Implementasi IKP di Indonesia masih jauh kawan. Perjalanan untuk mengantarkan teknologi ini ke masyarakat dan industri belum layak dilalui dengan santai. PR masih menumpuk, apalagi Indonesia memikiki tantangan yang spesial dalam urusan layanan TI untuk publik.
Siapa saja PSrE nanti?
Industri masih bertanya-tanya "Bisnis apa sih PSrE itu? Bisa 'balik modal' kapan? Memang pasarnya sudah ada?" Jelas pertanyaan yang sulit dijawab, baik oleh regulator maupun akademisi. Untuk layanan publik non-komersil kepada masyarakat, barangkali pemerintah (dengan kekuatan hukumnya) bisa menugaskan satu atau beberapa lembaga pemerintah sebagai PSrE, tapi bagaimana bisnis kodel yang layak untuk menghidupi lembaga tersebut, apakah subsidi menjadi "ASI" tanpa ada batas waktu untuk mandiri? Swasta? Hmmm, sulit membayangkan kekuatan lokal menjadi bidak catur mayor saat ini, kecuali ada sokongan asing. Tapi sekali lagi, bisnis sertifikat elektronik di Indonesia belum menjanjikan secara bisnis jangka pendek. Yang paling logis saat ini adalah "menekan" instansi pemerintah menggunakan sertifikat elektronik untuk e-government. Sektor swasta, barangkali hanya industri perbankan yang cukup realistis untuk didorong menjadi PSrE swasta.
Siapa saja RA-nya?
Ujung tombak yang menjadi jembatan antara pemilik sertifikat elektronik dengan PSrE adalah RA. Namun siapa yang sudah siap menjadi RA? Secara teoretis, lembaga yang sudah tersebar di berbagai lokasi di Indonesia dengan kemapanan di sektor TIK hanya ada dua: pertama bank dan kedua kantor pemerintahan. RA inilah yang menurut saya bisa dipersiapkan dari sekarang melalui program kemitraan yang berpikir jangka panjang. Namun belum ada tanda-tanda adanya bank yang mencium semangat positif keberadaan PSrE ini, termasuk Bank Indonesia dan OJK di pusat. Menarik untuk disimak bagaimana potensi komersialisasi layanan RA oleh bank nantinya.
Bagaimana sokongan hukumnya?
Ini juga tak kalah pentingnya mengingat sertifikat elektronik merupakan sasaran Kemkominfo yang statusnya adalah institusi pemerintah. Payung hukum jelas diperlukan untuk menggerakkan seluruh entitas yang berperan maupun yang berpotensi terjun ke layanan TI ini. Faktor birokrasi yang berlibet plus tekanan internal-eksternalmjelas menjadi cerita yang membuat perjuangan implementasi sertifikat elektronik ini masih jauh dari kata sukswssa.
Bagaimana branding-nya?
Rasa-rasa sudah sepatutnya kerangka kerja implementasi program pemerintah, termasuk di bidang TIK, menyertakan branding sebagai bagian dari rencana kerja. Teknologi canggih, andal, aman, plus dilindungi oleh payung hukum masih sulit "laku" jika branding-nya dikerjakan asal-asalan. Lebih jauh lagi, persepsi masyarakat terkait sertifikat ekektronik, adalah barang mewah, bukan kebutuhan tentang keamanan informasi.
No Response to "Masih (Banyak) PR terkait IKP"
Posting Komentar