Kerudung pada era saat ini lebih dari sekedar penutup aurat. Fungsi utamanya, diakui atau tidak, ya tetap itu. Hanya saja pada perkembangannya menjadi identitas yang mencerminkan krakter diri dan lingkungan. Dan bila kita tarik evolusi dunia mode kerudung pada muslimah dan muslimin ada banyak hal yang unik dari situ (kenapa ada muslimin? nanti ada poin tersendirinya).
Makin "diakui" oleh organisasi formal
Belakangan pemakaian kerudung (monggo jika ada yang lebih "sreg" dengan frase "jilbab" maupun "hijab") menjadi hal yang lebih sering kita jumpai pada pakaian-pakaian resmi dibandingkan beberapa masa yang lalu. Bahkan salah satu organisasi kepemudaan terbesar di Indonesia (yang sudah berdiri sejak 1961) sampai menyediakan regulasi khusus yang menjamin kesempatan kaum muslimin untuk mengenakan busana seragam organisasi tersebut tanpa menanggalkan identitas. Begitu pula di berbagai institusi pendidikan yang masih menyelnggarakan seragam sebagai atribut kesehariannya. Bagaimana dengan PNS? Idem ditto kondisinya. Kalau Polri? :) :) :)
Secara umum, eksistensi kerudung sebagai bagian dari pengakuan atas identitas tiap individu mengalami perkembangan
Menjadi trend berbusana
Era yang ramai social media (lagi-lagi) berperan erat dalam keberhasilan busana muslim sebagai bagian dari trend berbusana masyarakat saat ini. Karakter gemar mengikuti trend menjadikan orang Indonesia (dalam hal ini muslimah) jadi "latah" dan ikut penasaran ketika ada trend busana muslim yang sedang digandrungi.
Setahu saya saja, bagi laki-laki istilah yang sering didengar itu baju koko (klarifikasi "koko" itu bukan nama orang lho ya), baju "uje" (mengacu ke model bajunya alm. Ust. Jeffry), tapi urusan sarung ya udah sarung, palingan adanya sarung kotak-kotak, sarung batik (dan sarun tinju nggak masuk). Nah kalau busana muslimah? Ada istilah baju kurung, gamis, trus jilbab ineke, chiffon, ceruti dan lain-lain, ah saya juga bingung itu mana yang nama bahan mana yang model pakaian. Banyak alternatif yang menjadi kegemaran dan sesuai dengan selera. Bicara penyebab trend juga tidak lepas dari beberapa ketenaran film macam Ayat-Ayat Cinta, buku karya Asma Nadia, hingga munculnya tutorial memakai hijab (dan diikuti tutorial mengenakan sarung yang garingggg banget, mungkin kaum laki-laki enggan kalah trendy :v). Alhasil makin tertarik pula masyarakat untuk mencari tahu dan seiring waktu berjalan, tampillah busana muslimah sebagai trend yang layak dan biasa dijumpai dalam keseharian. Baju muslimah tidak lagi dikaitkan dengan ibu-ibu mau pengajian, ibu-ibu yang abis naik haji.
Oh ya, ngomong-ngomong "trend" tentu kita bicara integritas (beuh...aya naon deui??). Intinya kalau ditanya pakaian bagus atau tidak tentu melihat keseluruhan yang dikenakan. Baju kebaya kalau celananya jeans tentu agak aneh. Begitu pula terkait busana muslim. Dulu orang ketika mendengar "busana muslimah" banyak terbayang krudung simpel yang disertai baju lengan panjang dan rok/celana yang panjang juga. Tapi saat ini definisi baju muslimah mulai berkembang (lebih tepatnya "diperbaiki"). Kerudung disediakan berupa paket lengkap beserta baju atasan hingga bawahan, bahkan manset dan kaos kaki yang warna selaras yang menarik hati untuk dikenakan.
Menjadi bisnis yang "spesial"
Kau tahu kawan, berbisnis di era penuh teknologi informasi seperti saat ini menjadikan bisnis lebih mengasyikan. Tidak perlu modal gede untuk menyewa ruangan sebagai toko. Bahkan untuk ngumpul para pelaku bisnisnya (yang dilabeli "entrepreneur") bisa memakai fasilitas umum macam taman kota, tempat makan yang cozy (btw, cozy iku opo yo?). Intinya memulai bisnis sekarang ini lebih mengutamakan kreativitas dan tentunya ketekunan dibandingkan modal finansial. Hal ini berlaku juga pada bisnis busana muslim. Dengan modal koneksi yang intens dan komunikatif, orang dapat cepat mengenal produk baru. Cara orang tahu produknya? Udah banyak aplikasi online showcase, termasuk juga memanfaatkan galeri di social media.
Sudah banyak start up dengan produk busana muslim, termasuk beberapa kenalan saya, baik yang di Bandung, Tegal, hingga Semarang. Nah itu di 3 kota berbeda tapi saya yang di Jakarta masih bisa tahu juga karena pengaruh social media.
Penantang terkuat Ancaman Dekadensi
Dekadensi alias kemerosotan moral tidak pernah ditampilkan dalam suasana yang menyedih di awalnya. Pasti yang digembor-gemborkan ya keasyikannya. Semua itu bagian dari perang pemikiran (alias apa hayo??). Selama ini cara menyadarkan generasi muda masih didominasi dengan metode-metode kontemplasi yang penuh perenungan, suasana tertekan dll. Itu tidak salah sepenuhnya karena memang kondisi generasi muda sangat parah, khususnya ditinjau dari perilaku berbusana. Nah, cara terbaik memerangi "kegelapan" bukanlah dengan "kegelapan", melainkan dengan keterangbenderangan. Maksudnya? Harus ada perbaikan citra dalam "berkerudung".
