Selayang Pandang Racana Institut Teknologi Telkom [1]
Pemekaran... Solusi Pemerataan Potensi Indonesiakah?? [2]
Melanjutkan post sebelumnya, kali saya akan mengulas perkembangan di sekitar tahun 2011 hingga awal 2014 seputar isu-isu pemekaran wilayah administrasi di Indonesia.
Dari berbagai isu provinsi yang ada, setidaknya satu provinsi secara resmi terbentuk, yaitu Kalimantan Utara. Tenang, kita tidak mengklaim wilayah Malaysia dan Brunei Darussalam, melainkan memekarkan wilayah Kalimantan Timur di bagian utara menjadi provinsi tersendiri. Secara hukum telah resmi dan secara kepustakaan pun, berbagai bacaan di dunia pendidikan seperti RPUL, atlas dll telah menyertakan Kalimantan Utara sebagai provinsi tersendiri dengna Tanjung Selor sebagai ibukotanya.
Menariknya pengesahan Kalimantan Utara sebagai provinsi ke-34 tidak menjadi pertanda berakhirnya request alias permintaan akan adanya provinsi ke-35, ke-36, dan entah yang keberapa. Masih banyak isu pembentukan provinsi baru di Indonesia. Mereka tidka menargetkan diri sebagai provinsi ke-35, ke-36, atau berapapun. Yang ditargetkan ialah mereka dimekarkan menjadi provinsi baru.
Salah satu bakal calon provinsi baru yang patut diperhitungkan ialah Cirebon. Faktor kultur dianggap jadi alasan yang layak untuk menjadikannya wilayah yang terpisah dari Jawa Barat. Jawa Barat dianggap identik sebagai Sunda, sedangkan kawasan Cirebon disebut sebagai representasi Ciayumajakuning. Alasan ini memang mirip dengan tinjauan berdirinya Provinsi Banten, sebuah provinsi yang menjadikan Jawa Barat tidak lagi menjadi provinsi yang paling Barat di Pulau Jawa. Isu nama provinsi Jawa Barat diganti menjadi Provinsi Pasundan jelas makin menguatkan isu perbedaan kultur diantara wilayah Jawa Barat. Namun maka bukan hal yang mudah mengingat syarat minimal 5 kabupaten/kota sebagai cakupan daerah tingkat II di provinsi terbaru belum bisa dipenuhi bakal calon provinsi Cirebon. Baru Indramayu, Kota Cirebon, dan Kabupaten Cirebon yang sepakat memisahkan diri, sedangkan Majalengka dan Kuningan masih "setia" dengan Jawa Barat (sumber). Menarik memang mengingat isu Provinsi Cirebon menjadi komoditas saling menjatuhkan antarkandidat calon gubernur Jawa Barat pada Pilgub 2013 lalu. Hampir semua kandidat "ngambang" dalam memberi pandangan tentang isu tersebut. Bahasa yang diplomatis serentak dilontarkan oleh semuanya. Dan lebih menarik ketika muncul isu pemekaran wilayah daerah tingkat II baru, yaitu Indramayu Barat dan Cirebon Timur. Nah lho... Motif pembentukan kedua wilayah ini pun dipertanyakan, apakah memang inisiatif untuk memajukan potensi daerah plus kesejahteraan masyarakatnya ataukah sebagai solusi yang "formal" atas macetnya syarat administrasi pembentukan Provinsi Cirebon?
Isu menarik juga ditemui di Nusa Tenggara Barat alias NTB. Dua pulau yang relatif besar di NTB, yaitu Sumbawa dan Lombok kabarnya akan di-split sebagai "pewaris" provinsi NTB. Faktor perbedaan kultur ditengarai sebagai pangkal keinginan tersebut. Lebih lanjut lagi, sarana transportasi yang belum sekonektif provinsi-provinsi lain seperti di Jawa dan Sumatera disebut-sebut sebagai "pemulus" hasrat tersebut. Umar Ali, Ketum Perhimpunan Rakyat Nusantara sendiri melalui website resmi Kab. Bima menyatakan analisisnya mengenai pembentukan Provinsi Sumbawa (sumber). Menariknya, dalam analisisnya, beliau mengakui bahwa kepentingan politik menjadi pertimbangan yang penuh dengan tarik-ulur. Pertimbangan administrasi memang sifatnya kuantitatif, ada batas jelas antara terpenuhi/lolos dengan tidak. Namun ketika menyerempet ke ranah politik, maka garuk-garuk kepala jadi hal yang wajar.
Memekarkan wilayah, apalagi sampai ke level menjadi provinsi tersendiri tentu bukan perkara yang gampang. Masyarakat Indonesia mempunyai tipikal sensitif terhadap perbedaan, sekecil apapun. Maka tak heran ketika ada secuil pihak yang mempunyai keinginan tertentu, termasuk di dalamnya mendirikan provinsi tersendiri, maka isu yang digulirkan adalah "adanya perbedaan (identitas) dengan provinsi asalnya saat ini. Entah itu, kebudayaan, isu primordalias, hingga kesenjangan ekonomi. Jika melihat sejarah panjang pemekaran, tiga hal ini kerap mewarnai berbagai perubahan struktur administrasi kepemerintihan daerah di Indonesia.
