Piramida Batu Nisan

Sebuah Tantangan Kemakmuran Masjid
#tulisan ini tidak bermaksud menggurui, tapi sebagai ajakan kepada kaum muslim, khususnya pemuda, dan lebih khusus kepada diri sendiri, untuk mengikatkan hati kepada masjid

Piramida penduduk merupakan sebuah metode penyajian informasi secara grafis mengenai komposisi pendudukan berdasarkan jenis kelamin dan usia. Grafik dibagi dua berdasarkan kategori gender, umumnya laki-laki sebelah kiri pembaca, dan perempuan sebelah kanan pembaca. Kemudian ditampilkan diagram batang dengan isi kelas berupa usia tertentu, bisa pula rentang usia tertentu. Melalui piramida penduduk dapat diketahui secara umum dominasi kategori tertentu dalam suatu populasi. Ada tiga jenis piramadia penduduk secara umum, yaitu piramida segitiga (usia semakin tua jumlahnya semakin sedikit), granat (usia muda dan dewasa  relatif seimbang, namun usia tua lebih sedikit), dan batu nisan (usia tua mendominasi jumlah). Lebih lanjut, melalui piramida penduduk dapat dilakukan sejumlah analisis, misalnya

  • ketersediaan generasi penerus
  • keseimbangan gender
  • kebutuhan stok bahan pangan
  • kebutuhan infrastruktur
  • dll

Paparan di atas merupakan cuplikan tentang piramida penduduk. Sekarang, mari kita aplikasikan konsep itu ke dalam konteks komposisi jamaah dalam sebuah masjid. Bukan hal yang janggal ketika banyak masjid justru didominasi oleh generasi yang usianya relatif tua. Bahkan generasi muda justru "diwakilkan" oleh anak-anak belia. Agak sulit mencari pemuda, baik yang secara akademik masih SMP, SMA/SMK, mahasiswa, bahkan kalangan pekerja. Kondisi yang relatif baik masih ditemui di masjid-masjid yang berbasiskan perguruan tinggi, dimana populasi sekitar memang didominasi oleh kalangan muda usia 17 s.d. 23 tahun. Memang, hingga detik ini belum didapatkan sebuah penelitian yang mendeskripsikan komposisi jamaah suatu masjid dengan sampel yang representatif maupun data kuantitatif yang mendukung validitas argumen tersebut.
Namun, tanpa rincian dari penelitian yang mendalam pun,sulit dipungkiri bahwa keterikatan pemuda terhadap masjid mulai jarang ditemui. Bahkan ketika belakangan muncul fenomena kelangkaan kedelai, bawang merah, hingga BBM, justru kelangkaan segmen pemuda dalam barisan jamaah masjid sudah mewabah.
Saya sendiri berharap hipotesis saya salah.

Ada beberapa faktor yang (boleh jadi) menjadi faktor penghambat keterikatan pemuda pada masjid :
  • Kurangnya pemahaman mengenai manfaat bagi seorang pemuda yang terikat hatinya pada masjid
  • Kesibukan di tempat lain

Dunia sekolah, baik SMP, SMA, SMK, bahkan kuliah, memang menawarkan berbagai bentuk organisasi kepemudaan, ada yang bercorak olah raga, seni, intelektualitas, bahkan bela negara. Ketika berbagai aktivitas tersebut dikemas dengan "bungkus" yang menarik, misalnya daftar prestasi senior, maka tidak dapat dipungkiri akan menghadirkan tantangan bagi pemuda dalam mempertahankan keterikatan mereka pada masjid. Memang, bukan berarti organisasi-organisasi tersebut jelek, namun saat ini masih ada beberapa organisasi yang mengesampingkan kebutuhan rohani dimana konsep hura-hura justru mendominasi, maka semakin berlipatlah tantangan tersebut.
  • Kurangnya peran orang tua sebagai pengarah putra-putra mereka
  • Kurang dilibatkannya pemuda dalam memakmurkan masjid


Masih banyak stigma bahwa pemuda, apalagi yang latar belakang pendidikannya bukan dari sekolah (yang versi sebagian masyarakat) berbasis Islam kurang mempunyai kompetensi untuk mengisi peran dalam memakmurkan masjid. Hal ini tanpa disadari mengerdilkan kepercayaan pemuda untuk berkontribusi terhadap kemakmuran masjid. Pada dasarnya pemuda merupakan fase yang berapi-apinya semangat untuk menampilkan kemampuan dan kapasitas diri. Pada fase pemuda, ada kecenderungan ini menghindarkan diri dari segala bentuk aktivitas yang tidak membutuhkan kemampuan dan kapasistasnya. Banyak pemuda yang justru merasa lebih dihargai dan dibutuhkan di berbagai tempat lain, misalnya kompetisi ilmiah, olah raga, seni dll. Hal itu tidaklah salah karena memang pemuda yang mampu mengoptimalkan kemampuannya tentu menjadi contoh yang baik, hanya saja ketika berbagai aktivitas itu mematikan potensi mereka sebagai "kontributor" kemakmuran masjid tentu akan menjadi "bom waktu", baik bagi mereka maupun masyarakat. Alangkah baiknya ketika pemuda juga diberi kesempatan untuk berperan dalam kemakmuran masjid.

Dengan memberikan peran kepada pemuda dalam memakmurkan masjid, maka secara perlahan pemuda mempunyai kesempatan untuk menyalurkan aspirasi mereka dalam memakmurkan masjid. Pemuda, dengan berbagai kreativitasnya, tentu memiliki ide-ide untuk mengajak pemuda lainnya ikut memakmurkan masjid. Berbagai kegiatan "khas anak muda" (tentunya dalam arti positif) akan mampu diorganisasikan dengna baik ketika dimotori oleh pemuda dengan masjid sebagai pelopornya dan kemakmuran masjid sebagai muaranya, misalnya donor darah, belajar bareng, jalan sehat, training komputer dll.
wallahualam

No Response to "Piramida Batu Nisan"