Keren
Itulah kesan ringkas saya terhadap film yang terus terang saya sendiri baru pertama kali menonton genre ini langsung di bioskopnya. Alasan mengapa akhirnya mau menonton film ini ada dua, pertama melibatkan banyak atlet bela diri, kedua film ini sudah bikin 'geger' dan diganjar sanjungan di berbagai negara. Hanya saja saya harus siap menerima konsekuensi bahwa sangat mungkin film ini bukan pertempuran tangan kosong, mungkin saja ada 'permainan' benda tajam dan senjata api yang dibumbui kesadisan, barang lumrah untuk film genre seperti ini.
Alur cerita film ini sebetulnya sederhana, bahkan relatif mudah dicerna walau ada beberapa bagian yang sifatnya 'puzzle' linimasa. Namun, keseluruhan kita mudah memahaminya. Ngomong-ngomong soal alur cerita, ada satu poin menarik yang menjadi titik logis yang jika dihilangkan akan menimbulkan pertanyaan. Yaitu saat kembalinya Ishmael alias Abdi yang amnesia ke markas Mr. Lee. Bagaimana bisa orang amnesia bisa 'pulang' ke markas lamanya, ada faktor teknologi yang membuatnya menjadi logis. Simak detailnya di bioskop ya hehee
Keunggulan film laga ini adalah porsi yang pas serta kepeduliannya terhadap etika. Porsi pas di sini meliputi banyak hal. Dialog yang seperlunya namun mampu mendeskripsikan konflik yang terjadi. Bahkan dialog antara Ishmael dengan si tukang nelayan pun menjadi jembatan mengapa tiba-tiba Ishmael ada di klinik tempat Ailin koas. Kapan ada baku pukul vs kapan ada baku tembak pun disajikan dengan komposisi yang pas. Praktis saya bisa menikmati laga yang benar-benar meguras keringat dan tentunya memancing ketegangan. Sesuai dugaan, dan seharusnya juga sih, pertarungan yang melibatkan big boss itu tangan kosong terbukti. Duel Ishmael vs Mr. Lee sangat layak sebagai klimaks dengan ending yang sangat terduga. Sebagai catatan, sosok Mr. Lee yang penuh perhitungan dalam berstrategi sudah diperlihatkan pada pembuka film yang 'dingin banget'
Oh ya, film ini juga 'cukup' bersih dari hal-hal yang mengganggu kejernihan film. Walau ini film laga, frekuensi darah tidak lebay, bahkan lebih banyak memakai 'make up' lebam dan memar untuk menggambarkan hasil pertempuran yang ada. Selain itu, ada peran anak kecil yang ternyata tidak dibunuh, ini merupakan pilihan yang cerdas dari sisi film karena menghindarkan film ini dari adegan kekerasan kepada anak. Begitu juga saat film ini melaju ke seperempat akhir. Si anak nyaris menembak musuh yang gagal sehingga gagal pula adegan anak kecil melakukan adegan pembunuhan. Saya yakin dua momen itu bukan suatu kebetulan hehee. Terakhir film ini bebas dari adegan begituan, memang ada yang sifatnya nyaris tapi itu justru dijadikan titik perlawanan perempuan terhadap kekerasan terhadap mereka.
Ngomong-ngomong soal hikmah, film ini mengingatkan kita tentang bahaya penculikan anak yang ternyata dikader menjadi pembunuh, berandal, dan sejenis. Kehidupan mereka yang sudah terjerumus sangat kelam dan sulit mencari jalan keluar. Ada hikmahnya pemirsah, nggak cuma kedebak kedubuk doank.
Review Headshot
Jumat, Desember 09, 2016 by
Arfive Gandhi
Posted in
Bioskop
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
No Response to "Review Headshot"
Posting Komentar