Alkisah udah hampir 3 bulan ini si suami (yang insyaAllah calon ayah) ini berlarut-larut dalam diskusi seru bersama istri (yang juga insyaAllah calon ibu :) ). Tentang memadukan berbagai kata menjadi sebuah nama yang penuh makna untuk buah hati yang akan kudengar isak tangis perdananya sebentar lagi :)
*anakku sayang, andai kau tahu betapa sulit menentukan nama yang penuh makna bagimu
*apalagi setelah mendengar kisah lugu kawan yang rencana pemberian namanya dirombak total karena jenis kelaminnya tidak sesuai prediksi bulan-bulan sebelumnya
Ada keinginan untuk memadukan Bahasa Indonesia dengan Bahasa Arab. Tentu pertimbangan sebagai Bangsa Indonesia yang beragama Islam maka akan baik untuk menggunakan dua bahasa itu. Namun jika sudah ditetapkan nantinya, harus ditetapkan pula nama panggilan dimana nama lengkap dan panggilan wajib diverifikasi maknanya di dalam Bahasa Jawa, Aceh, dan Minang. Buat apa? Karena asal-usulnya anak kami nanti dari tiga suku itu maka jangan sampai ada makna negatif di balik arti namanya.
Kembali ke Bahasa Arab,
Ada hal yang patut dicermati dalam memberi nama anak yang menggunakan Bahasa Arab. Pertama Bahasa Arab memakai patokan huruf hijaiyah, sedangkan Bahasa Indonesia memakai acuan huruf lain. Konversi huruf kedua menyimpan kesulitan yang sudah terjadi sejak lama. Bahkan ketika ditetapkan konversi berupa Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K Nomor 158 tahun 1987 - Nomor: 0543 b/u/1987, tetap saja perbedaan cara menerjemahkan masih terjadi.
Sebagai contoh, coba cek saja di kontak HP (yang menggunakan nama lengkap, bukan nama aneh-aneh lho ya). Nama "Muhammad" yang mengacu ke Rasul terakhir, akan ada banyak versi, mulai dari Mohamad, Muchammad, Muhammad, dll. Tidak semua huruf hijaiyah di yang tadinya berjumlah 1 karakter setelah dikonversi tetap 1 huruf. Misalnya "dz", ada kawan yang namanya diawali "Dz", tentu jika disingkat inisialnya, maka yang disimpan adalah D (ingat kasus D-nya DAMRI yang kepanjangan dari "Djawatan"). Ada pula kawan yang namanya "Abdushshabur" karena huruf shod-nya bertasjid. Ada pula rambu-rambu penggunaan huruf "khusus" di luar 26 karakter huruf latin plus tanda baca. Ada kawan yang namanya menggunakan tanda hubung "-" serta apostrof tunggal "'". Tantangan akan timbul saat menuliskan nama melalui LJK. Alhasil faktor-faktor kemudahan penulisan nama di berbagai media juga perlu dipertimbangkan. Tentunya selain rambu-rambu penting lainnya seperti ketentuan jika memakai Asmaul Husna.
Sebenarnya di luar keperluan memberi nama, saya kerap menemui kesulitan untuk mengonversi kata/frase dari Bahasa Arab yang berhuruf Hijaiyah ke huruf latin. Sebagai contoh huruf "ح" (khaf) yang bertransformasi menjadi huruf "ḥ". Nah, di laptop dan hape saya itu nggak ada karakter itu. mw diketik "h" udah diklaim "ه", mau diketik "kh", udah diklaim "خ". Maka tidak heran ada yang menuliskan "Mukhammad", "Muhammad", "Ar Rahman", "Ar Rakhman". Secara pribadi, proses konversi menjadi 2 huruf lebih baik daripada menimbahkan titik, entah di bawah maupun yang macam umlaut.
Konversi Huruf Hijaiyah ke Latin Indonesia
Rabu, Desember 16, 2015 by
ve
Posted in
Eksperimen,
Riset,
TARInspiratIVE
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
No Response to "Konversi Huruf Hijaiyah ke Latin Indonesia"
Posting Komentar