Jarang ada yang menggusung titel "haji" sebagai nama dagang, bahkan di Indonesia yang mayoritas muslim. Pun dengan Malaysia yang didominasi nama dagangnya berbau kebaratan. Dari sini saja saya sudah terpancing untuk mencari tahu Haji Ismail Group. Apakah beliau saudagar yang membangun bisnis bertahun-tahun, lantas diwariskan sebagai bisnis keluarga dan melegenda layaknya Bakrie. Hingga sekarang saya belum menggaet info yang memadai.
Berlokasi di Kuah, HIG membidik pasar yang sangat menggiurkan, yaitu perdagangan bebas pajak atau free duty. Saya kerap mempelajari bisnis, tapi hanya sebatas bisnis digital dan ekonomi/industri kreatif. Konsep bebas pajak sangat awam bagi saya. Tapi dari hasil pencarian sejauh ini, konsep free duty memang memungkinkan harga barang ditekan sangat murah lantaran hilangnya ongkos bayar pajak sebagai pengeluaran yang besar pada bisnis internasional. Apakah hal ini menguntungnya, saya perlu mencari tahi lebih dalam.
Okay, sudahlah ulasan (agak) ilmiahnya. Pikirkan saja bagaimana cara menahan hawa nafsu melahap coklat-coklat dengan berbagai varian rasa di sini. Harga yang relatif murah bakal mencekoki kita dengan hasrat berbelanja semaksimal mungkin selagi di sini. Boleh jadi dokter gigi akan banyak istighfar jika terjebak di sini.
Kembali ke HIG, mereka tidak hanya berperan sebagai penjual. Mereka menyelipkan beberapa peoduk coklat serta koper dengan merk yang sama dengan nama mereka. Usaha yang bagus karena ini produk mereka pun juga punya kualitas (setidaknya daei coklat rasa jeruk yang saya bawa untuk bekal) mengerjakan dokumen proyek dan paper beberapa minggu ke depan.
No Response to "Langkawi#13: Menahan Diri di Gelontoran Coklat"
Posting Komentar