Instagram saya sudah "pensiun". Pun dengan sejumlah aksesori seperti replika sego kucing dan aksara jawa 3-dimensi. Penggantinya tidak kalah keren walau secara ukuran lebih "hemat". Itulah perubahan yang akan terus dilangsungkan selagi jarum jam terus bergulir. Eksistensi di dunia tidak ada yang dijamin abadi, justru bersiaplah diganti.
Kombinasi Romantis
Gerimis, malam hari, dan juga Yogyakarta. Ketiganya jadi paduan yang romantis semalam (27/11). Ada yang kurang dan berlebihan dari romansa kali ini. Tidak ada istri dan anak yang kerap menjadi "tim petualang". Intensitas air malah agak surplus membuat lapisan tas agak terembesi. Semangkuk wedang ronde dan dua utas lumpia agaknya bisa disodorkan sebagai penawar dingin dan basahnya pelipis.
Reuni Kilat dengan seorang Mas Esa
Yang di sebelah kanan adalah kawan saya, malah bisa disebut kawan karib. Entah berapa kali kami pulang sore bareng seusai acara Pramuka maupun OSIS. Seingat saya, terakhir kami berjumpa itu saat .... hmm... saat (masih berpikir) kok lupa ya? Kayaknya sih sehabis kondangan ke Mba Falah tahun 2015. Eh kok lama banget ya? Entah nanti diingat-ingat lagi lah hehee.
Kebetulan beliau ke Bandung dalam rangka menyusul keluarga besarnya yang merayakan wisuda adik iparnya mas Esa di Universitas Telkom. Ya sekalian sajalah kami menyempatkan diri berbincang sembari menemani si Humaira yang tengah bertingkah hiperaktif. Tidak terlampau lama memang silaturahim ini, namun sangat menyenangkan bisa menyambung kembali persahabatan yang terkendala tatap muka secara denotatif. Semoga ada kesempatan bersua di waktu lain :)
Ketemu Senior yang Wkwkwk
Sebelah kiri wong Tegal yang berdomisili di Kab. Bandung tapi lebih banyak di Kota Depok, sebelah kanan wong kito Palembang yang sudah dinaturalisasi sebagai pemegang KTP Kab. Sleman. Kami justru bersua di Kota Bandung, tepatnya kampus ITB lantaran saya sedang mengikuti Silatnas Forsi HIMMPAS dan beliau sedang bernostalgia di kampus almamater istrinya. Masih saja beliau ini garing dan sangat "tampol-able" (peace Kang hehehee). Walau demikian, beliau salah satu panutan saya sewaktu di BEM 2009 dulu. Seiring waktu kami yang IPK-nya nggak terlalu gede dan nggak pernah jadi asdos/asprak di jaman S1 justru melanjutkan studi di S2 bahkan kini menjadi dosen. Begitulah misteri kehidupan
Kuldostam Bisdig: Mr. Wiliam Tanuwijaya
Ada banyak inspirasi yang beliau bagikan di kuliah dosen tamu pada Jumat lalu (23/11). Tentang nasib anak rantau yang benar-benar "merangkak" secara finansial, tentang menyadari bedanya mimpi versus realitas, tentang integritas dalam bisnis, serta pandai-pandai dalam meracik tim.
Naas Teranyar Timnas
Kecewa? Jelas kecewa dan itu wajar karena saya WNI yang menggemari persepakbolaan nasional. Sulit membantah realitas bahwa partisipasi di AFF Cup kali ini adalah sangat buruk, paling tidak bukan yang terburuk. Bercokol di peringkat empat memang getir, tapi hasil di lapangan membuktikan bahwa tiga negara yang berperingkat 1 s.d. 3 tidak mampu kita kalahkan. Naasnya, si peringkat 2 adalah Filipina, negara yang stadionnya pun susah penuh saat timnas mereka bertanding (maklum olahraga terfavorit adalah basket) plus pernah dilumat 13-1 oleh Indonesia. Tapi laga berselisih 12 gol itu sekian belas tahun lalu. Sejak 2014, timnas senior tidak pernah menang atas negara ini. Jika Singapura punya satu dua alibi penyebab tidak lolos, maka Indonesia punya segudang persoalan.
Kita mulai dari hasil undian yang menempatkan Indonesia satu grup dengan Thailand dan Singapura. Jelas grup ini lebih berat dibandingkan Vietnam yang hanya diancam Malaysia. Tapi faktor "undian" memaksa kita memaklumi hal ini. Jatah kandang dan tandang pun kurang memihak Indonesia lantaran harus bertamu ke Singapura dan Thailand, jelas beban berlipat lantaran partai kandang meladeni Timor Leste dan Filipuna. Tapi faktor ini juga harus dimaklumi karena hasil "undian". Mari beralih ke faktor-faktor yang sulit/tidak bisa dimaklumi.
