Judulnya mungkin agak aneh, tapi begitu memang keadaan yang terjadi di dalam industri kuliner di Indonesia saat ini.
Penggunaan pengawet dalam prose produksi dan distribusi suatu makanan merupakan hal yang (dianggap) lumrah dalam industri kuliner. Tidak perlu bertele-tele menjelaskan segala teori jenis-jenis pengawet, baik yang organik maupun sintesis. Tinggal yang jadi bahan untuk diributkan adalah seberapa bahayanya bahan pengawet yang dipakai.
Isu kesehatan tentu jadi sentra permasalahan bagi kalangan konsumen. Memang, tubuh ini punya penangkal racun pada hati, tapi tidak ada yang bisa memastikan batas kemampuan hati secara inidividu. Singkat kata "ini aman dimakan nggak ya??". Namun di sisi produsen, dan kadang juga distributor, motif pemakaian pengawet tidak berkutat pada urusan kesehatan, tapi motif ekonomi. Ujung-ujungnya ya prinsip ekonomi "maksimalkan pemasukan, MINIMALKAN PENGELUARAN". Tatkala orientasi berbeda dan tidak ada kesadaran untuk peduli, maka kasus keracunan tinggal menanti korban yang berjatuhan saja.
Saya pernah mengobrol dengan seorang lulusan teknik kimia. Beliau memaparkan betapa ngerinya campuran-campuran zat adiktif pada makanan. Secara pribadi pola konsumsi dia berubah drastis sejak memahami kengerian itu. Mi instan, makanan kalengan, hingga minuman soda perlahan jadi pantangan baginya. Jika boleh jujur, pasti akan ada rasa kikuk seandainya kita menanyakan tingkat keamanan sebuah makanan pada pedagangnya. Misal makanannya mengandung sayur, apa kita berani bertanya "ini sayurnya udah dari kapan?". Cuma dijawab kikuk masih untung, bisa jadi malah kena marah lho.
Secara kalkulasi matematis, laba pedagang makanan relatif kecil. Jika mau bersikap tegas pada diri mereka sendiri, seorang pedagang makanan bisa saja hanya menyediakan makanan tanpa bahan pengawet. Singkat kata, segala bahan pokok benar-benar diperoleh hari itu juga dari produsennya. Tapi bicara kalkulasi matematis pula, harga jualnya otomatis akan membumbung tinggi. Apa yang dijajakan otomatis menjadi lebih mahal dan timbul pertanyaan baru "peningkatan kualitas ini apakah menjamin dia bisa mempertahankan (atau bahkan meningkatkan) jumlah penjualan makanannya?". Jika daya beli masyarakat sudah mentok di harga makanan yang berpengawet, ya tentu runyam pula urusannya.
Serba dilematis memang...
Saat ini pun upaya melindungi konsumen masih di area penindakan terhadap distributor/produsen yang dilaporkan ke pihak berwajib alias menanti kasusnya. Yang belum ketahuan? Ya adem ayem jalan terus.
Keinginan untuk melakukan perombakan terhadap kultur penjaminan keamanan dan kesehatan terhadap produk kuliner, khususnya dari sisi pencerdasan produsen dan distributor masih berjalan di tempat.
Jika tidak ada perkembangan signifikan, industri kuliner bisa dituding sebagai pangkal malnutrisi tingkat nasional beberapa dekade mendatang :p
Pengawetan Masalah Pengawet
Minggu, Agustus 03, 2014 by
ve
Posted in
Indonesia Kreatif
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
No Response to "Pengawetan Masalah Pengawet"
Posting Komentar