Timnas Jerman belum berhenti menorehkan prestasi. Terbaru, mereka menaklukan Cile, juara Copa America 2016, pada partai final Piala Konfederasi 2017 di Rusia. Di ajang ini, mereka tampil di final setelah menjinakkan Meksiko jawara Piala Emas CONCACAF, Kamerun jawara Piala Afrika 2017, dan Australia jawara Piala Asia 2015, serta Cile di fase grup. Penalukan yang sangat spesial mengingat meeka hanya hanya dibekali waktu persiapan yang sangat mepet, minim uji coba, dan yang paling utama adalah hemat pemain bintang. Tidak ada Marco Reus, Mauel Neuer, Toni Kroos, Sami Kheidira, Mats Hummels, Jerome Boateng, Mesut Ozil, Mario Goetze, Thomas Mueller, Mario Gomez, hingga Andre Schurrle yang masing-masing punya catatan tampil di timnas senior lebih dari 50 kali. Hanya Julian Draxler dan Jonas Hector yang pernah tampil lebih dari 20 kali, itu pun belum mencapai angka kepala 4 rekor penampilannya.
Dari 23 pemainnya di Piala Konfederasi, hanya 5 pemain yang usianya 26 tahun ke atas. Nyatanya haya 3 dai 5 pemain itu yang bermain di final, artinya Jerman tampil dengan skuad yang sangat muda. Malahan 8 pemain kelahiran 1994/setelah, artinya nyaris sepertiga skuad ini sebetulnya bisa dialokasikan ke kompetisi bergengsi lainnya, yaitu EURO U-21 yang juga dilangsungkan serentak dengan Piala Konfederasi. Dari sisi afiliasi klub, hanya ada 5 pemain yang bermain di luar Bundesliga, dimana 18 diantara mencari nafkah sebagai pesepak bola domestik di Jerman. Bila dikecurutkan, hanya ada 3 nama yang berkostum Bayern Muenchen, penguasa sepak bola Jerman saat ini, artinya kali ini Muenchen tidak begitu mendominasi skuad yang bermain, fenomena langka tentunya.
Lebih mencengangkan karena Leon Goretzka dengan usia 22 tahun dan Timo Werner dengan usia 21 tahun mampu menyabet gelar pencetak gol terbanyak turnamen bersama dengan Lars Stindl yang usianya 28 tahun. Ketiganya mampu mengungguli nama-nama seperti C. Ronaldo, Alexis Sanchez, Javier Hernandez. Padahal, sebelum Piala Konfederasi dimulai, pemain yang paling tajam mencetak gol untuk timnas adalah Draxler dengan rekor 4 gol, disusul Jonas Hector dengan 3 golnya. Justru Goretzka, Werner, dan Stindl, belum pernah mencetak gol untuk timnas Jerman. Catatan yang sangat mengesankan.
Jika menyorot salah satu fungsi Piala Konfederasi sebagai ajang 'simulasi' Piala Dunia, tentu menarik untuk melihat 'teror' apa yang akan diumbar serdadu-serdadu muda tadi. Jerman sudah menyuarakan digdaya amunisi mudanya untuk ajang 'sebenarnya' nanti. Memang, belum pernah ada juara Piala Konfederasi yang menyabet gelar Piala Dunia setahun berikutnya, tapi sinyal dari Jerman ini sangat patut diperhitungkan.
Sukses timnas Jerman 'senior citarasa agak junior' ini ternyata mampu diimbangi dengan prestasi timnas Jerman 'junior ORI' di ajang EURO U-21 dengan cara lumayan mengesankan. Ajang ini sendiri agak unik lantaran label U-21 ternyata masih bisa diikuti oleh pemain kelahiran 1994 atau 1995 yang usianya 23 atau 22, hehee ternyata nyeleneh ga cuma PSSI. Cara Jerman mencaplok gelar juara di kompetisi ini tidak terlalu mudah karena mereka nyaris tidak lolos ke semifinal lantaran dikangkangi Italia di fase grup. Beruntungnya mereka mampu melenggang ke semifinal setelah statistik selisih golnya lebih baik daripada Portugal dan Slovakia walau ketiganya menabung poin yang sama, yaitu 6.
Terjalnya jalan berlanjut di semifinal saat bersua 'rival abadi' Inggris yang harus diakhiri lewat adu penalti. Entah Jerman yang memang hebat atau Inggris yang identik dengan gagal adu penalti, yang pasti Jerman tampil sebagai protagonis di laga ini. Final mempertemukan mereka dengan Spanyol, tim kuat yang selalu menang di empat laga hingga semifinal dengan torehan 12 gol kontra kebobolan 2 gol saja. Jelas lawan tangguh bagi Jerman yang hanya mengantongi 2 kemenangan di babak nomal plus rekor mencetak 7 gol kontra kebobolan 3 gol. Tapi sebiji gol Mitchell Weiser sudah cukup untuk membawa trofi juara ke tanah Jerman. Mental tangguh patut dialamatkan sebagai faktor pendukung prestasi Jerman junior ini. Sekedar info, tidak ada satu pun pemain Bayern Muenchen maupun Borussia Dortmund di skuad ini, bahkan kontributor pemain terbanyak adalah Freiburg dengan 3 pemain.
Dengan fungsi kompetisi ini sebagai ajang kaderisasi pemain muda, jelas ini menjadi tonggak ketangguhan Jerman dalam menyiapkan pondasi masa depannya. Sejarah mencatat bahwa pasca juara turnamen serupa tahun 2009, Jerman sangat stabil di kancah sepak bola tingkat senior. Klimaksnya tentu trofi Piala Dunia tahun 2014 lalu. Negara lain, yaitu Spanyol pun masih relatif kokoh di kancah sepak bola senior dengan latar belakang stabilnya negara ini di kompetisi EURO U-21. Artinya prestasi Jerman ini sangat berharga untuk jangka panjangnya.
Bagi internal timnas Jerman, dua trofi dengan pemain 'kurang populer' ataupun belia menjadi catatan yang menarik. Menarik untuk disimak bagaimana persaingan panas nanti dalam 'merayu' Joachim Loew untuk mengerucutkan 23 nama yang akan berkonstum timnas di Rusia tahun depan. Dengan torehan manis di dua kompetisi tahun ini, tidak ada alasan bagi Loew untuk mengabaikan nama-nama yang 'kurang populer' ataupun belia ini. Bisa jadi, Loew justru akan mendepak nama-nama yang lebih 'senior' dengan catatan penampilan timnas lebih banyak. Nama-nama seperti Mario Gomez, Manuel Neuer, atau Sami Kheidira, patut waspada.
Yang menarik juga adalah bagaimana Bayern Muenchen menyikapi hasil di dua kompetisi ini. Alasan mengapa dari tadi saya banyak menyinggung nama klub ini sederhana, Muenchen dikenal sebagai 'pencaplok' bakat-bakat muda Jerman yang tengah bersinar di klub-klub lain, sebut saja Neuer dari Schalke 04, Gotze dan Hummels dari Dortmund, Gomez dari Stuttgart, ataupun Kimmich dari Leipzig. Apakah nama-nama 'mencuat' dari dua kompetisi ini sudah siap 'dimangsa' oleh Muenchen, entahlah.
Caplokan Ganda Timnas Jeman
Selasa, Juli 04, 2017 by
Arfive Gandhi
Posted in
Sepakbola
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
No Response to "Caplokan Ganda Timnas Jeman"
Posting Komentar