Tatkala berbagai kompetisi domestik macam Liga Super Malaysia (dan Piala Malaysia), Liga Premiere Thailand (dan Piala Thailand) serta S. League sudah rampung, Indonesia justru masih menggelar Liga 1. Ini sudah menjadi blunder konyol yang (mohon maaf) mengarah pada kebodohan lantaran kasus serupa pernah terjadi di AFF 2016. Dampaknya jelas, sejumlah pemain tinnas terlihat tidak fokus. Bahkan beberapa pemain sempat hadir menonton langsung klubnya. Memang di hari itu tidak ada laga atau bahkan jadwal latihan. Namun kunjungan itu menandakan bahwa pemain terpecah konsentrasinya, tentu ada etika yang tercederai pula. Tidak bisa dipungkiri pula bahwa pemain yang dipanggil tidak punya kesempatan membangun kekompakan dengan tim. Bukti nyata ada pada laga melawan Filipina dimana banyak umpan yang sukses diserobot lawan.
Materi pemain yang dibawa pun sebetulnya tidak mencerminkan kekuatan terbaik seharusnya. Pucuk pimpinan klasmen (PSM) tidak diwakili siapa pun. Begitu pula dengan pemain-pemain asal Papua yang memiliki kualitas aduhai macam Osvaldo Haay. Sepintas materi yang disuguhkan pelatih Bima Sakti terkesan solid lantaran >80% alumni SEA Games 2017 dan Asian Games 2018. Masalahnya, kanal semacam YouTube membuat pola permainan timnas sangat mudah dibaca. Bima Sakti kurang memiliki kesempatan menjajal taktik baru dengan alasan sederhana, baru ditunjuk beberapa minggu menjelang hari H. Entah budaya "satu malam" ala Sangkuriang mana yang ingin diandalkan federasi yang ironisnya masih "cuci tangan".
Bisa apa Indonesia di AFF 2018?
Kemenangan akhirnya ditorehkan Tim Nasional Indonesia di ajang AFF 2018. Kemenangan yang berharga sekaligus 'cukup' melegakan. Sebelum laga, Timnas dirundung tekanan yang sangat berat lantaran tumbang di laga pertama kontra Singapura. Lebih jauh lagi, Timnas kali ini diterpa berbagai cobaan yang sangat berat jauh sebelum kompetisi AFF 2018 ini dihelat. Dramatisnya akhir kontrak pelatih Luis Milla, dicoretnya Saddil Ramadhan lantaran terlibat cekcok urusan pribadi, tarik-ulur dengan klub-klub Liga 1 yang masih bergulir, persiapan yang mepet dan minimalis, dan tentunya statistik ironis berupa lima kali hanya bernasib 'nyaris juara'. Jelas bahwa masyarakat gelisah menanti kapan kiranya Indonesia bisa menggapai gelar juara AFF 2018. Jangan lupakan bahwa Timnas U-19 sudah 'buka puasa' pada tahun 2013, sedangkan Timnas U-16 sudah memupus rekor gagal di tahun ini. Upaya membanding-bandingkan antara generasi junior dengan senior pun tidak bisa dielakkan.
Hasil undian menempatkan Indonesia satu grup dengan Thailand, Singapura, Filipina, dan Timor Leste. Bisa dibilang, komposisinya persis dengan edisi 2016 lalu dengan tambahan Timor Leste. Meskipun skuad yang dilatih oleh Bima Sakti Tukiman ini lebih mewah dibandingkan edisi 2016 era Alfred Riedl, situasi saat ini tidak kalah pelik lantaran empat lawan Indonesia kali ini pun mengalami peningkatan pesat. Secara kasat mata peluang Indonesia lolos semifinal tahun ini pun hanya 40 persen lantaran hanya ada dua klub yang lolos dari lima kontestan. Bandingkan dengan peluang 50 persen di tahun 2016 karena kontestan berjumlah empat negara di tiap grup. Dari empat laga yang dilakoni, ada dua partai tandang yang relatif berat, yaitu menyatroni Thailand dan Singapura.