Ada beberapa "oknum" yang gagal memaknai arti dari pemekaran wilayah sebagai cerminan dari otonomi daerah. Narcisme daerah dianggap sebagai tujuan, padahal bukan itu tentunya tujuan otonomi daerah. Mungkin narcisme daerah masih mending (menurut saya hehee), namun parahnya yang kerap muncul adalah penguatan dominasi golongan politik tertentu di daerah baru tersebut. Alhasil pasca dibentuknya daerah baru, perhatian ditujukan untuk mempertahankan dominasi, bukan bagaimana caranya mengembangkan wilayah tersebut agar berdaya saing.
Kenapa harus berdaya saing? Ya iyalah, secara usia tentunya sudah tertinggal jauh dari daerah lain, pengalaman juga minim, plus infrastruktur mulai dari nol. Jika tidak berdaya saing, apa bedanya ketika masih menjadi bagian dari daerah sebelumnya? Secara investasi gagal, secara moral nihil tanggung jawab.Maka otonomi daerah bukanlah tujuan, melainkan gerbang untuk mengembangkan potensi daerah. Jika hanya membagi "potongan pizza", maka tinggal menanti akumulasi kehancuran struktur pemerintah se-Indonesia :)
Flesch/Flesch–Kincaid readability tests
Dalam sebuah review traffic artikel, muncul sebuah istilah yang pertama kali saya dengar, yaitu Flesch/Flesch–Kincaid readability tests. Agak bingung malah mengira ini istilah biologi. Eh eh eh, ternyata ini terkait tentang pengukuran kemudahan user mencerna konten sebuah tulisan. Konsepnya sederhana, yaitu mengkalkulasi isi tulisan berdasarkan suku kata, kata, dan kalimat di dalamnya. Pemakaiannya di dalam implementasi SEO diuraikan sebagai berikut, Google dalam memberikan layanannya tentu akan mengarahkan user ke dalam tulisan yang secara pembahasaan lebih mudah dicerna. Dengan pengarahan kepada tulisan yang lebih mudah dicerna, maka kredibilitas Google di mata user akan lebih terjaga karena user merasa diuntungkan dengan rujukan Google.
Menariknya, ada statement " The Flesch/Flesch–Kincaid readability tests are readability tests designed to indicate comprehension difficulty when reading a passage of contemporary academic English."
Jadi, apakah hasil tes ini untuk Bahasa Indonesia valid? Sejauh ini belum ada klaim resmi yang mengiyakan.
Awalnya konsep ini diterapkan di dalam lingkungan tentara USA (jadi inget sejarah internet hehee) "The Flesch–Kincaid" (F–K) Reading grade level was developed under contract to the United States Navy in 1975 by J. Peter Kincaid and his team.[A]
- [B]
Score | Notes |
---|---|
90.0–100.0 | easily understood by an average 11-year-old student |
60.0–70.0 | easily understood by 13- to 15-year-old students |
0.0–30.0 | best understood by university graduates |
[A] Kincaid, J.P., Fishburne, R.P., Rogers, R.L., & Chissom, B.S. (1975). Derivation of New Readability Formulas (Automated Readability Index, Fog Count, and Flesch Reading Ease formula) for Navy Enlisted Personnel. Research Branch Report 8-75. Chief of Naval Technical Training: Naval Air Station Memphis.
[B] http://www.editcentral.com/gwt1/EditCentral.html
tentang seorang pemimpin
Pemimpin itu seperti lokomotif, ketika dia berangkat maka seluruh gerbongnya akan berangkat (khotib Sholat Jumat kemarin)
Dan memang begitu adanya. Kedisiplinan lokomotif akan menentukan kedisiplinan gerbong-gerbongnya. Memang, masih mungkin gerbong berjalan tanpa lokomotif, misalnya dengna didorong orang-orang sedangkan lokomotif sedang asyik isirahat *masinisnya sedang nonton bola, contohnya. Tapi bagaimana hasilnya?
Maka, ketika dirimu menjadi seorang pemimpin, tanamkan kedisiplinan yang dimulai dari diri sendiri
Masih seputar transportasi, bila kita belajar dari sebuah bus yang berisi sopir dan penumpang, maka ada pelajaran yang berharga. Bus tentunya mempunyai trayek alias jalur alias jurusan. Sopir merupakan pimpinan bus dimana dia mempunyai keinginan untuk membawa bus tersebut dari tempat asal menuju ke tujuan. Sedangkan penumpang punya kepentingan yang berbeda-beda. Jarang ada penumpang yang naik dari pool bus berangkat hingga tempat akhir bus tersebut. Kebanyakan naik di awal kemudian turun di tengah jalan, ada yang naik di tengah jalan dan turun di tengah jalan lainnya, ada pula yang naik di tengah jalan lalu berhenti di tempat tujuan yang sama dengan si bus. Untuk yang turun di tengah jalan pun mereka kadang berganti dengan bus lain. Begitulah rutinitasnya.
Sama dengan sebuah organisasi. Ketika seorang pemimpin mempunyai anggota yang berbeda tujuan akhir alias visi, maka yang terjadi adalah hengkangnya si anggota di tengah jalan. Anggota menjadikan organisasi tersebut hanya sebagai tempat numpang lewat ke tujuan mereka sebenarnya.
