Pemekaran... Solusi Pemerataan Potensi Indonesiakah?? [2]

Melanjutkan post sebelumnya, kali saya akan mengulas perkembangan di sekitar tahun 2011 hingga awal 2014 seputar isu-isu pemekaran wilayah administrasi di Indonesia.

Dari berbagai isu provinsi yang ada, setidaknya satu provinsi secara resmi terbentuk, yaitu Kalimantan Utara. Tenang, kita tidak mengklaim wilayah Malaysia dan Brunei Darussalam, melainkan memekarkan wilayah Kalimantan Timur di bagian utara menjadi provinsi tersendiri. Secara hukum telah resmi dan secara kepustakaan pun, berbagai bacaan di dunia pendidikan seperti RPUL, atlas dll telah menyertakan Kalimantan Utara sebagai provinsi tersendiri dengna Tanjung Selor sebagai ibukotanya.

Menariknya pengesahan Kalimantan Utara sebagai provinsi ke-34 tidak menjadi pertanda berakhirnya request alias permintaan akan adanya provinsi ke-35, ke-36, dan entah yang keberapa. Masih banyak isu pembentukan provinsi baru di Indonesia. Mereka tidka menargetkan diri sebagai provinsi ke-35, ke-36, atau berapapun. Yang ditargetkan ialah mereka dimekarkan menjadi provinsi baru.

Salah satu bakal calon provinsi baru yang patut diperhitungkan ialah Cirebon. Faktor kultur dianggap jadi alasan yang layak untuk menjadikannya wilayah yang terpisah dari Jawa Barat. Jawa Barat dianggap identik sebagai Sunda, sedangkan kawasan Cirebon disebut sebagai representasi Ciayumajakuning. Alasan ini memang mirip dengan tinjauan berdirinya Provinsi Banten, sebuah provinsi yang menjadikan Jawa Barat tidak lagi menjadi provinsi yang paling Barat di Pulau Jawa. Isu nama provinsi Jawa Barat diganti menjadi Provinsi Pasundan jelas makin menguatkan isu perbedaan kultur diantara wilayah Jawa Barat. Namun maka bukan hal yang mudah mengingat syarat minimal 5 kabupaten/kota sebagai cakupan daerah tingkat II di provinsi terbaru belum bisa dipenuhi bakal calon provinsi Cirebon. Baru Indramayu, Kota Cirebon, dan Kabupaten Cirebon yang sepakat memisahkan diri, sedangkan Majalengka dan Kuningan masih "setia" dengan Jawa Barat (sumber). Menarik memang mengingat isu Provinsi Cirebon menjadi komoditas saling menjatuhkan antarkandidat calon gubernur Jawa Barat pada Pilgub 2013 lalu. Hampir semua kandidat "ngambang" dalam memberi pandangan tentang isu tersebut. Bahasa yang diplomatis serentak dilontarkan oleh semuanya. Dan lebih menarik ketika muncul isu pemekaran wilayah daerah tingkat II baru, yaitu Indramayu Barat dan Cirebon Timur. Nah lho... Motif pembentukan kedua wilayah ini pun dipertanyakan, apakah memang inisiatif untuk memajukan potensi daerah plus kesejahteraan masyarakatnya ataukah sebagai solusi yang "formal" atas macetnya syarat administrasi pembentukan Provinsi Cirebon?

Isu menarik juga ditemui di Nusa Tenggara Barat alias NTB. Dua pulau yang relatif besar di NTB, yaitu Sumbawa dan Lombok kabarnya akan di-split sebagai "pewaris" provinsi NTB. Faktor perbedaan kultur ditengarai sebagai pangkal keinginan tersebut. Lebih lanjut lagi, sarana transportasi yang belum sekonektif provinsi-provinsi lain seperti di Jawa dan Sumatera disebut-sebut sebagai "pemulus" hasrat tersebut. Umar Ali, Ketum Perhimpunan Rakyat Nusantara sendiri melalui website resmi Kab. Bima menyatakan analisisnya mengenai pembentukan Provinsi Sumbawa (sumber). Menariknya, dalam analisisnya, beliau mengakui bahwa kepentingan politik menjadi pertimbangan yang penuh dengan tarik-ulur. Pertimbangan administrasi memang sifatnya kuantitatif, ada batas jelas antara terpenuhi/lolos dengan tidak. Namun ketika menyerempet ke ranah politik, maka garuk-garuk kepala jadi hal yang wajar.

Memekarkan wilayah, apalagi sampai ke level menjadi provinsi tersendiri tentu bukan perkara yang gampang. Masyarakat Indonesia mempunyai tipikal sensitif terhadap perbedaan, sekecil apapun. Maka tak heran ketika ada secuil pihak yang mempunyai keinginan tertentu, termasuk di dalamnya mendirikan provinsi tersendiri, maka isu yang digulirkan adalah "adanya perbedaan (identitas) dengan provinsi asalnya saat ini. Entah itu, kebudayaan, isu primordalias, hingga kesenjangan ekonomi. Jika melihat sejarah panjang pemekaran, tiga hal ini kerap mewarnai berbagai perubahan struktur administrasi kepemerintihan daerah di Indonesia.

Ada beberapa "oknum" yang gagal memaknai arti dari pemekaran wilayah sebagai cerminan dari otonomi daerah. Narcisme daerah dianggap sebagai tujuan, padahal bukan itu tentunya tujuan otonomi daerah. Mungkin narcisme daerah masih mending (menurut saya hehee), namun parahnya yang kerap muncul adalah penguatan dominasi golongan politik tertentu di daerah baru tersebut. Alhasil pasca dibentuknya daerah baru, perhatian ditujukan untuk mempertahankan dominasi, bukan bagaimana caranya mengembangkan wilayah tersebut agar berdaya saing.

Kenapa harus berdaya saing? Ya iyalah, secara usia tentunya sudah tertinggal jauh dari daerah lain, pengalaman juga minim, plus infrastruktur mulai dari nol. Jika tidak berdaya saing, apa bedanya ketika masih menjadi bagian dari daerah sebelumnya? Secara investasi gagal, secara moral nihil tanggung jawab.
Maka otonomi daerah bukanlah tujuan, melainkan gerbang untuk mengembangkan potensi daerah. Jika hanya membagi "potongan pizza", maka tinggal menanti akumulasi kehancuran struktur pemerintah se-Indonesia :)

No Response to "Pemekaran... Solusi Pemerataan Potensi Indonesiakah?? [2]"