Sebagai penggemar Nidji (walau nggak terlalu fanatik hehee) plus pernah (dan insyaa Allah masih) berkecimpung di dalam beladiri, terus terang langsung tertarik dengan film Yasmine. Film apa ini? Sepintas ada logak Melayu di treaser-nya? Langsung ada nuansa nostalgia membayangi dari film Tenggelamnya Kapal Van der Wijck. Ada pancingan berupa motivasi berkompetisi, konflik rumah tangga, hingga romansa *langsung_kibas_poni.
Jumat sore, tiada yang lebih menyenang selain kepastian besok libur (ya iyalah, kan Sabtu) dan kebetulan film itu sudah tayang, maka langsung saja saya masuki bioskop untuk menyaksikan film ini (tentu saja setelah membayar tiket di kasirnya).
Film ini berkisah tentang Yasmine, seorang gadis tomboy yang gagal masuk sekolah favorit dan tertarik ikut silat, sebuah olah raga yang sangat dilarang ayahnya. Konflik sudah menggebrak di 5 menit pertama dimana kisah persahabatannya bereempat harus disela status bahwa Yasmine hanya bisa masuk ke Sekolah Tinggi Shahbandar, bukan Sekolah Tinggi Internasional sebagaimana 3 temannya itu. Di sini sebenarnya ada pesan terselubung #eaa, hamper mirip di Indonesia, di negeri tersebut sekolah swasta (dikisahkan Sekolah Tinggi Internasional) memiliki tingkat kebebasan berbusana yang lebih longgar daripada sekolah negeri. Awal persekolahan yang agak menyebalkan bagi Yasmine tak hanya kultur tadi, melainkan kisah nostalgia dirinya dengan Adi, kawan kecil yang kini menjadi atlet. Kenapa menyebalkan? Karena ada sosok bernama Dewi Inaya yang juga atlet silat dari S.T. Internasional.
Nuansa rivalitas itulah yang menggiring Yasmine menggalang massa beruap dua orang bernama mmm, ah siapa ya nama yang tokoh cowoknya serta Nadia untuk ikut kejuaraan nasional. Pertemanan ketiganya mulai menemukan chemistry tatkala menyusuri jalanan mencari guru yang berkenan mengajari mereka silat. Di luar dugaan guru yang akhirnya mau membimbing mereka adalah seorang yang telah lumpuh kakinya. Tantangan ringan muncul ketika ayah Yasmine melarang keras Yasmine belajar silat, apalagi mengikuti kompetisi nasional tersebut. Dan tebak mengapa beliau “ngebet” banget untuk memblokade Yasmine?
Ternyata ada kaitannya dengan scene di awal film ini, yaitu pertarungan tangan bebas (dan tanpa juri) diantara dua pesilat di sebuah dusun. Sepintas kita akan mengasumsikan itu adalah perkenalan bahwa ini film tentang silat, udah gitu doank. Ternyata itu merupakan pangkal dari mengapa ayah Yasmine habis-habisan menentang Yasmine belajar silat. Ternyata dua pesilat itu adalah ayah Yasmine yang bertanding melawan kawan karibnya sendiri yang gegara laga itu menjadi lumpuh. Kedua tokoh yang terpisah jauh ini akhirnya menyadari “koneksi” diantara mereka tatkala ayah Yasmine datang ke semifinal dimana beliau dan guru Yasmine saling tatap.
Bagaimana dengan konflik terbesar bagi Yasmine? Menurut saya justru ksiah romansa dia terhadap Adi (yang justru memilih Dewi) menjadi bagian pemanis yang resesif, tidak banyak hal itu diulas dan diumbar di dalam film ini, barangkali faktor ini film yang berlatar belakang di Brunei sehingga hal-hal khas NATO agak tabu di negara tersebut. Justru konflik terbesar Yasmin ada pada dua titik.
Pertama saat ini memutuskan untuk belajar silat dari Pendekar Hitam tanpa sepengetahuan guru silatnya dan akhirna menguasai sebuah jurus yang sangat berbahaya. Bahkan guru silat Yasmin dan Nadia saja langsung teriak “Jangannnn” ketika sadar bahwa itu adalah jurus yang berbahaya. Kesadaran ini timbul karena dulu beliau lumpuh setelah ayah Yasmine mempergunakan jurus itu.
Kedua, ketika tim silat yang hanya bertiga ini nyaris bubar dimana tudingan egois, sombong, dan memanfaatkan orang lain sebagai “kendaraan” dialamat kepada Yasmin. Jika boleh jujur, tudingan itu memang benar dan tidak ada 1 persen yang tidak terbukti.
Nah… namun bagi saya pribadi bagian paling luar biasa adalah perang antara Yasmine versus ayahnya yang sangat so sweet.
Diawali ayah Yasmin yang mengultimatum anaknya bahwa silat itu berbahaya, apalagi jurus dari Pendekar Hitam. Saat Yasmine mencoba mendebat, si ayah malah tanpa banyak cakap langung mempraktikan jurus itu ke tiang rumah pohon milik Yasmin dan langsung tumbanglah rumah pohon itu. Yasmin hanay bisa termangu. Esok harinya ketika bermaksud memberesi puing-puingnya, si kawan lama alias guru silat Yasmin justru menghampiri dan menasihatinya. Malam harinya ketika Yasmine pulang tanpa disangka rumah pohonnya sudah dibangun lagi oleh ayahnya.
Ah pokoknya nilai pelajaran dari balik film ini banyak kok, terutama terkait tantangan orang tua untuk mengarahkan aktivitas anak-anak mereka saat beranjak remaja ?
No Response to "Nilai Terselubung dari Yasmine"
Posting Komentar