Maka ketika dirimua menjadi seorang pemimpin, arahkanlah anggotamu agar satu visi sehingga soliditas terjaga
Rekomendasi SEO dan Plug in
Rekomendasi plugin
Alkisah dalam sebuah proyek, dilakukan proses perbaikan traffic website yang entah mengapa mengalami kemerosotan drastis. Berbagai perkiraan disampaikan oleh masing-masing personel tim. Ibarat acara "Seconds to Disaster", maka satu per satu kemungkinan sebab diujikan terhadap berbagai argumentasi dengan kalkulasi *yang membuat saya termangu* :p
Dari sekian kemungkinan yang masih berpotensi sebagai "dalang" dari kemerosotan ini, salah satunya adalah kurangnya optimalisasi SEO. Padahal dalam pengerjaan website ini, plugin tentang SEO sudah dipasang, namun kenapa malah seperti ini hasilnya. Well, ternyata faktor pemasangan plugin tidak dibarengi dengan pemakaian rutin pada tiap artikel yang diterbitkan. OK, langsunglah dibahas pemakaian plugin tersebut.
Wah, ternyata plugin ini cadas juga ey. Tiap kali meng=update suatu artikel, maka akan muncul lampu indikator yang menggambarkan tingkat optimalnya parameter-parameter SEO yang dipergunakan. Dan ternyata memang *jengjrengggg*, banyak indikator yang masih bisa dieksplorasi untuk meningkatkan optimalisasi SEO ini.
Focus keyword, yaitu kata kunci yang jadi patokan Google dalam memberikan rekomendasi artikel kepada pembaca. Semakin kuat focus keyword, maka nilai rekomendasinya semakin tinggi. Sek sek, " kuat" dimananya? Kekuatan terletak pada focus keyword juga dimuat dalam article heading, page title, page URL, content, serta meta description. Untuk content, semakin banyak focus keyword ditemukan, maka kekuatannya semakin besar, sedangkan pada 4 elemen lainnya, bukan hal yang mudah untuk memunculkannya berkali-kali *apalagi di judul masa kata-katanya diulang-ulang terus*.
SEO Title, kalau menurut Yoast, definisinya begini "The SEO Title defaults to what is generated based on this sites title template for this posttype.". Kalau masih bingung, SEO Title itu yang akan muncul sebagai judul ketika muncul berbagai rekomendasi artikel. Misal kita nyari Telkom University, maka yang biru-biru itulah SEO Title
Meta description, merupakan penjelasan dari website ketika muncul di sebagai rekomendasi dalam temuan Google. Misal kita nyari artikel Telkom University, maka yang tulisan hitam di bawah URL, itulah meta description. Singkat kata, ketika muncul berbagai hasil rekomendasi Google, maka user tentunya akan membaca sekilas tentang aturan, nah sekilasnya itulah yang merupakan meta description sehingga menjadi patokan user untuk menentukan apakah artikel ini yang dicari atau bukan.
Meta keywords, ketika menyusun abstrak di sebuah skripsi kan ada tuh kata kunci, nah meta keyword sama dengan itu. Jumlahnya boleh lebih dari satu nih :)
Heading, baik h1, h2, h3 dkk, itu menjadi patokan Google untuk mendeteksi tingkat nyambung nggak-nya artikel dengan kata kunci yang telah diberikan sebelumnya
Image alt tag, ketika menyisipkan sebuah gambar, tentu akan sulit bagi Google untuk memberi penilaian seberapa kuat tingkat kenyambungan gambar dengan artikel (kan tujuan gambar untuk menguatkan konten artikel), maka Google akan menilainya dari Alt Text yang diberikan. Padahal, bagi sebagian penulis, pemberian Alt Text sering diabaikan. Sistem di kebanyakan website, termasuk WordPress adalah mengotomasi Alt Text dengan nama image, maka disarankan memberi nama image yang mengandung focus keyword *sehingga Alt Text-nya akan otomatis terisi focus keyword
Flesch Reading Ease test, yaitu sebuah formulasi yang menghitung tingkat kerumitan bahasa yang digunakan pada konten. Formula ini sederhananya menghitung keruwetan artikel berdasarkan rata-rata banyaknya suatu kata dalam satu kalimat serta banyaknya suku kata dalam satu kata. Konsekuensinya, kalimat majemuk tentu akan mempunyai keruwetan semakin tinggi. Kenapa ada penilaian seperti ini? Singkatnya, Google sebagai search engine tentu menjaga reputasi di mata user-nya dengan memberi rekomendasi artikel dan user pun tentu berharap disuguhi artikel yang tidak hanya sesuai kebutuhan, tapi juga mudah dicerna. Maka, parameter kemudahan mencerna itulah yang direpresentasikan dengan FRET ini.
