Sebuah organisasi, misalnya institusi pendidikan, unit kegiatan mahasiswa, himpunan dll, mempunyai syarat yang menentukan keberlangsungannya, yaitu kaderisasi. Kaderisasi inilah yang menata keanggotaan mulai dari calon hingga status "alumni".
Alumni alias jebolan alias lulusan, purnabakti, veteran, dan berbagai istilah lainnya merupakan elemen yang secara formal tak ubahnya bagian masa lalu. Karena itulah, keberadaannya kerap dianggap tidak penting, ada pula yang sekedar formalitas walau masih ada pula yang memperlakukannya secara manusiawi. Padahal apa yang telah dicapai hari ini merupakan hasil andil alumni organisasi tersebut. Bahkan ada beberapa hal yang menentukan kualitas sebuah organisasi dimana ada peran alumni di situ.
1. Profil alumni memberi gambaran kualitas organisasi tersebut
2. Opini (walau subjektif) dari alumni suatu organisasi mempunyai nilai validitas dalam masyarakat
3. Ini yang bakal kita ulas di sini :)) apa y?
Maka alumni, walau sudah tidak ada di dalam struktur organisasi, akan terus memberi pengaruh terhadap organisasi, bahkan ke arah masa depannya.
FYI: Di dalam penyusunan kurikulum di sebuah institusi pendidikan, profil dan kondisi alumni menjadi patokan untuk menentukan apa yang harus dipertahankan dan apa yang perlu diperbaiki.
Permasalahannya, sering terjadi kekeliruan dalam membina interaksi antara organisasi dengan alumninya. Berikut kekeliruan yang kerap terjadi:
1. Alumni itu kalau dilibatkam bakal sok ngatur-ngatur
2. Alumni kalau mau ngebantu pasti ada udang di balik rempeyeknya, misal mau nyaleg :v
3. Alumni hanya dibutuhkan ketika penggalangan donasi
4. Alumni adalah oposisi organisasi
5. Alumni yang aktif adalah yang dulunya aktivis
6. Kalau belum sukses finansial, keberadaan alumnus secara personal kurang dianggap
Oke...boleh jadi ada ironi-ironi lainnya. Lantas apa solusinya??
Pertama buat daftar kebutuhan antara organisasi dengan alumni. Bolehlah secara romantis berujar "#akuikhlas #akurapopo" tapi untuk menghindari kesalahpahaman, kemukakanlah dengan sopan dan elegan mengenai kebutuhan masing-masing. Pada dasarnya, manusia mempunyai kecenderungan ingin didengar dan keinginan terpenuhi tidak sebesar keinginan didengar :)
Boleh jadi kebutuhannya adalah dukungan moral, bantuan material, bantuan informasi dll.
Komunikasi nonformal, ternyata ini memberi andil yang lebih signifikan daripada komunikasi formal. Sepintas sms/whatsapp "apa kabar" ataupun "selamat ultah (tapi nggak pake kado" terkesan basa-basi. Namun ketika komunikasi nonformal sudah memberi kenyamanan berinteraksi maka kebersamaan untuk saling memberi apa yang dibutuhkan satu sama lain akan lebih kuat. So... kepada entitas di dalam organisasi yang menjadi PIC tentang peralumnian harus menyediakan slot waktu tersendiri untuk komunikasi nonformal.
Ketiga, pahamilah bahwa alumni itu beranekaragam. Ketika sudah tak lagi satu atap organisasi, tentu akan banyak hal yang mengubah karakter alumni, malah ketika masih anggota pun sudah beragam. Karena itulah, bisa jadi muncul sejumlah alumni yang merasa tidak dipedulikan. Untuk hal semacam ini, prioritaskan lembaga legal alumni sebagai representasi yang memang resmi. Kemudian bicarakan di luar forum kepada kelompok tersebut tentang klarifikasi secara baik-baik.
Agendakan bagaimana kolaborasi antara organisasi dengan alumninya. Misal tahun pertama membuat database alumni, tahun kedua membuat sistem pengurus cabang, tahun ketika acara bersama dll.
Pada dasarnya alumni ingin organisasinya lebih baik daripada eranya dulu. Itu sudah tentu. Begitu pula sudut pandang organisasi. Maka cara terbaik mewujudkannya ialah kolaborasi secara positif.