Sebuah ajakan ngumpul mendadak muncul di hape saya. Dari seoarang kawan bernama Ananta Esa, heh? Mas Esa? Ada apa nih? Oh ternyata beliau mau mengadakan ngumpul mendadak dimana seorang kawan lama kami sedang berada di Jakarta, siapakah dia?
Sempat diayun ngatuk di Jakarta Barat, akhirnya sampai juga di Atrium Senen, lokasi yang direncanakan sebagai spot ngumpul oleh Mas Esa. Ternyata si bintang tamu ini sedang ada acara ToT Bawaslu dalam menyambut pemilihan presiden 9 Juli nanti. Yups, beliau adalah Faqih Mujahid. Sempat mengambil sempitnya waktu rehat, berbincanglah kami bertiga di pelataran tempat Mas Faqih menginap. Tanpa basa-basi, berbagai ledekan saling dilontarkan. Tanpanya tak asik dan sangat tidak lengkap jika tidak mengajak satu orang kawan yang kece luar biasa, yaitu Mas Aditya Setiaji Wibawa, komandan di tempat kami berempat disatukan yoiii...
Eh ternyata malam itu Mas Adit masih ada agenda di Depok hehee, OK sambil menunggu beliau kembali ke JakPus, kami bertiga pun mengisi waktu dengan berbagai pembicaraan yang mengasyikan. Seolah tak kehabisan ide, seorang bintang tamu pun dihadirkan, yaitu Mba Yesi yang kebetulan berdomisili di kawasan Salemba. Tampak sekali Mas Faqih menjadi sosok yang paling riang di momen ini karena memang di tengah agenda yang penuh tekanan batin, mendadak ada kesempatan silaturahim bersama orang-orang yang pernah satu perjuangan di SMA dulu. Oh ya, ternyata Mba Yesi sedang S2 di UI kawasan Salemba, eh sek sek kok sama ya? hahahaa, tapi saya malah cuma senyam-senyum karena memang berharap tidak banyak yang tahu saya sedang S2 hehee...
Menjelang larut malam, akhirnya Mas Adit pun sampai juga di kosnya kawasan Kuitang. Dengan penuh harapan iba (plus tidak punya opsi menginap di tempat lainnya) akhirnya saya, Mas Esa, dan Mas Faqih pun mengerusuhi Mas Adit dengan menumpang di kamarnya. Kurang dari sepertiga malam kami berempat dipertemukan, namun itu sudah memberi kesan yang spesial. Tanpa terasa dan tanpa pernah membayangkan, empat orang ini kerap menorehkan berbagai agenda di sebuah bangunan bernama SMA 1 Slawi, di malam itu dipertemukan di Jakarta Pusat. (khusus bagi saya, nggak ada feeling sama sekali). Tiga orang (berarti di luar saya) ini memang mempunyai kesan unik selama ber-SMA, lebih khusus OSIS-MPK.
Faqih Mujahid
Ada yang bilang kami rival, ada yang bilang "jangan menyatukan kami dalam sebuah tim, cukup satu kepanitiaan saja". Hahaahaa, sebenarnya tidak ada yang aneh diantara kami. Malahan kami berasal dari daerah selatan, Margasari. Kami juga tidak pernah memperebutkan siswi yang sama, justru dia dekat dengan sahabat karib saya sejak SD (uknowwho kan bro..). Kalaupun ada hal yang diperebutkan mungkin saat pemilihan ketua MPK dimana dia mampu memikat voters lebih banyak daripada saya hehee. Beliau memang tipikal orator yang ulung. Konseptor yang luar biasa pula. Mungkin dua karakter ini yang membuat orang berpikir kami tidak pernah klop karena saya tipikal kurang pandai berbicara dan tipikal orang lapangan yang pendiam. Konsep hirarkial khas beliau juga menjadi pembeda dengan saya yang lebih egaliter terhadap adik kelas (that's why dia lebih dihormati oleh adik kelas di Paskibra ketimbang saya yang kerap diledekin oleh adik kelas di Pramuka). Salah satu orang yang loyal dalam berkontribusi. Bahkan kekritisannya menyikapi suatu prosedur sangat jeli. Terus terang ketika beliau lanjut