Jumlah kata minimum dalam artikel. Lha, kok malah ada parameter ini? Buat apa? Well, percaya atau tidak, kita sebagai user dari layanan search engine tentu berharap memperoleh artikel yang komplet, bukan yang seiprit-iprit, maka Google akan menghitung banyaknya kata dalam sebuah konten artikel sebagai pertimbangannya, malah direkomendasikan jumlah minimalnya 300 kata. Dan oleh karena itu, pemberian shortcode pada konten artikel, perlu dikaji lebih dalam, memang, adanya shortcode memudahkan author dalam mengirimkan informasi, bahkan dapat dispesialkan CSS dan jQuery-nya, namun kalkulasi juga total kata yang dihitung oleh sistem di Google. Namun juga, kembali lagi pada strategi dan prioritas dalam mengelola konten. Baca ini dan ini
Outbound link alias hyperlink yang mengarah ke luar artikel
Nah, sebagai akhir dari artikel ini, saya mau mempromosikan plugin yang jadi "asisten" saya dalam mengolah tingkat optimalisasi SEO di artikel-artikel yang saya kelola, yaitu
Yoast WordPress SEO
untuk tempat paling menyejukkan
Mau yang berlokasi dimanapun
Mau yang berwarna apapun
Mau yang berdekorasi apapun
Mau siapapun yang menjadi sesama jemaah dalam sholat
Masjid... tetaplah menjadi tempat yang menenangkan, mententramkan, dan memberi banyak pelajaran tentang betapa kecilnya kita di hadapan-Nya
The Four Stages of Learning
The Four Stages of Learning
Ironically, not doing it right and making mistakes are vital steps in the learning process. Yet too often our attention goes to trying to avoid the bad feelings, rather than to the learning at hand. Understanding the four stages of learning a skill can help keep the learning process focused on learning to do something, and not feeling bad about ourselves for not already knowing how. Here are the four stages of learning as uncovered by Abraham Maslow:
1. Unconscious Incompetence
"I don't know that I don't know how to do this." This is the stage of blissful ignorance before learning begins.
2. Conscious Incompetence
"I know that I don't know how to do this, yet." This is the most difficult stage, where learning begins, and where the most judgments against self are formed. This is also the stage that most people give up.
3. Conscious Competence
"I know that I know how to do this." This stage of learning is much easier than the second stage, but it is still a bit uncomfortable and self-conscious.
4. Unconscious Competence
"What, you say I did something well?" The final stage of learning a skill is when it has become a natural part of us; we don't have to think about it.
Using the example of learning to drive a car, as a child I first thought that all I needed to do was sit behind the wheel and steer and use the pedals. This was the happy stage of unconscious incompetence.
12 Elemen pada Homepage
Dua hari lalu, pasca-evaluasi tampilan website di sebuah proyek di PAJ, saya mencoba browsing tentang kajian mengenai panduan konten dalam homepage di sebuah website. Sepintas gampang, sejenak yang sering terpikir adalah suasana ramai. Opsss, ternyata perlu berpikir yang "dalam".
Salah satu artikel di hubspot.com memberi paparan tentang 12 elemen penting yang harus ada pada homepage sebuah website yang menawarkan layanan kepada pengguna internet,
Apa saja?
- Headline, singkat, deskriptif, dan menjawab pertanyaan "apa yang ditawarkan"
- Sub-headline, ringkasan penawaran, tampilkan secara unik dan menunjukkan nilai yang spesial. Persuasif namun tidak narcis
- Benefit, jelaskan kenapa harus memakai dan bagaimana bila mengabaikan tawaran ini, tentunya dengan bahasa yang menarik
- Primary Calls-to-Action (CTA), berisi alur yang akna dilalui oleh konsumen ketika memutuskan memakai layanan yang ditawarkan. Jangan membagi langkah-langkah tersebut ke dalam tahapan yang panjang karena memberi kesan bahwa user kurang "dimanjakan"
- Features, berisi item-item spesial yang akan diperoleh oleh user ketika mempergunakan layanan ini
- Customer Proof, pasang testimoni dari mereka yang pernah memakai layanan ini. Perhatikan kekuatan individu pemberi testimoni yang memberi rekomendasi, faktor "siapa dia?" tentu memberi kontribusi yang signifikan
- Success Indicators, sajikan bukti berupa statistik maupun pengharagaan yang menunjukkan kualitas yang telah dicapai oleh layanan ini.
- Navigation, sediakan navigasiyang jelas dengan memperhitungkan kebutuhan user, misalnya daftar harga, portofolio, daftar klien, profil perusahaan
- Supporting image, pengguna komputer didomminasi oleh orang yang sibuk dan efisien dalam memakai internet (sibuk kerja, pulsa terbatas dll). Kesan yang mudah melekat dengan kesempatan terbaca yang sempit tersebut adalah menampilkan visual yang mendukung, tidak harus perfeksionis, setidaknya sesuai konteks dan mengarahkan user untuk percaya bahwa produk kita merupakan jawaban dari kebutuhan user
- Content Offer, mengignat waktu pemakaian internet yang terbatas, sediakan beberapa file yang bisa disimpan oleh user, sehingga sifatnya accessable without internet, misalnya company profil.
- Resources, menurut web ini, 96% visitor sebuah web dalam kondisi belum siap membeli, bisa dibilang sedang mencari rujukan/pembandingan layanan. Maka sediakan layanan informasi tambahan kepada user untuk berinteraksi lebih lanjut dalam mempelajari layanan yang ditawarkan.
- Secondary CTA, Ada tipikal user yang ingin membaca web hingga selesai barulah mengambil keputusan untuk memakai layanan tersebut atau tidak. TIpikal user yang demikian perlu diakomodasi dengan secondary CTA.