Stigma "kerudung itu kolot, kerudung itu terbelakang, kerudung itu kaku" tidak akan berubah jika hanya dilawan dengan kata-kata, harus ada bukti. Angkatlah prestasi-prestasi dan berbagai sajian berita positif yang bertujuan pada pengubahan citra sehingga berkerudung itu identik dengan keceriaan kaum muslimah.
Begitu pula prestasi-prestasi entrepreneur busana muslimah yang secara profit, popularitas, hingga tanggung jawab sosial menunjukkan perkembangan positif. Secara kalkulasi bisnis, entrepreneur-entrepreneur ini merupakan lawan yang sangat kuat bagi para aktor dekadensi.
Masih ada Bahaya Laten di dalamnya (Bagian dari Ancaman Dekadensi itu sendiri)
Nah dibalik fenomena-fenomena positif tadi, perkembangan busana muslimah juga menyimpa bahaya laten. Nah lho, kok iso ngono?
Perkembangan busana muslimah juga bisa menjadi bagian dari ancaman dekadensi lho, walah kok bisa?
1. Ketika orientasi entrepreneur busana muslimah menempatkan nominal di atas niat ibadah
2. Ketika produk busana muslimah "direcoki" ketidakstandaran atas aturan busana muslim, misalnya bahan yang terlalu tipis
Kebayang kan ngerinya sesuatu yang sepintas menggusung nama agama tapi justru menghancurkan agama?
Ibaratnya kayak lem tikus yang justru dipakai untuk memberangus tikus :v
Maka berhati-hatilah terhadap dua kondisi ini :(
Masih setengah hati dilirik oleh para ahli strategi dakwah
Strategi perbaikan kaum muslimin dan muslimah perlu dikemas dengan suasana kreatif sebagaimana dicontohkan di isu sebelumnya. Selama pesan dakwah, khususnya tentang berkerudung, hanya mengumbar ancaman neraka maka kaum muslimin akan dihantui rasa takut pada agamanya sendiri. Strategi harus diubah dengan konten-konten positif semisal manfaat berkerudung, hadiah bagi yang teguh dalam mengenakan kerudung yang syar'i. Dalam analogi lainnya, seorang anak kecil akan lebih semangat belajar ketika diceritakan padanya orang-orang sukses yang rajin belajar daripada kisah-kisah orang yang gagal membangun karir karena malas belajar.
Namun hal ini belum disadari sepenuhnya oleh para ahli strategi dakwah. Masih ada sikap pragmatis yang menyampaikan dakwah hanya berdasarkan kurikulum warisan, padahal sasaran dakwahnya sudah berbeda kondisi dibandingkan era-era sebelumnya.
Pragamatis itu makin sulit dihilangkan ketika para ahli strategi dakwah itu berorientasi pada perubahan yang sekejap. Padahal untuk seorang perempuan muslim mantap mengenakan kerudung syar'i membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Silakan didata, namun kenyataannya perubahan yang perlahan lebih mengena bagi seorang muslimah dibandingkan yang ujug-ujug. Maka terhadap isu "kerudung syar'i", perlu roadmap yang realistis dan optimis, khususnya terkait analisis sasaran dakwah serta timeline-nya.
Bagaimana dengan Peran Kaum Laki-Laki
Nah ini pertanyaannya relevan apa nggak monggo-monggo saja tanggapannya bagi pembaca.
Pertama kita tidak bisa memungkiri bahwa busana merupakan pembatas antara yang berhak dilihat (bukan aurat) dengan yang tidak berhak dilihat (aurat) oleh laki-laki. Laki-laki apapun posisinya, apakah itu kawan sejawat, kerabat, saudara, orang tua, anak, hingga suami, memiliki kewajiban untuk mengingatkan kaum perempuan SECARA BAIK-BAIK tentang bagaimana berbusana yang semestinya. Bila menemukan yang kurang tepat, jangan jadikan sebagai (maaf) santapan syahwat yang aji mumpung :( Di sini peran laki-laki sebagai orang yang berkewajiban mengingatkan.
Kedua, dalam rantai bisnis mode busana muslimah, agaknya sangat sukar membayangkan dari bahan baku alamiah maupun sintesis menjadi busana muslim yang hanya dikerjakan oleh kaum perempuan. Kemungkinan besar akan ada peran laki-laki, baik di dalam proses pengolahan langsung maupun proses pendukung (ngitung akuntansinya, memromosikannya, pengemasan, hingga evaluasi bisnisnya). Di sini dituntut pula peran laki-laki yang mampu berkontribusi secara optimal di dalam peran-peran tadi. Sangat mungkin lho bagaimana bisnis busana muslim yang memiliki konten positif dan tujuan mulia malah berantakan gara-gara ngirim produknya salah customer, salah nentuin harga jual dll. Jadi peran laki-laki kedua di sini adalah berkontribusi maksimal di dalam bisnis mode busana muslim.
Ketiga, jumlah desainer busana dari kaum laki-laki sudah tidak bisa dihitung dengan jari alias sudah menjamur. Ini bukan urusan kelainan gender lho y. Jadilah desainer busana yang "lurus", jangan jadi perancangan busana yang memancing hal-hal yang tidak diinginkan. Rancanglah desain-desain yang mampu mengangkat derajat dan martabat kaum muslimah, bukan malah mengumbarnya.
OK, lah laruik sanjo...
Besok ngoding lagi =____=
Gudnite kawan :) :) :)
Tentang Berbusana Muslimah
Rabu, Agustus 06, 2014 by
ve
Posted in
Indonesia Kreatif,
Islam,
Riset,
SocialMedia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
No Response to "Tentang Berbusana Muslimah"
Posting Komentar