di S1 Ilmu Politik Universitar Diponegoro, saya tidak merasa keheranan karena memang cocok banget dengan beliau. Yups, dia bisa dibilang sebagai simbol kekokohan anak IPS di Smansawi, sikap yang ditujukan seorang Faqih Mujahid kerap diidentikan dengan sikap kolektif satu IPS (pantes awakmu menang dadi ketua MPK :p). Dan entah sebagai pembuktian atau bukan, di akhir kelas XII, kami menjadi tim kreator album kenangan dimana dia menjadi koordinator IPS dan saya IPA dan sebagai catatan kami bisa sinergis dan saling memahami *ihiirrr*
Ananta Esa Satria
Cover Boy-nya kelas XI.IA3, anak kesayangan wali kelas, anak kesayangan para senior, plus idola para junior. Itulah beliau. Ohya, kurang satu lagi, vokalis the Beath. Namun bukan titel-titel itu yang membuat saya akrab dengan dia. Kemampuannya mengatur emosi sekaligus konsisten antara perkataan dan perbuatan dalam menjalankan amanat di OSIS, plus Pramuka dan PKS. Dua organisasi pertama merupakan kesamaan saya dengannya. Tak heran, frekuensi kami seringkali bertemu pada obrolan yang menarik. Salah satu momen yang cukup mengharukan diantara kami *ceilah* tentunya sebuah sore ketika saya menyatakan pamit dari kepanitiaan perpisahan kelas XII kepada beliau selaku ketua panitia, mas Adit (koor Acara) dan mas Arief (staf Acara). Padahal udah hampir satu bulan kami berempat "lembur" untuk menyiapkan berbagai konsep kece yang ternyata harus saya lewatkan.
Aditya Setiaji Wibawa
Kalau saya lagi ngebandel di acara OSIS, cukup panggil dua orang "pawang", pertama Mas Relly Margiono (koor sekbid 1) atau bisa juga yang kedua Mas Aditya Setiaji Wibawa (ketOS). Dibandingkan ketua OSIS yang sebelum-sebelumnya, beliau memang terkesan lebih pendiam, tapi jika bicara pergerakan maka patutlah dia dijuluki "maling", lho kok? Ya iyalah, dia tipikal sedikit bicara banyak bekerja, ya macam maling gitu. Pemikiran yang open ditambah kesediaan untuk mempercayaan koor-koor bagaimana caranya berpikir menjadi keunggulan beliau. Dan sebuah pelajaran yang berharga banyak saya petik dari dia, yaitu tidak usah banyak mengeluh. Dan pada kenyataannya beliau merupakan orang yang berwatak jarang mengeluh. Bicara usia, dia terpaut dua tahun di atas saya (89 vs 91, dan malah adiknya, Heru, itu 90), tapi soal menghargai lawan bicara beuhhh, doi ahlinyalah. Momen paling spesial dari beliau apa ya? Ada tiga dan uniknya itu di Pramuka, bukan di OSIS, padahal dia lebih sering nongkrong di OSIS ketimbang Pramuka. Pertama, tampilnya beliau sebagai inisiator "survivor hunting" saat PAB 2007 ketika semua orang hanya mengelus perut kelaparan di tenda. Kedua, obrolan di makam saat pelantikan Bantara 2007, waktu itu kami sebagai PIC perjalanan malam sedang memasang rafia untuk rute di makam, mendadak dia tanya ke saya "capek ga?", karena capek (dan agak takut) maka saya bilang iya dan berharap disuruh nunggu di luar saja, tapi dia malah mbales "oh kalo gitu duduk dulu saja di sini istirahat, wasemmmm. Ketiga apalagi kalau bukan kami satu kelompok ekspedisi Laksana 2007 yeyyyyyy.
Sayang memang momen spesial itu berlalu begitu cepat. Mas Faqih harus mengikuti penutupan ToT, Mas Adit ada agenda kantor, Mas Esa ada iktuan car free day (hari mobil gratis). Memang sebentar, tapi muncul di saat yang tepat dimana saya sedang memerlukan semangat. Persahabatan memang salah satu obat yang manjur dalam menegakkan spirit. Terima kasih Kawan :)