Nikah vs Minder
Usia kepala 2, dalam pergaulan sekitar maka yang sering dibahas adalah tentang pernikahan, entah itu bermotifkan bercanda ataupun serius. Sejenak ada perasaan lumrah, tapi, tak berarti topik itu seenaknya orang umbar sebagai bahan orbolan, seolah bumi yang luasnya berjuta-jut akm2 ini tidak ada topik lain yang dibahas. Sempat terbesit, kenapa ketika sesama anak muda yang ditanyakan adalah "kapan situ nikah?", wel... jarang dijumpai pertanyaannya "kapan situ naik haji?" "kapan situ lailatul qodr?"
Untuk dua pertanyaan terakhir, saya belum menemukan statistik yang memakarkan data kuantitatif usia rata-rata masyarakat Indonesia menunaikan ibadah haji serta usia rata-rata masyarakat di Indonesia meraih lailatul qodr. Berbeda dengan data tangiable yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia rata-ratanya menikah pada usia 24 (ini sumbernya). Maka dua pertanyaan terakhir pada paragraf sebelumnya memang sulit dibuktikan penyabab kenapa jarang ditanyakan dalam percakapan anak muda usia 20-an, sedangkan pertanyaan "kapan nikah" bisa dilumrahkan. Konsekuensinya suka tidak suka, lapangkan hati ketika pertanyaan itu muncul di saat yang tidak tepat. Anda punya kesempatan untuk marah, tapi Anda jug apunya kewajiban untuk memahami teman anda (yang barangkali tidak punya topik lain untuk diobrolkan, mungkin dia sudah terlalu sibuk agendanya sehingga berharap Anda mengabarinya juah-jauh hari hari pernikahan anda agar dia bisa datang).
Pernikahan...
Ah, ternyata ada yang lebih njelimet dibandingkan setumpuk coding-an website Indonesia Kreatif. Berada di tengah obrolan tentang itu memang serasa seerti mengasah pisau, bermanfaat tapi salah-salah malah ada yang menusuk di hati. Alhasil semua rupa prasangka buruk berdatangan layaknya banjir bandang. Kenapa? Dalam kenyataannya tidak semua orang mempunyai pengalaman yang manis tentang segala hal bertajuk "pernikahan". Sangat mungkin ada momen terkait hal itu yang bisa membuat orang menjadi penampar berdarah dingin apabila diledek tentang topik ini.
Saya sendiri dengan tipikal introvert mempunyai cara tersendiri menyikapi topik tersebut. Selama pembahasan berujung pada kebermanfaatan dan saya berkesempatan membantu kawan saya yang menjadi lawan bicara (at least menjadi pendengar yang baik) maka it's fine. Tapi segera berinisiatiflah alihkan channel diskusi jika menanyakan tentang rencana saya terkait topik itu.
Sebab detail apa, tidak akan pernah saya sampaikan di sini, intinya saya dalam kondisi larut dalam keminderan yang biasa dan terjebak dalam anggapan ketidaklayakan pada diri saya. Semua orang agaknya hobi mencibir opini saya, meremehkannya, dan memvonis saya tidak kapabel untuk berada di jalur itu. Entah standar mereka yang terlalu tinggi atau memang kapabilitas saya yang ecek-ecek bin abal-abal. Beberapa kejadian sekitar pun mengindikasikan aura negatif, satu per satu teman saya yang mempunyai rencana matang terkait hal itu malahan tumbang dengan berbagai alasan. Mengutip frase milik Hajime Saito "know that normal if you lost", maka memang normal bagi seorang manusia, terlebih laki-laki terpecundangi harga dirinya apabila mengalami kegagalan terkait topik itu, tapi siapa yang tidak merasa ikut sakit hati ketika teman sendiri yang dipecundangi? Terlalu banyak kasus negatif naas yang berserakan di sekitar saya terus terang mempengaruhi mental saya dalam berpikir jenih terkait topik itu. Rasa-rasanya sangat riskan untuk mengambil sikap. Pernah optimisme menjadi selimut untuk menatap segala macam tantangan. Tapi entah kenapa perlahan namun pasti pesimismelah yang berkuasa di benak. Segala ucapan yang mengucilkan optimisme pada diri ini, sungguh menyebalkan, membodohkan, dan menggilas saujanaku, tanapa mereka sadari orang yang mereka robohkan benar-benar kesulitan untuk bangkit dan tangan merekapun dikepalkan ke langit tanpa gembira, bukan dijulurkan untuk membantu.
Segala ilmu agama, diri ini terlalu minder dengan kecethekan ilmu ini.
Segala kalkulasi finansial, diri ini pun latah dengan tudingan ketidakmampuan oleh mereka.
Segala preparasi tentang jalur geografis agaknya bualan belaka.
Segala ide-ide yang sempat aku gulirkan pada wujud peta dan tulisan tentang masa depan, hmmm, entah ada di folder mana.
Apakah memang sudah kronis rasa minder ini? Mungkin
Fokus saat baru bisa pada 4 hal
- Meringankan beban orang tua
- Mencari beasiswa
- Menjaga adik
- Belajar mengurangi rasa minder, dan ini yang paling sulit tercapai
Diri ini tak pernah ingin menjadi seorang peminder, apalagi peminder sejati
Diri ini dari dahulu terus merangkak dan berganti berjalan walau tanpa teman yang peduli dan bantu memapah
Diri ini masih menggenggam secuil optimisme yang tersisa
Hanya dua yang masih aku percayai, perintah-Nya dan pertolongan-Nya
Pemekaran... Solusi Pemerataan Potensi Indonesiakah?? [1]
- 8 provinsi pada awal kemerdekaan Indonesia : Sumatra, Borneo(Kalimantan), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil.
