Belakangan dan ke depannya (maksudnya baru-baru ini dan itu akan berlaku pula di masa mendatang) Stasiun Cikin menjadi tempat paling memusingkan jiwa raga saya. Kenapa? Bukannya itu berarti udah dekat ama kampus MTI? Harusnya seneng donk belajar, ingat quote legendaris ini "belajar itu susah, tapi hasilnya indah bukan main (by Mr. Soewono)". Iya itu betul. Yang dimaksudkan di sini adalah akses masuk ke stasiun yang musti melewati pinggir kemudian memasuki trotoar ukuran 1,5 manusia (jadi kalau mau nyelip musti hati-hati). Padahal sebelumnya keluar dari pasar (pulang dari Salemba) ataupun menuju pasar (berangkat ke Salemba) posisi udah di tengah dan tinggal menyeberang. Kini? Harus ke pojok kanan dulu mendekati perempatan baru menyeberang.
Kalau dipikir-pikir kenapa sih harus ada pagar yang membuat kita meminggirkan diri ke pojok stasiun baru bisa menyeberang? Apa karena faktor keselamatan? Mungkin, tapi dan justru yang lebih mungkin adalah faktor pengembangan bisnis *jreng jengggg*
Seperti bisa diketahui bahwa stasiun Cikini relatif kumuh dibandingkan dengan stasiun lain. Pembandingnya bisa dilihat dari ketersediaan fasilitas penunjang seperti outlet komersil hingga kebersihan plus pencahayaan di dalam stasiun, kalau dibandingkan dengan Sudirman, Pasar Minggu, atau bahkan Pondok Cina masih kalah. Secara bisnis tentu sulit mempengaruhi calon investor maupun calon pengisi outlet jika kondisinya masih seperti itu. Maka harus ada strategi agar lebih bersih dan menarik. Bersih dan menarik, hmmm, sudah cukupkah? Ternyata tidak
Perlu ada pancingan yang membuat orang mau tidak mau lewat dan melihat outlet-outlet tersebut. Dan jalan terbaik (dari sudut bisnis) adalah mengatur (agak maksa) pengguna stasiun untuk melewati jalan yang membuat mereka melihat outlet-outlet tersebut. Dan memang betul, jika kita perhatikan di samping trotoar yang menjadi daerah wajib dilalui pengguna stasiun (kecuali yang lompat pagar) adalah kawasan yang nantinya akan menjadi outlet komersil dan fasilitas penunjang. Singkat kata strateginya begitu.
Strategi yang agak mirip juga kerap ditemui jika berbelanja di beberapa pusat perdagangan modern. Letak tangga ada yang seragam dan ada yang tidak. Seragam di sini maksudnya jika kit amau naik ke lantai 3 maka letak tangga lantai 1 ke 2 serta lantai 2 ke 3 sangat berdekatan (malah numpuk), sehingga kita cukup muter satu kali. Tapi ada juga yang ketika kita baru naik lantai kedua kita harus berjalan agak jauh menuju tangga yang ke lantai berikutnya. Ini yang bikin bangunan mikir nggak ya? Justru itu indikasi mereka berpikir dan sangat cerdik.
Saat kita menuju tangga berikutnya maka mau tidak mau kita akan lirak-lirik area di sebelah kanan-kiri. Dengan demikian kita akan tersugesti untuk tertarik memperhatikannya. Mirip yang di stasiun kan? Ya memang, seperti itulah strategi dagangnya. Maka harga sewa tempat outlet yang dekat tangga, atau juga jalur antara tangga yang satu dengan tangga lainnya itu relatif lebih mahal.
Hmm, gitu ya...namanya juga orang nyari rezeki, kita juga nyari rezeki hehee
Path and Stairway for Promote
Minggu, Juni 15, 2014 by
ve
Posted in
Entrepreneur
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
No Response to "Path and Stairway for Promote"
Posting Komentar