Thailand merupakan kolektor gelar terbanyak dengan lima kali juara, termasuk dua tahun lalu saat menaklukkan secara agregat Indonesia tahun 2016 lalu. Singapura memang sudah mengalami degradasi kualitas pasca pensiunnya Noh Alam Shah, Muhammad Ridhuan, Alexander Duric. Di berbagai kompetisi level junior pun mereka rontok. Tapi jangan lupakan sosok Shahril Ishaq yang menjadi mimpi buruk bagi Persija saat meladeni Home United. Ada juga Hariss Harun yang menjadi titik sentral keberhasilan Johor Darul Ta'zim mendominasi Liga Malaysia, termasuk menjuarai AFC Cup beberapa tahun lalu. Faktor histori bahwa Singapura adalah kolektor empat gelar juara tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Filipina, ini negara sudah jauh melejit perkembangan sepak bolanya. Jika dulu Kurniawan dkk sempat melumat 13-0, kenyataannya di edisi piala AFF [2014 dan 2016], Indonesia masih nir-kemenangan atas mereka, termasuk skor 0-4 empat tahun lalu. Praktis hanya Timor Leste yang di atas kertas relatif mudah. Itu 'di atas kertas', dan kenyataannya kadang 'di atas lapangan' justru terjadi kebalikannya. Setidaknya itu yang terjadi semalam ketika mereka sempat unggul 0-1 lewat serangan balik yang mengejutkan.
Apakah berarti Timnas Indonesia tidak berbuat apa-apa? Jelas tidak. Harapan itu masih ada.
Selama peluit akhir pertandingan belum ditiup, artinya bola dan takdir masih bergulir. Indonesia memang belum pernah juara, tapi Indonesia tidak pernah lupa caranya untuk bangkit.
Stickynotes-based Simulation @ITPM
MASIH
Alternatif lain BM Canvas
"merebus" Literatur dalam iLearnEKB
Si Ungu di Tepi Danau
Adakah Unsur TI dalam Insiden JT610?
Seusai menyimak tayangan (versi ulang) ILC tentang insiden pesawat, saya tertarik pada sebuah dugaan mengapa pesawat baru kok mengalami kecelakaan, yaitu keterbiasaan pilot/ko-pilot/teknisi terhadap si pesawat baru. Dugaan ini terkait dengan isu user-friendly pada ranah Interaksi Manusia-Komputer (Human-Computer Interaction). Apakah mungkin desain aplikasi di kokpit ikut berpengaruh dalam pengambilan keputusan si pilot/ko-pilot?
Tentu bukan hal yang mudah menyusun desain interaksi yang memuat berbagai informasi kritis dan rumit, sedangkan prinsip 'simplicity' perlu diperhatikan oleh desainer. Desainer perlu mengestimasi kondisi darurat yang menuntut pilot/ko-pilot berpikir cepat dengan berbagai macam statistik pada kokpitnya dalam satuan detik dengan taruhan nyawa penumpang.
Memori #GemasTIK2012
Berhubung lagi ada gelaran final #gemasTIK di ITS, saya #teringatmasalalu ketika di tahun 2012 lalu berkesempatan untuk berlaga di final #gemasTIK5 di ITB. Itu adalah pertama dan terakhir kalinya ikut lomba atas nama kampus #ittelkom Sayangnya tidak berhasil mencaplok hasil/peringkat sesuai target #takapalah . Setidaknya saya belajar banyak hal terkait proses di dalamnya.
Barokallah Mas Bayu feat Mba Kiki
@gig.research
#yukdifollow #gigeconomy #gigworker#crowdsourcing #crowdwork
Tentang Qada dan Qadar
Tidak semua yang menjadi qada dan qadar itu menggembirakan bagi kita secara egoisme (termasuk rezeki, jodoh, dan juga usia). Sikap kita menanggapinya (termasuk porsi ikhtiar maupun tawakal) itulah cerminan iman kita. Pada akhirnya kita harus menyadari dunia ini sekadar permainan yang fana sekaligus ujian menuju akhirat.
Salute for ICACSIS Delegations
Tipisnya Statistik Kelolosan Indonesia
Lantaran UEA (U), Indonesia (I), dan Qatar (Q) sama-sama punya 6 poin maka diadulah hasil pertandingan diantara ketiganya (U-Q 2-1, I-Q 5-6, I-U 1-0). Selisih goal diantara ketiganya sama-sama 0, tapi Q dan I unggul jumlah gol 7 dan 6, sedangkan U cuma 2.
Menyibak Cerah dan Derainya Teluk Bayur
Menyusuri Rongga-Rongga Lorong Kampus ITB
@ICTSI2018
Ini judul telenovelanya, "Dosen Pembimbing Tesisku kini Rekan Seangkatan Kuliahku dan Sebimbingan SM-ku"