- Sela Orde lama terbentuk Sumatera Utara, Sumatera Tengah(yang pada 1957 dipartisi menjadi Jambi, Riau, sumatera Barat), Sumatera Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, DKI Jakarta, DI Aceh, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
- Di Era Orde Baru hanya terjadi satu pemekaran yaitu pada 1967 Provinsi Bengkulu lahir dari sebagian Provinsi Sumatera Selatan.
- Di orde reformasi diresmikan provinsi baru berikut:
- Syarat administrasi, yaitu kesepakatan masyarakat yang akan membentuk provinsi baru, berupa:
- Syarat teknis, berupa kemampuan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, sosial budaya, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintah daerah yang dikaji berupa indikator.
- Syarat fisik meliputi cakupan wilayah(untuk provinsi minimal 5 kabupaten/kota), lokasi claon ibukota, sarana dan prasana pemerintahan.
Tentang Sekarung Memori
Sekarung memori itu berisi berbagai kilogram sajian tentang persahabatan, rivalitas, romantisme, elegi, aksi heroik, kecerobohan, kebengalan, kecerdikan, ah entah apa lagi di muatan karung itu.
17 Januari 2013
Tahun lalu ditemani setumpuk kertas dengan judul berkas kelengkapan sidang.
Agaknya rasa lelah dalam menapaki tangga kelulusan itu masih tersisa. Segenap rasa syukur patut dikedepankan.
Sidang skripsi bukan segalanya. Tapi di situ banyak pelajaran terpetik.
Tentang cara berpikir ilmiah
Tentang konsistensi atas sebuah pilihan
Tentang dahsyatnya doa orang tua
Dan tentang terbukanya mata bahwa hidup tidak tamat saat sidang rampung.
Durasi sisa umur siapa yang tahu
Tapi akan bagaimana diisinya, kitalah yang bertindak
Tesis...
Apakah terlalu dini memikirkannya
Entah..
Rotation is so ordinary
Foto itu diambil 2 Jan 2014. Ceritanya makan-makan farewell-nya mba Intan, editor tim Portal IK. Tim IK malah itu full team, malah nyulik Kang Yuda dan Kang Ali.
Tanpa terasa sudah lebih dari 2 pekan dari momen itu. Dan ternyata rotasi "pemain" belum selesai. Kang Toto direncanakan tampil di Parekraf dalam pengonsepan ekoni kreatif, kendati demikian, dia masih dilibatkan dalam pengembangan portal IK. Kang Irvan, rencananya dialihkan ke proyek branding dari Parekraf. Nandik, pun difungsikan utk proyek2 PAJ Group, sehingga sulit untuk fokus 100% di IK.
Well, apapun alasannya dan efeknya, rotasi adalah hal yang normal bin biasa dalam sebuah proyek. Keluar masuk individu bisa dibilang wajar.
Semoga Allah memberi yang terbaik dan kami pun berjuamg dengan kemampun teroptimal, dimanapun itu
:)
Sisi lain #BragaCulinaryNight
Inspirasi ini datang saat ngobrol dengan seorang maestro bernama kang Afdan. Kurang lebih intinya gini:
Saat dan pasca Braga Culinary Night muncul berbagai keluhan tentang berbagai kekurangan event tersebut, khususnya minimnya tempat sampah yang tersedia. Di satu ini ini jelas kekurangan panitia. Tapi di #SISILAIN bisa diambil simpul bahwa pengunjung (termasuk saya) yang notabene didominasi warga Kota Bandung cuma dan masih bisanya mengeluh tanpa ada yang berinisiatif memberi solusi.
Well... Mungkin timbul pertanyaan "Lho kan kita pengunjung, masa musti ngurusin gituan? Buat apa gunanya panitia?"
Jawabannya ringkas...
Ini tentang tanggung jawab dan rasa peduli dan memiliki
Jack in All Trade but Master in None
Frase idiomatik itu saya dapat ketika baca blog-nya Shiddiq. Kalau diartikan kurang lebih maksudnya adalah karakter orang yang bisa (walau sekedarnya) di berbagai bidang, tapi tidak ada satupun yang dikuasai secara mahir. Kalau di dalam sepakbola, istilahnya ada pemain yang bisa jadi kiper, jadi bek, gelandang, hingga striker, namun di semua posisi tersebut, dia tidak bisa memainkannya di atas level rata-rata. Ambil conntoh lain, seorang lulusan DKV tidak mempunyai spesifikasi tertentu. Dia mengerti konsep desain website sedikit, sedikit mengerti pula desain media cetak, olah multi media pun sedikit-sedikit.
Dalam kasus bidang studi saya, informatika, maka jamak ditemui karakter mahasiswa yang ngerti sedikit tentang database, ngerti sedikit tentang pemrograman multimedia, ngerti sedikit tentang jaringan, ngerti sedikit tentang proses dokumentasi. Kondisi berkebalikannya adalah ketika seorang mahasiswa informatika, dia sangat expert di bidang evolutionary and adaptive system (opoooo iki???), namun ketika ditanya tentang bidang selain itu, dia hanya garuk-garuk kepala.
Dalam kasus "Jack in All Trade but Master in None", maka penentu positif atau negatifnya terletak pada bagaimana dia mengelola softskill-nya. Mengapa demikian?
Ada seorang bocah, sebut saja dia "Zainal" (kenapa Zainal? karena sekarang sedang nonton Persepam vs Persija dan komentator tadi nyebut nama Zainal Arief). Zainal seorang alumni informatika dengan karakter Jack in All Trade but Master in None.
Kondisi pertama, sebuah korporasi membutuhkan seorang programmer dengan spesifikasi menguasai dasar website, tidak perlu tingkat dewa19, cukup mengertai skema programming dan konfigrasi jaringan. Ke depannya, akan disediakan upgrrading kepada si programmer untuk meningkatkan kapabilitasnya. Selain itu proyek akan dimulai dua pekan lagi setelah orientasi kerja, dengan demikian masih ada waktu untuk training. Dalam kasus ini, Zainal mempunyai peluang besar untuk memenuhi rekruitasi ini.
Kondisi kedua, korporasi di sebelahnya mencari ahli bidang database. Proyek sudah dimulai dan memasuki masa implementasi serta tidak ada sumber daya untuk dialokasikan training kepada karyawan baru yang berkarakter seperti Zainal. Dengan demikian peluang Zainal lolos rekruitasi kecil.
Kondisi ketiga, Zainal diberi kepercayaan menjadi seorang PM (Project Manager, bukan Pembuat Masalah lho). Kriteria PM yang mempunyai pengetahuan luas walau tidak terlalu spesifik tentu menjadi celah bagi Zainal untuk cocok di posisi ini.
Itu baru tiga contoh, sedangkan di dunia riil, contoh yang tersedia akan sangat beragam. Tidak ada rumusan yang eksak ataupun mutlak dalam memvonis seseorang di dunia kerja. Apakah karakter Jack in All Trade but Master in None berperan positif ataukahh tidak, sekali lagi tidak bisa dijustifikasi begitu saja. Penentu sukses karakter orang yang demikian akan ditentukan bagaimana kondisi tempat rekruitasi, ketersediaan kesempatan untuk meningkatkan kapabilitas di bidang yang pemahamannya hanya sebatas Jack. Dan yang lebih penting lagi adalah bagaimana nperan softskill untuk menempatkan kondisi diri agar berada di lingkungan yang tepat, mempromosikan diri, serta memotivasi diri untuk mau mempertinggi kapabilitas.
Saran untuk yang berkarakter Jack in All Trade but Master in None
Jangan minder, karena orang yang berkarakter Jack in All Trade but Master in None ternyata punya kelebihan yang jarang dimiliki oleh orang lain yang berkarakter "spesialis", yaitu mampu melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut.
Asah softskill, khususnya yang berkaitan bidang yang harus dimatangkan. Softskill yang mutlak diperlukan untuk orang berkarakter Jack in All Trade but Master in None adalah komunikasi. Latih komunikasi sehingga kekurangan yang dimiliki tidak menjadi batu sandungan. Dengan komunikasi yang lincah, orang akan tetap mempercayakan suatu tugas kepada kalian. Tak hanya itu, dengan kejelian berkomunikasi, kesempatan menjadi entrepreneur justru akan lebih besar. Dengan bermodalkan komunikasi, kita dapat menjadi "promotor" karya orang-orang yang spesialis, bukankah itu artinya kita membuka lapangan kerja? :)
Perluas pergaulan. Jangan mengurung diri di kamar, apalagi meratapi nasib di bawah pancuran/shower T_T. Bergaulah dengan orang-orang yang mempunyai kapabilitas lebih lanjut di bidang yang kalian tidak kuasai. Ketika menjadi seorang web developer, maka suatu saat akan terjadi berbagai permasalahan yang membutuhkan pengetahuan tentang server, desain grafis, hingga finansial. Nah, dengan memperluas pergaulan, kekurangan dapat diantisipasi.
Pahami jalur karir. Sebagaimana diutarakan di kasus pertama, kedua, dan ketiga, maka seseorang harus tahu kecocokan rekruitasi yang diikutinya dengna karakter yang dimilikinya. Bagi yang berkarakter Jack in All Trade but Master in None, maka pastikan jalur karir yang akan dilalui mampu menerima kekurangan yang dimiliki dan cocok dengan kelebihan yang dipunyainya.
Braga Culinary Night
Merah Gundah
Sore di Pasar Rebo kehujanan, namun malah dapat inspirasi bikin lagu. Cerita ada laki-laki yang berkunjung ke walimahan. Namun si mempelainya adalah perempuan yang didambanya. Dia tidak mutung/pundung. Dia hadir dan turut mendoakan kebaikan bagi mereka.
Terjuluki pecundang
Celoteh orang tentangku
Yamg beraibkan gagal
Kalah menggapai hatimu
Dan bila hari itu tiba
Momen yang ditulis pada undangan
Sakral sucinya ikatan itu
Mungkin takkan laysk bila aku yang dampingimu
Maka tak perlu hiraukan hadirku
Yang tak lebih dari kawan
Pintaku sekedar bahagialah kau
Dengan pilihanmu yang terbaik
Sampailah aku pada titik berselisih hening
Menghampirimu yang berbalut gaun anggun
Salamku langsung pada paduan cemerlang ini
Sadarku jemarimu terlingkari pada janji
Tiada yang berantakan
Tak satupun kataku yang menghujat
Walau sayup sindiran mengejekku
Ah bukankah hidup itu beragam wajah
Sendu itu hanyalah halte
Tanpa pelipur aku terus berjalan
Bersandar pada prasangka baik pada-Nya
Face the problem you made
Chelsea merupakan klub yang melambungkan nama Didier Drogba. Meskipun Marseille yang mengenalkan Drogba, namun Chelsea-lah yang menjadi Drogba sebagai "monster" yang ditakuti se-Eropa. Kebangkitan CheaHengkang dari Chelsea, Drogba sempat berpetualang di Tiongkok sebelum akhirnya membela Galatasaray, klub yang jadi rival Chelsea di perdelapan UCL nanti. Walaupun sudah berganti kostum, Drogba masih identitas dengan Chelsea. Chelsea sudah banyak memasang bintang di langit persepakbolaan Eropa, tapi Drogba dia sudah bertahun-tahun jadi simbol kebangkitan Chelsea.
Kalau dalam keseharian, kita sering berhadapan dengan masalah yang di masa lalu kita perbuat. Di masa lalu kita asyik mengerjakan berbagai proyek yang menurut kita mengasyikan, namun suatu saat nanti akan tiba masa dimana kita berhadapan dengan kondisi yang disebabkan apa yang kita buat tersebut.
Berkenalan dengan Sodium
Dapat dari website Moveondiet tentang analisis kebutuhan nutrisi berupa natrium alias sodium. Dengan perilaku makan yang konsumtif, ternyata kecenderungna yang terjadi saat ini bukanlah kekurangan sodium, melainkan kelebihan sodium. Berikut selengkapnya
Cukupkah Batasi Makanan Asin?
- Garam dapur: 1 sendok teh garam dapur mengandung 2300 mg natrium, yaitu jumlah maksimal yang disarankan untuk dikonsumsi.
- Kaldu bubuk atau kaldu blok: 5 gram atau 1 blok kaldu mengandung 1200 mg natrium. Setengah dari batas asupan natrium yang direkomendasikan
- Baking soda: salah satu bahan dalam pembuatan kue ini mengandung 1300 mg natrium dalam setiap 1 sendok teh
- Daging dalam kemasan: Garam sudah sejak dahulu digunakan dalam pengawetan daging. Dalam 1 lembar daging burger mengandung 416 mg natrium
- Pretzel: 15 keping pretzel mengandung 1715 mg natrium
- Keju: ternyata keju juga merupakan makanan yang memiliki kadar natrium yang tinggi. Dalam 100 gram keju, terkandung 1705 mg natrium.
- Saus: Saus teriyaki sebanyak 1 sendok makan mengansung 690 mg natrium, sedangkan 1 sendok makan kecap asin mengandung hingga 1024 mg natrium.
- Mie instan: Mie instan juga merupakan makanan yang tinggi natrium. Dalam 1 bungkus mie instan terdapat 1140 mg natrium.
- Sayuran kaleng: Jangung dengan krim dalam kaleng mengandung 730 mg natrium
Bandung Kreatif
Call For Paper and Conference: 2nd ICOICT 2014
Eksklusif vs Inklusif ??
Graphics Standard Manual, apaan tuh?
- Visual logo asli
- Makna logo, tentunya akan aneh ketika sebuah logo ditafsirkan dengan banyak maksud oleh pemakainya. Solusinya, tetapkan filosofi logo secara resmi dan cantumkan di GSM-nya.
- Proporsi ukuran, lazimnya perbandingan lebar dengan tingginya. Ada pula yang menambahkan ukuran minimalnya. Ukuran di sini, baiknya dijelaskan dalam pixel serta meter(at least centimeter).
- Warna yang dipilih (RGB dan CMYK-nya). Terkait pewarnaan, tentukan pula mekanisme pewarnaan dalam kondisi penayangan logo dalam versi monokrom, contohnya dalam grayscale. Ada kalanya logo dimuat di kaos yang mempunyai keterbatasan warna yang dipakai, maka perlu ada acuan bagaimana menjaga kualitas di tengah keterbatasan tsb (biasanya warna sablonnya cuma satu :p)
- Jenis huruf yang dipergunakan untuk logo yang mengandung unsur tulisan
- Margin tulisan, tujuan adanya margin ini sebagai patokan memberi jarak logo dengan elemen visual lainnya dalam sebuah publikasi
- Modifikasi layout/susunan logo ketika ditayangkan dalam wujud portrait maupun landscape
- Detail-detail modifikasi logo yang tidak diperkenankan alias yang dilarang. Di bagian ini, jangan terlalu aneh-aneh membuat aturan, pastikan larangan yang dibuat mempunyai dasar yang jelas.
- Implementasi logo pada sejumlah media cetak atau elektronik, misalnya sebagai kop surat, stempel
- Turunan logo, dipakai untuk mengatur pemakaian logo dari instansi di bawahnya yang mempunyai korelasi dengan pemilik utamanya. Misalnya sebuah pada Universitas Indonesia yang logo makaranya pada tiap fakultas berbeda.
- Logo terdahulu, tujuannya tidak hanya untuk menghargai sejarah, namun juga sebagai penjelasan mengenai keterkaitan dengan logo terdahulu dan masa berlakunya.